ASN dan Nilai-nilai Dharma Negara dalam Hindu

Gambar
        ASN adalah salah suatu pekerjaan yang didambakan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tak terkecuali generasi muda Hindu yang turut berpartisipasi dalam mengabdi pada bangsa dan negara. Sehingga perlu untuk melampirkan tulisan ini sebagai bentuk syukur atas waranugraha dan kesempatan yang baik dalam melaksanakan karma dan bhakti sebagai manusia.        Dalam pandangan Hindu, konsep Dharma tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga memandang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan administrasi negara. Dharma Negara, atau tata pemerintahan yang diatur oleh prinsip-prinsip moral dan etika, menjadi landasan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Bagaimana pandangan Hindu menggambarkan ideal ASN sebagai penerapan nilai-nilai Dharma Negara?  (Dokumen Pribadi)           Dalam tradisi Hindu, Dharma mengacu pada kewajiban moral dan etika yang mengatur perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan. Dharma juga mencakup konsep tata tertib dan

Asal Mula Alam Semesta - Dr. Drs. I Ketut Donder

        Banyak konsep dan teori tentang “asal mula alam semesta” ini, beberapa agama mengklaim bahwa konsep agamanya mengandung konsep yang lengkap tentang alam semesta. Semua agama secara apologis mengakui telah memiliki konsep asal mula alam semesta yang sempurna. Sementara itu para sainstis dalam dunia sainsnya, masing-masing semakin asyik dengan perlombaan penelitiannya, dan asyik saling menumbangkan teori-teorinya. Hinduisme yang bersumber pada Veda memiliki konsep tentang asal mula alam semesta, yang dipertautkan langsung dengan tuhan dan dapat diuji kebenarannya berdasarkan konsep kebenaran sains. 


(Alam Semesta dalam Hindu)

       Faham-faham dasar Hinduisme misalnya mengatakan; bahwa tuhan atau yang diistilahkan dengan Brahman berada di luar kekuasaan manusia, dan tuhan merupakan penyebab segala kejadian dan keberadaan (Suryadipura, 1958 : 36). Dalam kaitannya dengan asal mula keberadaan alam semesta, Davies menyatakan bahwa; dewasa ini kebanyakan ahli kosmologi dan ahli astronomi kembali ke teori bahwa memang telah terjadi penciptaan pada sekitar18.000.000.000 = 1,8 . 1010 (delapan belas milyar) tahun yang lalu, yakni ketika jagat raya yang dapat di lihat secara fisik ini meledak menjadi eksistensi dalam sebuah letusan yang mengagumkan yang secara popular dikenal sebagai “dentuman besar” atau “ledakan mahadahsyat” (big bang). teori-teori itu disusun berdasarkan hasil percobaan laboratorium dengan menggunakan bahan dan peristiwa yang dianggap analog dengan peristiwa kejadian terciptanya alam semesta. 

        Hal ini suatu kemustahilan yang harus dilakukan oleh dunia sains untuk mengetahui dan mengukur segala sesuatu yang telah terjadi di masa lalu yang telah berumur jutaan bahkan milyaran tahun yang lampau. Walaupun demikian karena dunia sains sangat percaya terhadap prosedur epistemologinya, maka ia percaya bahwa apa yang diramalkan itu memiliki nilai kebenaran. Setiap ahli memahami dan megembangkan prosedur epistemologi itu sesuai dengan kapasitas keilmuannya sehingga muncul berbagai teori yang silih berganti saling menumbangkan satu sama lain. teori-teori yang muncul belakangan dianggap lebih layak dalam memberikan deskripsi yang lebih logis atau masuk akal, ilmiah dan sebagainya, sehingga dianggap pantas untuk menumbangkan teori-teori sebelumnya. Namun yang juga perlu disadari bahwa teori-teori baru itu muncul justeru karena hasil dari pengujian berkalikali terhadap teori sebelumnya, sehingga kajian berikutnya juga masih tetap relevan jika memulai dari teori sebelumnya. 

        Oleh sebab itu semua teori yang ada amat baik diketahui untuk mengetahui evolusi pikiran manusia dalam memahami konsep atas segala sesuatu. Di tengah-tengah tuntutan fomal atas prosedur epistemologis terhadap syarat berpikir ilmiah, maka agama yang dipercayai berasal dari wahyu tuhan yang didukung oleh pengetahuan intuitif dari para mahàåûi dan orang bijak telah terlebih dahulu mendeskripsikan tentang jagat raya ini walau dengan corak dan gaya bahasa yang memungkinkan dapat ditafsirkan secara berbeda-beda. itulah sebabnya banyak ahli mengatakan bahwa sesungguhnya segala kebudayaan yang ada termasuk kebudayaan teknologi dilandasi oleh pemikiran agama. Sains sampai saat ini belum juga mengetahui tentang alasan, mengapa alam semesta ini harus ada atau dilahirkan? Sains juga hanya mampu mengakatakan bahwa kelahiran alam semesta sebagai rahasia yang masih gaib. Juga sains lebih banyak berspekulasi tentang asal-mula atau asal-usul alam semesta ini bedasarkan pada beberapa prediksi, dengan mengatakan bahwa mungkin sekali alam semesta ini berasal dari suatu ledakan dasyat, ada juga mengatakan berasal dari keadaan tetap, dan masih ada beberapa teori lainnya serta berbagai anggapan. 

