(Dokumentasi Pribadi)
Om
Swastyastu
Om
Anobadrah Krtawyantu wiswatah
Kepada yang telah disucikan
pinandita lanang istri
Kepada yang terhormat para tokoh
yang hadir pada kesempatan ini
Kepada yang saya hormati dan saya
banggakan banggakan umat sedharma yang berbahagia.
Terimakasih
atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, Pada kesempatan yang baik ini
saya akan menyampaikan pesan dharma, semoga pesan dharma ini dapat menambah
wawasan dan tentunya bermanfaat bagi kita semua.
Pertama-tama
marilah kita haturkan puja Asthungkare kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena atas Ashungkerta waranugraha beliaulah kita dapat berkumpul bersama-sama di pura
Aditya Jaya Rawamangun yang suci ini dalam keadaan yang sehat, selamat, serta
tanpa kekurangan suatu apapun. Yang kedua tidak lupa juga kita marilah haturkan
puja Astuti bhakti kita kehadapan para leluhur, maha Rsi serta para guru yang
telah membimbing kita hingga pada kesempatan ini. Pada penyampaian pesan dharma
kali ini dengan judul “Dharma di Era Milenial”
Umat sedharma yang berbahagia
Belakangan
ini kita sering mendengar berita terkait dengan masalah kerukunan, bencana alam
dan masalah pribadi yang menjadi salah satu akhir dari ketidak harmonisan baik
itu harmonis antara diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan. Sebagai sesama
kita turut berbela sungkawa atas peristiwa yang sedang melanda saudara kita. Hal
ini patut kita jadikan sebagai acuan agar senantiasa waspada dan selalu
introspeksi diri terkait dengan pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Sehingga
sebagai manusia Hindu kita selalu merayakan hari-hari suci untuk memperkokoh
Sradha dan bakti kita di Era milenial ini. Ditengah derasnya perkembang IPTEK
kita harus selalu waspada, terutama ketika kita sedang berada di dunia maya
atau media sosial. Kebijakan kita dalam menggunakan media sosial akan
memberikan dampak positif namun ketika kita tidak bijak menggunkannya maka kita
akan menuai kemalangan itu artinya kita belum menang, agar kita bersama-sama
dapat menang maka pada hari ini kita sedang melaksanakan persembahnyang dalam
rangka hari raya galungan.
Umat sedharma yang penuh kasih
Hari
raya galungan merupakan salah satu hari raya suci agama Hindu yang berdasarkan
pawukon, yang diperingati setiap 210 hari atau setara dengan 6 bulan sekali
yaitu pada rabu kliwon wuku dungulan. Hari raya galungan juga disebut sebagai
hari pawedalan jagat karena Hyang Widhi Wasa telah menciptakan dunia beserta
isinya. Hari Raya Galungan dilaksanakan sebagai momentum kemenangan Dharma
(Kebaikan) melawan Adharma (Keburukan), yang manapada Budha Kliwon wuku
Dunggulan kita merayakan dan menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang
Widhi Wasa.
Mengenai
makna Galungan dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut:
Budha Kliwon Dungulan Ngaran
Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa
byapaning idep
Terjemahannya:
Rabu
Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan
pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.
Hari raya galungan
diperkirakan sudah dilaksanakan di Indonesia sejak abad ke XI. Hal ini mengacu
pada Kidung panji malat rasmi dan pararaton kerajaan majapahit. Perayaan
semacam ini di India dinamakan Sradha Wijaya Dasami. Di Bali Sebelum
pemerintahan raja Sri Jaya Kusunu, perayaan galungan pernah tidak dirayakan,
oleh karena raja-raja pada jaman itu kurang memperhatikan upacara keagamaan.
Hal tersebut berdampak pada penderitaan hidup masyarakat dan usia pendek bagi
raja-raja. Kemudian setelah Sri Jaya Kasunu naik tahta dan juga setelah
mendapat pawarah-warah dari Bhatari durga atas permohonannya, maka galungan
kembali dilaksanakan hingga saat ini.
