Langsung ke konten utama

Contoh Teks Dharmawacana Pembebasan Melalui Persembahan ( Wayan Tantre Awiyane)


Om swastyastu


Kepada yang disucikan pandita lanang istri

Kepada yang disucikan para pinandita

Kepada yang saya hormati sesepuh pinisepuh umat

Kepada yang saya hormati umat sedharma sekalian.


(Nangluk Merana)

            Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, Pada kesempatan yang baik ini saya akan menyampaikan pesan dharma, semoga pesan dharma ini dapat menambah wawasan dan tentunya bermanfaat bagi kita semua. Pertama-tama marilah kita senantiasa menghaturkan puja Asthungkare kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Ashungkerta waranugraha beliaulah  kita dapat berkumpul bersama-sama di Pura Segara Cilincing yang suci ini dalam keadaan yang sehat, selamat, serta tanpa kekurangan suatu apapun. Yang kedua tidak lupa juga kita marilah haturkan puja Astuti bhakti kita kehadapan para leluhur, maha Rsi serta para guru yang telah membimbing kita hingga pada kesempatan ini.

        Sebelumnya pada penyampaian pesan dharma ini saya tidak menggurui umat sedharma, melainkan saya menjadikan kesempatan ini untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan. Dalam kesempatan ini saya mengambil judul Pembebasan Melalui Persembahan.


Umat sedharma yang saya muliakan.

(Dokumentasi Pribadi)


        Dewasa ini kita sering dihadapkan dengan fenomena alam yang tak terduga seperti bencana alam yang baru-baru ini terjadi di wilayah Sulawesi sekitar palu dan dongala, musibah jatuhnya pesawat yang terjadi akibat kesalahan teknis yang menewasakan banyak orang. Berkaca pada peristiwa tersebut, kita harus senantiasa mawas diri untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Fenomena yang terjadi adalah salah satu bentuk dari bahasa alam yang menjadi teguran bagi kita sebagai manusia, tentang apa yang telah kita berikan selama ini kepada alam ini. untuk hal itulah kita sebagai umat Hindu yang memiliki banyak konsep yang menjadi pedoman dalam kehidupan kita. Salah satunya dalah dengan melaksanakan yajna atau persembahan yang tulus iklas, seperti yang ditegaskan dalam weda bahwa dunia ini tercipta dari hasil yajna. Melalui pelaksanaan bhuta yajna kita dapat mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam semesta atau disebut dalam konsep tri hitakarana adalah  palemahan dengan cara melaksanakan upacara nangluk mrana.

Dalam penyampaian pesan dharma ini saya akan menyampaikan beberapa hal terkait dengan nangluk mrana yakni:

  1. Bagaimana pengertian Nangluk Mrana?
  2. Bagaimana upaya nyata dalam mewujudkan keseimbangan alam semesta melalui Bhuta yadnya?


Pengertian Nangkluk Mrana

            

            Upacara Nangluk Merana biasanya dilaksanakan pada sasih kanem oleh umat Hindu di Bali. Secara faktual, Sasih Kanem merupakan musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hujan yang turun pada Sasih Kanem lebih lebat dari pada hujan saat Sasih Kalima. Musim pancaroba tentu saja berdampak pada kondisi alam dan merebaknya aneka penyakit atau pun hama. Sehingga dengan adanya Upacara Nagluk Merana inilah diharapkan dapat memberikan keselamatan lahir dan batin. Nangluk Mrana berasal dari kata bahasa Bali yang kemungkinan juga mendapat pengaruh bahasa sansekerta. Nangluk  berarti empangan, tanggul, pagar, atau penghalang; dan mrana  berarti hama atau bala penyakit. Mrana adalah istilah yang umum dipakai untuk menyebut jenis-jenis penyakit  yang merusak  tanaman. Bentuknya bisa berupa serangga, binatang maupun dalam bentuk gangguan keseimbangan kosmis yang berdampak merusak  tanaman. 

          

          Jadi “nangluk mrana” berarti mencegah atau menghalangi hama (penyakit), atau ritual penolak bala. Dalam lontar “Perembon Indik Ngaben Tikus”  sekilas dijelaskan bila tikus telah menjadi hama  ganas yang menyerang sawah petani, maka sebaiknya dilakukan upacara seperti mengupacarai orang mati biasa. Dan upacara hendaknya dilakukan di tepi pantai dengan cara dibakar. Semua itu ada dalam sastra Lontar Purwaka Bumi. Di samping itu tujuan ritual tersebut juga untuk memohon berkah kesuburan. Terlebih lagi, dalam pergantian sasih ini harus dimaknai dengan baik, dilaksanakan dengan lascarya, ngaturan bakti dan banten, memohon keselamatan agar terjadi penetralan kesimbangan sesuai dengan ajaran dan Lontar Cuda Mani.


