ASN dan Nilai-nilai Dharma Negara dalam Hindu

Gambar
        ASN adalah salah suatu pekerjaan yang didambakan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tak terkecuali generasi muda Hindu yang turut berpartisipasi dalam mengabdi pada bangsa dan negara. Sehingga perlu untuk melampirkan tulisan ini sebagai bentuk syukur atas waranugraha dan kesempatan yang baik dalam melaksanakan karma dan bhakti sebagai manusia.        Dalam pandangan Hindu, konsep Dharma tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga memandang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan administrasi negara. Dharma Negara, atau tata pemerintahan yang diatur oleh prinsip-prinsip moral dan etika, menjadi landasan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Bagaimana pandangan Hindu menggambarkan ideal ASN sebagai penerapan nilai-nilai Dharma Negara?  (Dokumen Pribadi)           Dalam tradisi Hindu, Dharma mengacu pada kewajiban moral dan etika yang mengatur perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan. Dharma juga mencakup konsep tata tertib dan

Stah Dharma Nusantara menggelar Malam Sastra di Pura Aditya Jaya Rawamangun


    Jakarta, 22 Oktober 2022 bertempat di Pura Aditya Jaya Rawamangun mahasiswa Stah Dharma Nusantara terlibat dalam kegiatan pujawali ke - 96. Panitia piodalan berkolaborasi dengan mahasiswa stah dharma nusantara jakarta dalam melaksanakan rangkaian hari raya saraswati yakni malam sastra. 

(Dokumentasi Kegiatan Dharmatula)

        Antusias Dosen dan mahasiswa Stah Dharma Nusantara Jakarta berkontribusi untuk ikut serta dalam pelaksanaan Piodalan, sebagai bentuk implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni melakukan pengabdian masyarakat. Seiring dengan pelaksanaan piodalan, tepat pukul 21.00 Mahasiswa mulai melaksanakan rangkaian kegiatan malam sastra dengan Melantukan Puja Saraswati oleh seluruh peserta malam sastra, Sambutan Ketua BEM Stah Dharma Nusantara Jakarta oleh Sugeng purbadi dan Sambutan Ketua pengurus PAJ sekaligus membuka acara malam sastra. Kemudian usai kegiatan tersebut, kegiatan selanjutnya adalah Dharmatula, panitia mengundang Dewa Ketut Suratnaya, S.Ag.,M.Pd dengan topik pembahasan mengenai "LITERASI DALAM UMAT BERAGAMA” yang didampingi oleh bapak I Made Jaya Negara Suarsa Putra,S.Sn.,M.Fil.H sebagai moderator yang mana beliau merupakan salah satu dosen di Stah Dharma Nusantara Jakarta.
     Literasi agama menurut Diane L. More diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan menganalisis titik temu antara agama dan kehidupan sosial, politik, dan budaya dari beragam sudut pandang. Diane menuliskannya dalam artikel dengan judul Overcoming Religious Illiteracy: A Cultural Studies Approach dalam situs World Connected History. Pemeluk agama yang paham dan menjiwai ajaran agamanya maka akan memiliki pemahaman dasar mengenai sejarah, teks-teks sentral, kepercayaan, serta praktik tradisi keagamaan yang lahir dalam konteks sosial, historis, dan budaya tertentu. Literasi religi atau agama sangat penting dilaksanakan mengingat kompleksnya keragaman yang ada di Indonesia. Menurut Adam Dinham yang merupakan profesor di bidang Faith and Public Policy dari Goldsmiths, University of London, menyampaikan bahwa dalam mengajarkan literasi agama, pengetahuan dasar mencakup tradisi dan keyakinan agama-agama yang ada adalah suatu kebutuhan. Lebih lanjut dipaparkan bahwa penting bagi seseorang untuk mencari tahu seputar keyakinan berbeda di sekitarnya. 
     Hal yang lebih spesifik dan komprehensif di tuturkan oleh narasumber secara jelas dan menyadingkan fenomena yang relevan dengan pemahaman dan implementasi dalam literasi agama Hindu. Esensi tersebut selaras dengan makna dari perayaan hari suci Saraswati, yang merupakan hari pendidikan atau hari ilmu pengetahuan dalam Agama Hindu. Ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang luhur sebagai pondasi dalam membangun karakter generasi Hindu, khususnya adalah generasi muda Hindu. Mahasiswa merupakan cerminan dari kualitas ilmu pengetahuan yang didapatkan, kemudian di uji coba dalam kehidupan sosial, budaya dan agama untuk dapat mengukur keselarasan dalam teori dan implementasi nyatanya.
        Dorongan hasrat keingintauan yang tinggi, terjadi ketika peserta dharmatula interaktif memberikan berbagai pertanyaan yang kemudian memberikan peluang bagi peserta lainnya untuk memperoleh wawasan baru. Terlebih lagi peserta berlatar belakang dari berbagai budaya dan tradisi, karena tidak hanya peserta atau mahasiswa yang beretnis bali saja namun berbagai etnis yang ada di Indonesia. Dengan demikian inti dari dharmatula yang telah terselenggara ada dua point utama yakni:
  • Moderasi harus direalisasikan dalam bentuk rutinitas dan aktifitas sosial seperti wasudaiwa kutumbakam
    Dalam Mahaupanisad 6.72 disebutkan: “Ayam Bandhurayam Neti Ganana, Laghucetasam, Udaracaritanam Tu Vasudhaiva Kutumbakam”. Terjemahan: “Pemikiran hanya dialah saudara saya, selain dia bukan saudara saya adalah pemikiran dari orang berpikiran sempit. Bagi mereka yang berwawasan luas atau orang mulia, mereka mengatakan bahwa seluruh dunia adalah satu keluarga.” 