Umat
sedharma yang mulia
Runtutan pelaksanaan
upacara galungan yang diawali dengan perayaan:
a.
Tumpek wariga, yang jatuh pada 25 hari
sebelumhari raya galungan yang jatuh pada sabtu kliwon wuku wariga. Tumpek ini
juga disebut dengan nama tumpek pengatag, pengarah, bubuh dan uduh, yang
intinya memohonkan keselamatan kepada semua jenis tumbuh-tumbuhan agar dapat
hidup dengan sempurna dan memberikan hasil untuk bekal merayakan galungan.
b.
Sugihan Jawa, dirayakan pada hari kamis wage wuku sungsang, yakni 6
hari sebelum hari raya galungan yang memiliki makna penyucian bhuana agung atau
alam semesta.
c.
Sugihan Bali, dirayakan pada hari jumat
kliwon wuku sungsang, yakni 5 hari sebelum hari raya galungan yang mengandung
makna penyucian diri pribadi atau bhuana alit.
d.
Penyekeban jatuh pada hari minggu paing
wuku dungulan yakni 3 hari sebelum hari raya galungan
e.
Penyajaan dilakukan pada hari senin pon
wuku dungulan, 2 hari sebelum hari raya galungan. Hari ini dipergunkan untuk
mempersiapkan jajanan yang akan dijadikan sebagai persembahan, yang bermakna
kesungguhanhati untuk menyambut hari raya galungan.
f.
Penampahan jatuh pada selasa wage wuku
dungulan sehari sebelum hari raya galungan, yang bermakna untuk menghilangkan
sifat-sifat sad dripu dan sapta timira dalam diri pribadi.
g.
Galungan pada hari rabu kliwon wuku
dungulan, yang merupakan puncak perayaan hari raya galungan, yang bermakna
kemenangan dharma melawan adharma.
h.
Umanis Galungan Pada umanis Galungan,
umat akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan
saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi.
i.
Hari Pemaridan Guru bahwa hari ini
adalah hari untuk nyurud/ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru. Dirayakan pada Sabtu Pon
wuku Galungan.
Umat
sedharma yang berbahagia
Bagaimana dengan bentuk
kemenangan dharma dalam kehidupan ini adalah ketika kita dapat melaksanakan
rangkaian hari raya galungan dengan penuh lascarya pada saat itulah kaemenangan
dharma yang dapat kita rasakan dalam kehidupan ini.
Di tegaskan dalam bhagawadgita IV.7
yakni:
Yada yada hi dharmasya glanir bhawati bharata
abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham
Terjemahanya:
Sesungguhnya
manakala dharma berkurang kekuasaanya dan tirani hendak merajalela, wahai
arjuna, saat itu aku ciptakan diriku sendiri.
Mengacu pada sloka
tersebut dapat kita maknai bahwa Sastra Weda menegaskan bahwa dharma itu selalu
di jaga, agar kehidupan di dunia ini tetap berlangsung dengan semestinya.
Sehingga ketika ketidak benaran mulai merajalela Hyang Widhi turun kedunia
dalam manifestasinya untuk menyelesaikanya.
Dengan
demikian maka hendaknya dalam mengarungi kehidupan di jaman kaliyuga ini kita
selalu berpegang pada ajaran dharma untuk dapat meningkatkan kualitas kehidupan
kita, secara rohani dan spriritual untuk mencapai pelepasan atau moksartam jagadhita ya ca iti dharma.
Mari umat sedharma yang
bijaksana kita bersama-sama menapaki kehidupan ini, dengan berpijak pada dharma
sehingga di era milenial ini kita menang, kita mampu mengikuti perubahan jaman
dengan acuan kebenaran dari Weda.
Angayubagia, semoga pikiran yang baik
datang dari segala penjuru.
Matur Suksme
Om
santih, santih, santih om
Komentar
Posting Komentar