"Manusia yang Manusia"
(Wayan Tantre Awiyane)
Om Awighnam Astu Namo Sidham
Om Swastyastu,....
Terimakasih banyak atas kesempatan yang diberikan kepada tyang,...
Kepada yang telah disucikan para Pinandita Lanang Istri
Kepada yang kami hormati bapak dan ibu Pengempon Pura Aditya Jaya Rawamangun
Yang kami hormati sesepuh dan pini sepuh umat Hindu yang berbahagia
Bapak dan Ibu umat sedharma yang mulia
Dalam kehidupan kita sehari-hari kita menemui beragam fenomena baik sosial, pendidikan hingga spiritual. asupan informasi tersebut kemudian menjadi referensi bagi kita dalam upaya mengkoreksi diri kita terhadap apa yang kita lakukan selama hidup kita. Tidak terlalu jauh apa yang kita nilai tentang peningkatan kualitas hidup kita yang paling utama adalah tentang sikap kita terhadap fenomena yang terjadi tersebut. Bercermin dari hal-hal tersebut kita dapat memahami bahwa kehidupan ini terjalin karena adanya hal yang benar dan salah dari sudut pandang kita sebagai manusia maupun dari perspektif kitab suci weda yang merupakan pedoman dalam kehidupan kita. Beranjak dari latar belakang tersebut ada dua hal yang menarik untuk dipertanyakan dan diuraikan solusinya, yakni pertama bagaimana menyikapi fenomena dalam kehidupan kita? dan yang kedua bagaimana Hindu memberikan solusi dalam membentengi diri?
Manusia adalah satu makhluk yang memiliki kelebihan tersendiri dalam kelahirannya, bila kita sadari bahwa manusia itu lahir kedunia dengan telanjang tidak membawa sehelai kain maupun artabrana yang dibawa sejak lahir sebagai bekal hidup di dunia ini. Dalam keseharian orang bali lahir telanjang disebut dengan melalung, Dalam istilah jawa disebut dengan udo. Melalung mengandung arti dapat membedakan melah luung yang dapat diartikan melah artinya baik dan bagus. Secara tersirat dapat kita maknai bahwa kehadiran kita kedunia dalam wujud manusia seyogyanya dapat melakukan sesuatu dengan baik dan benar. Namun apa yang terjadi kebaikan tercipta atas keburukan demikian sebaliknya sehingga dualitas ini tidak terpisahkan dalam kehidupan kita.
Selaras dengan pernyataan sebelumnya dalam Pustaka Suci Sarasamuscaya Sloka 4-5 yang berarti demikian:
Sloka 4:
Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama, sebabnya demikain, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
Sloka 5:
Adalah orang yang tidak mau melakukan perbuatan baik, (orang semacam itu) dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat neraka loka, apabila ia mengingga dunia maka dia dianggap sebagai orang sakit yang pergi kesuatu tempat dimana tida ada obat-obatan, kenyataannya dia selalu dianggap dapat memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya.
Bapak dan ibu umat sedharma yang penuh kasih
Memahami arti dari sloka tersebut jelas bahwa ditegaskan keutamaan kita sebagai manusia luar biasa tidak dapat tergantikan dengan kelahiran menjadi hewan maupun tumbuhan, kemudian ketika kita telah memiliki peran untuk melakukan kebaikan universal maka itulah yang menolong kita pada kualitas kelahiran berikutnya yang sebagi bekal yang dibawa oleh antah karana sarira. Secara mendasar sudah kita sudah dibekali petunjuk dalam mengarungi kehidupan di jaman kaliyuga ini, agar perahu yang kita tumpangi dalam artian badan dapat membawa kita dalam menyeberangi lautan sengsara sehingga dapat meningkatkan kualita hidup kita bahkan ketika hal itu terjadi atman dalam diri kita dapat bersatu kembali dengan Brahman atau yang disebut dengan mencapai moksa.
Dengan kata lain untuk dapat menyesuaikan diri pada fenomena yang sedang terjadi kita terima sebagai satu pernak-pernik kehidupan agar dalam menjalani kehidupan ini kita memiliki semangat dalam bentuk sradha untuk lascarya melakukan kewajiban dalam bentuk bakti agar senantiasa apa yang kita lakukan dalam keseharian dapat memberikan manfaat secara berkesinambungan baik bagi diri kita sendiri sebagai pelaku dan bagi orang lain yang merupakan bagian penting dalam kehidupan kita dalam upaya memupuk keharmonisan dalam hidup ini.
Melalui persembahyangan purnama ini kita jadikan sebagai kesempatan untuk menyucikan diri kita melalui tirtha amerta dan bija yang kita terima sebagai bentuk anugerah yang maha kuasa pada kita yang menjadi pemelihara peradapan. Membentengi diri dengan Panca Sradha agar tetap teguh dan tak goyah dalam menghadapi badai kehidupan yang mungkin membuat kita merasa senang, sedih dan lain sebagainya. Terlalu singkat hidup ini bila kita lewati dengan melakukan ketidak benaran berdasarkan kitab suci weda dan alangkah mulianya bila kita mampu melaksanakan nilai-nilai dharma dalam kehidupan kita seraya terus melakukan koreksi dan perbaikan diri untuk menjadi manusia yang semakin hari semakin lebih baik.
Bapak dan ibu umat sedharma yang berbahagia
Kehadiran kita pada malam yang suci ini bukanlah satu hal yang kebetulan namun berdasarkan karmawasana kita sebagai umat hindu untuk melaksanakan bhakti ditengah kesibukan kita bekerja, ditengah himpitan ekonomi dan tantangan lainya. Mari kita bersama-sama berusaha untuk menyadarkan diri kita bahwa kita sebagai manusia mulia yang mampu menolong diri dari kesengsaraan hidup. Tidak ada karang yang kokoh bila tidak digempur ombak yang dhasyat, artinya tidak ada manusia yang kua bila tidak menemui tantangan dan rintangan dalam hidupnya.
Terimakasih banyak, tiada gading yang retak. Mohon maaf bila ada kekeliruan dalam bertutur kata sebab saya hanya insan biasa, semoga pikiran yang baik senantiasa datang dari segala penjuru. Semoga bermanfaat dan saya akhiri pesan dharma ini dengan menghaturkan puja parama santih, om santih, santih, santih om.
Komentar
Posting Komentar