ASN dan Nilai-nilai Dharma Negara dalam Hindu

Gambar
        ASN adalah salah suatu pekerjaan yang didambakan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tak terkecuali generasi muda Hindu yang turut berpartisipasi dalam mengabdi pada bangsa dan negara. Sehingga perlu untuk melampirkan tulisan ini sebagai bentuk syukur atas waranugraha dan kesempatan yang baik dalam melaksanakan karma dan bhakti sebagai manusia.        Dalam pandangan Hindu, konsep Dharma tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga memandang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan administrasi negara. Dharma Negara, atau tata pemerintahan yang diatur oleh prinsip-prinsip moral dan etika, menjadi landasan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Bagaimana pandangan Hindu menggambarkan ideal ASN sebagai penerapan nilai-nilai Dharma Negara?  (Dokumen Pribadi)           Dalam tradisi Hindu, Dharma mengacu pada kewajiban moral dan etika yang mengatur perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan. Dharma juga mencakup konsep tata tertib dan

Makna Sloka Sarasamuccaya . 4-10

 Sloka 4

Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, 

nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, 

makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika. 

Terjemahannya:

Menjadi manusia adalah kelahiran yang paling utama. Karena hanya dengan menjadi manusia sajalah kebajikan/kebenaran dapat dilakukan, dan hanya dari kebajikan/kebenaran itulah kesengsaraan dapat dibenahi. 

Makna:

        Menjadi manusia adalah anugerah yang paling utama. Hanya dengan menjadi manusia, kita memiliki kemampuan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak dengan kebajikan dan kebenaran. Kebajikan dan kebenaran adalah prinsip-prinsip yang membimbing kita untuk hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Dengan menggunakan kebajikan dan kebenaran sebagai pedoman, kita dapat mencapai kesengsaraan yang lebih baik. Kebajikan membawa kita pada sikap dan tindakan yang baik, seperti kejujuran, keadilan, kebaikan hati, dan keberanian. Dengan melakukan kebajikan, kita dapat memperbaiki kesalahan dan kesengsaraan yang ada di dunia ini.

        Kebenaran juga sangat penting, karena hanya dengan memahami dan menerima kebenaran, kita dapat mengatasi ketidaktahuan dan kesalahpahaman. Dengan mencari kebenaran, kita dapat melihat dunia dengan perspektif yang lebih jelas dan berusaha untuk memperbaiki diri dan lingkungan sekitar. Jadi, sebagai manusia, kita memiliki tanggung jawab untuk menjalani kehidupan dengan kebajikan dan kebenaran. Dengan melakukan hal ini, kita dapat berkontribusi dalam membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan mengatasi kesengsaraan yang ada.



 Sloka 5

Hana pwa wwang tan gawayaken ikang subhakarma, 

tambaning narakaloka kangken lara, 

pejah pwa ya, wong alara mararing desa katunan tamba ta ngaranika, 

rupa ning tan katemu ikang enak kolahalanya. 

Terjemahannya:

Manusia jahat dianggap sebagai sampah sekaligus penyakit dunia. Sesungguhnya tidak ada kesenangan apapun dalam kejahatan itu. Si jahat selalu merasa kosong dalam setiap perbuatannya, kebahagiaan yang mereka peroleh adalah semu. 

Makna:

    Kejahatan tidak membawa kebahagiaan yang sejati. Meskipun orang-orang yang melakukan kejahatan mungkin merasa puas atau mendapatkan keuntungan sesaat, kebahagiaan itu hanya bersifat sementara dan palsu. Orang-orang yang terlibat dalam kejahatan sering kali merasa kosong dan tidak bahagia dalam diri mereka. Mereka mungkin merasa terisolasi, bersalah, atau tidak puas dengan kehidupan mereka. Kejahatan juga dapat menyebabkan perpecahan hubungan sosial, kerusakan mental dan emosional, dan berbagai konsekuensi negatif lainnya.

        Sebaliknya, kebahagiaan yang sejati dan berkelanjutan dapat ditemukan dalam kebajikan, kebaikan hati, dan tindakan yang benar. Ketika kita hidup sesuai dengan nilai-nilai ini, kita merasa terhubung dengan orang lain, merasa puas dengan diri sendiri, dan memiliki rasa makna dalam hidup. Menghindari kejahatan dan mempraktikkan kebajikan adalah langkah penting dalam menciptakan kebahagiaan yang sejati, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dengan menyadari bahwa kejahatan hanya memberikan kepuasan sesaat dan kebahagiaan palsu, kita dapat memilih untuk hidup dengan integritas, empati, dan kebaikan hati.



 Sloka 6

Paramarthanya, pengpengen ta pwa katemwaniking si dadi wwang, 

durlabha wi ya ta, saksat handaning mara ring swarga ika, 

sanimittaning tan tiba muwah ta pwa damelakena. 

Terjemahannya:

Pergunakanlah kesempatan terbaik ini, kesempatan lahir sebagai manusia, kesempatan yang sungguh sulit didapat, kesempatan untuk bisa memasuki alam surga. Lakukanlah hanya perbuatan-perbuatan yang dapat mengantar roh ke surga dan jauhilah perbuatanpebuatan yang akan mengantar roh ke neraka. 

Makna:

        Sebagai manusia kita memiliki kesempatan yang langka dan berharga untuk memasuki alam surga. Alam surga adalah tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan kedamaian yang abadi. Untuk mencapai surga, kita perlu melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Perbuatan-perbuatan baik seperti kebajikan, kebaikan hati, keadilan, dan kasih sayang adalah langkah-langkah yang dapat mengantarkan roh kita ke surga. Dengan melakukan kebaikan, kita menciptakan harmoni dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama manusia. Keberanian dalam menghadapi godaan dan kesulitan juga penting dalam mengamankan kesempatan kita untuk mencapai surga.

        Di sisi lain, perbuatan-perbuatan yang buruk dan dosa dapat menghancurkan kesempatan kita untuk mencapai surga. Kita harus menjauhi perbuatan seperti kekerasan, kecurangan, keserakahan, dan kebencian. Dosa-dosa ini dapat merusak hubungan kita dengan Tuhan dan mengarahkan kita ke arah neraka. Dalam perjalanan menuju surga, penting juga untuk mencari petunjuk dan bimbingan dari ajaran agama dan pemimpin spiritual yang dapat membantu kita mengarahkan hidup kita ke jalan yang benar. Semoga kita semua dapat memanfaatkan kesempatan yang langka ini dan mencapai alam yang abadi.


 Sloka 7

Apan iking janma mangke, pagawayang subhasubhakarma juga ya, 

ikang ri pena pabhuktyan karmaphala ika, kalinganya, 

ikang subhasubhakarma mangke ri pena ika an kabukti phalanya, 

ri pegatni kabhuktyanya, mangjanma ta ya muwah, tumuta wasananing karmaphala, 

wasana ngaraning sangakara, turahning ambematra, 

ya tinutning paribhasa, swargacyuta, narakasyuta, kunang ikang subhasubhakarma ri pena, 

tan paphala ika, matangnyan mangke juga pengponga subha asubhakarma. 

Terjemahannya:

Terlahir sebagai manusia adalah kesempatan untuk melakukan perbuatan bajik dan jahat, yang hasilnya akan dinikmati di akherat. Apapun yang diperbuat dalam kehidupan ini hasilnya akan dinikmati di akherat; setelah menikmati pahala akherat, lahirlah lagi ke bumi. Di akherat tidak ada perbuatan apapun yang berpahala. Sesungguhnya hanya perbuatan di bumi inilah yang paling menentukan. 

Makna:

        Dalam konteks ini, perbuatan baik dan perbuatan jahat memiliki konsekuensi yang berbeda di akhirat. Perbuatan baik atau perbuatan yang penuh kebajikan dapat memberikan pahala dan kebahagiaan di akhirat, sementara perbuatan jahat atau perbuatan yang menyimpang dari kebenaran dapat menghasilkan hukuman atau kesengsaraan. Namun, penting juga untuk diingat bahwa perbuatan-perbuatan kita di dunia ini juga memiliki dampak dan konsekuensi di kehidupan kita saat ini. Perbuatan baik dapat membangun hubungan yang baik dengan orang lain, meningkatkan kualitas hidup kita, dan membawa kebahagiaan yang lebih besar. Sedangkan perbuatan jahat dapat menyebabkan konflik, ketidakbahagiaan, dan berbagai konsekuensi negatif lainnya.

        Meskipun pandangan tentang akhirat dan kehidupan setelah mati bervariasi dalam berbagai agama dan kepercayaan, kebajikan dan kebenaran tetap memiliki nilai penting dalam kehidupan kita saat ini. Memilih untuk melakukan perbuatan yang baik, membantu orang lain, dan hidup dengan integritas adalah cara yang baik untuk menciptakan kebahagiaan dan memperbaiki dunia di sekitar kita. Jadi, sementara akhirat memiliki tempat yang penting dalam keyakinan agama, perbuatan-perbuatan kita di dunia ini juga memiliki dampak yang signifikan dan dapat membentuk kehidupan kita saat ini. Mari kita berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, baik dalam konteks kehidupan ini maupun di dalam perjalanan kehidupan selanjutnya.

Sloka 8

Iking tang janma wwang, 

ksanikaswabhawa ta ya, 

tan pahi lawan kedapning kilat, durlabha towi, 

matangnyan pongakena ya ri kagawayanning dharmasadhana, 

sakananging manasanang sangsara, swargaphala kunang. 

Terjemahannya:

Kelahiran sebagai manusia sangat pendek dan cepat, bagaikan pijaran cahaya petir, lagi pula kesempatan seperti ini sungguh sulit di dapatkan. Oleh karena itu pergunakanlah kesempatan ini sebaik-baiknya, lakukanlah perbuatan-perbuatan bajik/benar yang akan memutus lingkaran dan putaran kesengsaraan lahir dan mati, dimana kebebasan abadi itu bisa di peroleh. 