        Di lain pihak, agama telah mempatok tujuan dan alasan dari kelahiran alam semesta ini, yang dikatakan sebagai pencitraan tuhan serta wujud kasih sayang tuhan. Walaupun demikian, di pihak para ilmuwan atau sainstis yang berpendirian berdasarkan pada prosedur epistemologi ilmiahnya, juga mencoba menawarkan konsepkonsep dan teori tentang proses terbentuknya alam semesta ini, sehingga semakin lama semakin banyak para ilmuwan yang sepakat mengenai asal mula terjadinya alam semesta. Seorang ahli astronom amerika yang bernama Edwin Hubble pada tahun 1929 menyodorkan petunjuk mengenai asal-usul alam semesta. Dari hasil pengamatannya terhadap galaksi-galaksi yang jauh, Hubble mengetahui bahwa galksi-galaksi itu menjauhi kita dengan cara tertentu yang teratur. 

        Hal ini merupakan indikasi adanya peristiwa memuai atau mengembang pada galaksi-galaksi tersebut. Pemuaian atau pengembangan galaksi-galaksi itu menyerupai balon bernoktah (balon yang diberi tanda bintik-bintik) yang dikembungkan. Noktah-noktah yang melambangkan kelompok galaksi, saling menjauh bersamaan dengan makin mengembungnya balon. Penemuan Hubble ini melahirkan dua teori utama yang menerangkan asal-mula terjadinya alam semesta, yaitu teori Big Bang ‘Ledakan Besar’ atau teori Letusan Hebat dan teori Steady State ‘Keadaan tetap’ atau teori Kesinambungan (Wicks, 1977). Gagasan umum mengenai alam semesta di abad 19 menyatakan bahwa; alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak berhingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, pandangan ini menolak keberadaan Sang Pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir (Wiyatmo, 2004 : 88). 

        Gagasan ini dipandang oleh beberapa ahli sebagai pandangan dari aliran paham materialis yang dianggap meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun (termasuk tuhan) selain materi. Hal ini sesungguhnya merupakan akar pemikiran kebudayaan Yunani Kuno yang kemudian diperkuat oleh paham materialisme dialektika Karl marx. Para penganut paham materilisme meyakini bahwa model alam semesta tak berhingga sebagai dasar berpijak ajaran atheis mereka. Filosuf materialis George Politzer mengatakan bahwa; “alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan, dan kalau alam semesta diciptakan sudah pasti ia diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dari ketidakadaan”. 

        Gagasan ini akhirnya gugur oleh kemajuan sains dan teknologi yang berkembang di abad ke-20. tokoh besar dalam bidang astrofisika yaitu George B. Field Direktur Pusat astrofisika Universitas Harvard dan Lembaga Smithsonian (1977 : 13-18) menguraikan; apakah beribu-ribu juta tahun yang lalu, jagat raya berasal dari letusan tiba-tiba yang sangat hebat ?. ataukah jagat raya selalu dalam proses penciptaan, tanpa awal dan tanpa akhir (anadi ananta) yang pasti ?. Pengikut gagasan pertama, yang disebut “teori Letusan Hebat”, percaya bahwa semua zat dalam proses itu dahulu berbentuk suatu massa yang padat, yang menyerupai sejenis “atom” raksasa (Hiranyagarbha). Kemudian massa ini meletus (úvara, nada, Om), membentuk suatu bola api (teja) yang sangat besar. 

        Barangkali dalam beberapa menit, materi telah terpencer ke ruang angkasa yang maha luas. Sekarang bintang-bintang, galaksi-galaksi, dan planet-planet yang terbentuk dari materi ini masih mempunyai gerak yang dihasilkan dari letusan itu dan saling berpacu dengan kecepatan luar biasa. (Uraian ini mengingatkan manusia akan adanya energi tuhan yang selalu mendorong di belakang materi atau benda-benda ruang angkasa sebagaimana uraian Bhagavadgita iii.24 menyatakan bahwa dunia ini akan hancur jika tuhan tidak bekerja. Unsur-unsur yang berbeda-beda itu berkembang dari zat sederhana yang meletus. Sebaliknya, pengikut teori Ciptaan-Sinambung atau teori “Keadaan tetap”, mengatakan bahwa; jagat raya berabad-abad selalu dalam keadaan sama dan suatu zat, yaitu hydrogen (H), senantiasa dicipta, boleh dikatakan dari ketidakadaan. Bahkan ini membentuk bintang-bintang dan galaksi-galaksi serta tampak lebih kurang seragam di seluruh kosmos.

Referensi:

  • Walsh, roger, 2004. Essential Spirituality, Yogyakarta : Pohon Sukma 
  • Wiana, i Ketut, 2001. Makna Upàcara Yajña Dalam Agama Hindu I, Surabaya : Paramita Wiana, i Ketut, 2004. Makna Upàcara Yajña Dalam Agama Hindu II, Surabaya : Paramita 
  • Wicks, Keith, 1977. Bintang dan Planet, Jakarta : Pt. 
  • Widyadara Widana, i Gusti Ketut, 2002. Mengenal Budaya Hindu di Bali, Denpasar: Bali Post Wiyatmo, Yus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stah Dharma Nusantara Jakarta Melaksanakan Kegiatan Pembinaan Pasraman

Kegiatan KKG dan MGMP di DKI Jakarta

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.