        Sloka tersebut menegaskan bahwa di dalam alam semesta ini, kita bersaudara. Manusia hendaknya selalu membangun hubungan baik dengan sesamanya, dengan Sang Pencipta, dan menjaga hubungan harmonis dengan alam semesta. Ketika kita sudah dapat menyadari bahwa kita berasaudara antara satu dengan yang lainnya, bagaimana kita dapat menumbuhkan rasa kebencian terhadap saudara-saudura sesama manusia? Ketika alam semesta ini adalah rumah kita, maka marilah kita jaga dengan perdamaian agar senantiasa kita sebagai manusia hidup dengan keharmonisan. 
  • Meningkatkan intensitas literasi mandiri bagi generasi muda Hindu
    Dalam memperkuat pernyataan signifikanya peranan ilmu pengetahuan yang merupakan refleksi ajaran Veda dalam berbagai kehidupan umat Hindu bahkan umat manusia yang ada di seluruh belahan bumi adalah sebagai berikut;
Vayu Purana I.201
Itihasa puranabhyam vedam samupbrhayet
Bibhetyalpasrutad vedo mamayam praharisyati.

Terjemahan:
Hendaknya Veda harus dijelaskan melalui sejarah Itihasa dan Purana. Veda merasa takut dengan orang-orang bodoh yang membacanya. Veda berpikir bahwa dia (orang bodoh) akan memukul-ku (Titib, 2004: 1).
Kemudian dijellaskan kembali dalam Sarasamuscaya sloka 39 menyatakan:
Ndan sang hyang Veda, paripurna-kena sira, makasadhana sang hyang itihasa,
sang hyang purana, apan atakut, sang hyang Veda ring akedik ajinya. Ling
nira, karnung hyang, haywa tiki umara ri kami, ling nira mangkana rakwa atakut.

Terjemahan:
Veda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna dengan jalan mempelajari Itihasa dan Purana, sebab Veda itu merasa takut pada orang-orang yang sedikit pengetahuan-nya. Sabdanya "wahai tuan-tuan, janganlah tuan-tuan datang kepada-ku", demikian konon sabdanya, karena takut.

        Śloka Vayu Purana I.201 dan Sarasamuscaya 39 tersebut di atas dengan sangat jelas menyatakan bahwa Veda (sumber ilmu pengetahuan) tidak berkenan dibaca dan ditafsirkan oleh orang-orang bodoh. Artinya Veda tidak akan pernah dapat dipahami oleh orang-orang yang masih terkungkung oleh avidya; kegelapan atau kebodohan. Pernyataan tersebut bermakna bahwa Veda hanya dapat dipahami oleh seseorang yang tercerahkan atau orang yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Artinya rasa dan rasio atau kepekaan fisik dan pisikis terkolaborasi secara terpadu. Hal ini berimplikasi pada kesejukan perasaan, kesantunan perilaku dan kejernihan pikiran yang menjadikan orang tersebut dengan mudah memahami ilmu pengetahuan secara baik dan benar. Singkatnya hanya mereka yang tercerahkan saja yang dapat menginterpretasikan Veda yang tidak lain merupakan pengetahuan sejati yang selalu menuntun umat manusia berada di jalan dharma.


Referensi:
  • Donder, I Ketut. 2006: Teologi Panteisme Dalam Pustaka Mundaka Upanisad Brahma Widya Jurnal Teologi, Filsafat dan Yoga dan Kesehatan. Volume3(2).
  • Kajeng I Nyoman, DKK. 1997. Sārasamusccaya, Surabaya: Paramita.
        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stah Dharma Nusantara Jakarta Melaksanakan Kegiatan Pembinaan Pasraman

Kegiatan KKG dan MGMP di DKI Jakarta

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.