Makna:

        Dalam mencapai kebebasan abadi, penting untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Perbuatan-perbuatan baik seperti kebajikan, kebaikan hati, keadilan, dan kasih sayang dapat membantu kita memutus lingkaran kesengsaraan dan mencapai kebebasan yang abadi. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran kita tentang makna hidup dan tujuan kita di dunia ini. Dengan mempelajari ajaran agama, filsafat, atau spiritualitas, kita dapat mendapatkan panduan dan wawasan yang akan membantu kita dalam mencapai kebebasan abadi.

        Menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya adalah tanggung jawab kita sebagai manusia. Kita harus berusaha untuk hidup dengan integritas, kebaikan hati, dan kebenaran dalam setiap tindakan kita. Dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang benar, kita dapat memutus lingkaran kesengsaraan dan mencapai kebebasan abadi yang diidamkan. Jadi, mari kita manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan benar, serta meningkatkan pemahaman kita tentang tujuan hidup kita. Dengan demikian, kita dapat mencapai kebebasan abadi yang kita cari dan mengakhiri siklus kelahiran dan kematian yang terus berputar.

 Sloka 9

Hana pwa tumenung dadi wwang, 

wimukha ring dharmasadhana, 

jenek ring arthakama arah, 

lobhambeknya, ya ika kabancana ngaranya. 

Terjemahannya:

Mereka yang memanfaatkan kelahirannya hanya untuk mengejar kekayaan, kesenangan, nafsu-nafsu kotor dan rakus. Mereka yang tidak melakukan kebajikan di bumi, mereka inilah manusia yang tersesat dan pergi menjauh dari jalan kebenaran. 

 Makna:

        Mereka terjebak dalam lingkaran materialisme dan hedonisme, hanya memperhatikan kepuasan pribadi dan mengabaikan kepentingan orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa hidup ini tidak hanya tentang diri mereka sendiri, tetapi juga tentang bagaimana mereka berdampak positif dalam kehidupan orang lain. Sebaliknya, mereka yang mengerti nilai sejati dari kehidupan manusia akan menggunakan kesempatan ini untuk melakukan perbuatan baik dan benar. Mereka melepaskan diri dari egoisme dan mengedepankan kebajikan dalam segala aspek kehidupan. Mereka membantu sesama manusia, peduli terhadap lingkungan, dan berusaha menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Mereka mengabdikan hidup mereka untuk menciptakan dunia yang lebih baik dan membantu orang lain mencapai kebebasan abadi.

        Maka, mari kita gunakan kesempatan hidup sebagai manusia ini sebaik-baiknya. Manfaatkanlah kelahiran ini untuk melakukan perbuatan baik dan benar, untuk memperoleh kebebasan abadi dari lingkaran kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan. Ingatlah bahwa hidup ini singkat dan cepat berlalu, jadi jangan sia-siakan kesempatan langka ini. Kita semua memiliki potensi untuk mencapai kebebasan abadi, tetapi itu tergantung pada bagaimana kita memanfaatkan kesempatan yang diberikan kepada kita.

Sloka 10

Ikang manggih si dadi wwang, 

prasiddha wenang ring dharmasadhana, 

tatan entas sangke sangsara, 

kabancana ta ngaranika. 

Terjemahannya:

Mereka yang telah melakukan kebajikan pun kebenaran, namun masih terikat dalam proses lahir dan mati, mereka ini belumlah memperoleh inti sari dari kebebasan.

Makna: 
        Dalam banyak tradisi agama dan spiritualitas, kebebasan abadi tidak hanya dicapai melalui perbuatan baik, tetapi juga melalui pemahaman yang mendalam tentang alam semesta, diri sendiri, dan kebenaran yang lebih tinggi. Ini melibatkan pencarian dan pengembangan spiritual yang lebih dalam, yang mungkin melibatkan meditasi, kontemplasi, atau latihan spiritual lainnya.
    Proses menuju kebebasan abadi mungkin membutuhkan kesadaran yang lebih mendalam tentang sifat kehidupan dan eksistensi, serta pembebasan dari ikatan-ikatan dunia materi dan nafsu duniawi. Ini mungkin melibatkan pemahaman yang lebih luas tentang ketergantungan kita pada keinginan duniawi dan identifikasi dengan dunia fisik. Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki perjalanan spiritual yang unik, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kebebasan abadi dapat berbeda-beda. Yang penting adalah melanjutkan perjalanan spiritual, terus meningkatkan pemahaman, dan berusaha untuk hidup dalam kebajikan dan kebenaran.
       Jadi, meskipun melakukan kebajikan dan mengikuti jalan kebenaran adalah langkah penting, kebebasan abadi mungkin membutuhkan pemahaman yang lebih dalam dan transformasi spiritual yang lebih luas. Teruslah berusaha dan menjalani perjalanan spiritual Anda dengan tekun, dan dengan waktu dan upaya yang tepat, Anda mungkin akan mencapai inti sari dari kebebasan yang dicari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stah Dharma Nusantara Jakarta Melaksanakan Kegiatan Pembinaan Pasraman

Kegiatan KKG dan MGMP di DKI Jakarta

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.