        Pelaksanaan Nangkluk Merana yang dilakukan masyarakat ini telah ada sejak zaman Rsi Markandya.Upacara nangluk merana umumnya dilaksanakan krama subak di seluruh Bali. Upacara dilaksanakan di pura-pura yang berstatus sebagai pura subak, terletak di tepi pantai. Pelaksanaan upacara nangluk ini disesuaikan dengan desa kala patra, tempat, waktu dan tradisi yang sudah berjalan di masing-masing daerah.

Mengacu pada sumber sastra lainnya, dalam hubungan dengan upacara nangluk merana di antaranya bersumber dari Purana Bali Dwipa. Pada intinya sumber itu mengatakan, ketika Raja Sri Aji Jayakasunu mendapat petunjuk dari Hyang Maha Kuasa berbunyi sebagai berikut :

Malih aja lali ring tatawur ring sagara, manca sanak, nista Madhya, uttama, nangken sasih kanem, kapitu, kaulu, pilih tunggil wenang maka panangluk mrana aranya. Yan sampun nangluk mrana, gring tatumpur tikus, walang sangit, mwah salwiring mrana ring desa, mwang ring sawah tan pa wisya, apan sampun hana labanya, wetning salwiring mrana saking samudra datengnya.

Terjemahan :

Dan jangan lupa melaksanakan kurban (tawur) di laut manca sanak, tingkat kecil, sedang, utama, tiap-tiap bulan Desember, Januari, Februari salah satu di antaranya dapat dipilih untuk dilaksanakan sebagai penolak hama dan bencana. Bilamana sudah melaksanakan upacara nangluk merana, penolak hama dan penyakit di sawah, maka tikus walang sangit, segala bentuk hama di tingkat desa maupun sawah tidak akan berbahaya, karena sudah dibuatkan upacara. Oleh karena segala wabah dari laut sumbernya.


Upaya nyata dalam mewujudkan keseimbangan alam semesta melalui Bhuta yadnya            

        Dalam ajaran agama Hindu kita memiliki konsep panca yajna yang merupakan lima jenis persembahan yang tulus iklas yang kita haturkan kepada Dewa, Pitra, Rsi, Manusa dan Bhuta. yang diwujudkan dalam ritual yang ditujukan untuk mengungkapkan rasa syukur ke hadapan Tuhan adalah Dewa yadnya, ritual yang bertujuan memberikan penghormatan kepada leluhur adalah Pitra Yadnya, yang bertujuan memberikan penghormatan kepada orang suci adalah Rsi Yadnya, yang bertujuan untuk menyempurnakan manusia adalah Manusya Yadnya, dan ritual yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan lingkungan alam semesta dari pengaruh vibrasi gelombang energi -energi negatif adalah Bhuta yadnya.

Hidup dan kehidupan semua makhluk hidup tidak dapat dipisahkan dari keberadaan alam semesta. Alam, tempat makhluk hidup melangsungkan kehidupan. Makhluk hidup dan Alam menjadi dua unsur yang saling membutuhkan. Alam memberikan apa yang makhluk hidup butuhkan, karena itu ia berkewajiban menjaga alam agar tidak rusak, sehingga terciptalah hubungan harmonis antara makhluk hidup dan alam. Dalam KBBI (2005: 390), harmonisasi mengandung pengertian pengharmonisan; upaya mencari keselarasan dan Alam berarti segala yang ada di langit dan di bumi (seperti bumi, bintang, kekuatan).


      Dari pengertian itu, semua unsur baik di langit maupun di bumi memerlukan keharmonisan. Keharmonisan membuat setiap unsur mampu menjalankan aktivitasnya sesuai dengan kodratnya masing-masing. Menurut pandangan Agama Hindu alam semesta yang maha luas ini disebut Bhuwana Agung (makrokosmos), sedangkan manusia disebut Bhuwana Alit (mikrokosmos). Tuhanlah yang menjadi sumber awal tengah dan akhir dari asensi dimaksud. Alam dan isinya ini akan selalu berhubungan, saling ketergantungan dan merupakan suatu ekosistem. Diperlukan kebajikan dari manusia agar mampu mempertahankan keharmonisan bhuwana agung dengan bhuwana alit.

Dengan demikian maka pelaksanaan nangluk mrana ini adalah sebuah upaya yang dilakukan melalui upacara bhuta yajna yang tujuannya adalah untuk menetralisir alam semesta dari hal-hal yang negatif baik itu yang disebabkan oleh perilaku manusia maupun reaksi alami dari alam semesta.


        Mari bersama-sama melalui persembahyangan ini kita bersihkan segala hama, segala penyakit yang ada dalam diri kita agar kita dapat harmonis dengan diri senantiasa terhindar dari mala petaka.

Saya akhiri pesan dharma ini dengan menghaturkan puja parama santih,

Om Santih, Santi, Santih Om


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba