Langsung ke konten utama

Tempat Suci Agama Hindu

        


        Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam melakukan kewajiban beragama, salah satunya adalah Tempat Suci. Tempat Suci bagi Umat Hindu disebut Purayang berasal dari kata Puryang artinya benteng. Benteng yang dimaksud adalah sebagai tempat memuja ke Maha Kuasaan Beliau dalam memberikan perlindungan kepada umatnya. Sebagai anak yang baik apabila diajak pergi ke sebuah Tempat Suci/Pura tanyakan kepada Bapak/Ibu Guru kalian atau orang tuamu mengenai nama Pura tersebut dan yang berstana di Pura itu. 


        Dalam mempelajari Tempat Suci/pura, kamu akan diajak untuk memahami: Tri Mandala, jenis-jenis Tempat Suci, syarat memasuki Tempat Suci, mengenal dan melihat gambar-gambar Tempat Suci dari beberapa daerah di Indonesia, serta menyebutkan fungsi Tempat Suci bagi umat Hindu.

  • Menghargai Tempat Suci Dalam Agama Hindu

        Tempat Suci (pura) bagi umat Hindu adalah suatu tempat yang disucikan, dikeramatkan, sebagai tempat pemujaan bagi umat beragama. Salah satu di antaranya merupakan tempat melakukan upacara Yajña yang disesuaikan dengan Desa, Kala, dan Patra. Pura berasal dari kata pur yang artinya benteng atau tempat berlindung. Pura sebagai tempat berlindung karena umat Hindu merasa wajib untuk melakukan pemujaan di Pura, untuk memohon keselamatan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena Pura sebagai tempat pemujaan dan sebagai tempat berlindung, maka 
setiap Pura wajib dijaga dan dipelihara oleh umat Hindu di mana Pura itu berada. Memelihara Pura adalah tanggung jawab sebagai umat Hindu. 
Melestarikan Pura maksudnya adalah memelihara dan, melaksanakan Upacara Yajña yang disesuaikan dengan Desa, Kala, dan Patra. Desa artinya tempat, yaitu tempat dibangunnya sebuah Pura. Kala artinya sama dengan waktu, kapan upacara itu dilaksanakan. Patra artinya keadaan, dalam keadaan bagaimana upacara itu dilaksanakan oleh desa atau masyarakat penanggung jawab itu.
Pelaksanaan upacara di masing-masing Tempat Suci atau Pura yang ada di Bali khususnya ataupun di Indonesia pada umumnya terkadang ada perbedaan, namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mohon keselamatan lahir dan bathin.

  • Menunjukkan Perilaku Bertanggung Jawab untuk Menjaga 

       Tempat Suci/pura merupakan tempat yang wajib disucikan oleh umat  Hindu. Sebagai umat beragama Hindu memiliki rasa bertanggung jawab untuk menjaga dan melesatrikan setiap Tempat Suci yang dibangun dan telah dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan ritual keagamaan sesuai dengan situasi dan kondisi dimana Tempat Suci itu dibangun. Seperti apakah tanggung jawab tersebut? Agar kamu memahami wujud tanggung jawab untuk melestarikan Tempat Suci, antara lain
1. membangun Tempat Suci dengan dasar hati yang tulus iklas sesuai dengan fungsinya;
2. dimanfaatkan sebagai tempat upacara yajña, pasraman, dharma wacana;
3. dijaga dan dilestarikan agar tetap aman dan nyaman sebagai tempat sembahyang.

  • Syarat-syarat Masuk Tempat Suci
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Berpakaian yang sopan, bersih dan rapi.
3. Tidak dalam cuntaka/kotor baik cuntaka yang disebabkan oleh diri sendiri maupun cuntaka disebabkan  oleh orang lain.
        
        Cuntaka yang disebabkan oleh diri sendiri misalnya sedang dalam keadaan datang bulan bagi kaum wanita, setelah melahirkan atau sedang dalam keadaan keguguran. Sedangkan cuntaka yang disebabkan oleh orang lain misalnya ada keluarga yang meninggal, atau tetangga dekat, warga desa yang dalam keadaan berduka cita atau meninggal. Persyaratan seperti tersebut wajib kita patuhi dan lestarikan agar kesucian Pura sebagai Tempat Suci tetap terjaga. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam membangun Tempat Suci diantaranya adalah:
Tri Mandala berasal dari kata tri dan kata mandala. Tri artinya tiga dan mandala artinya  tempat.  Jadi, Tri Mandala artinya tiga tempat untuk melakukan  kegiatan pada saat pelaksanaan upacara di sebuah Pura. Secara konseptual etika, Nista Mandala adalah areal Pura yang paling di bawah atau paling di  luar.  Di  sini  merupakan  tempat  melakukan persiapan-persiapan Yajña seperti membuat penjor, membuat lapan sehingga mungkin saja masih ada suara-suara yang keras dan pembicaraan-pembicaraan yang humoris untuk menghilangkan rasa lelah saat bekerja. Terkait dengan pelaksanaan Upacara Yajña Nista Mandala/  Kanista Mandala adalah tempat pelaksanaan Pecaruan (Bhuta yajña) sebab kalau dikaitkan dengan Bhuana Alit, Nista Mandala sama dengan kaki. Kemudian akan memasuki Madya Mandala yaitu halaman tengah biasanya terdapat bangunan berupa Apit Surang (Candi Bentar). Bangunan ini berfungsi sebagai pemutus pikiran- pikiran kotor atau cuntaka yang mungkin masih melekat pada saat kita pergi ke Pura. Setelah sampai di Madya Mandala biasanya kita jumpai taritarian yang bersifat sakral seperti Tari Baris Gede, Tari Rejang Dewa, Tari Topeng Sidhakarya, Wayang Sudha  Mala/Wayang  Lemah, yang berfungsi untuk menghibur dan mensucikan pikiran kita akan masuk ke Utama Mandala. Secara Umum pintu masuk Utama Mandala biasanya berupa Candi Gelung.  Candi Gelung berfungsi untuk memulai pemusatan pikiran. Pada Utama Mandala adalah tempat melaksanakan pemujaan terhadap Ista Dewata yaitu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan yang berstana 
di Pura tersebut. 
        Pada Utama Mandala terdapat bangunan suci berupa: 
Padmasana ada yang berbentuk Candi, Meru, Gedong dan sebagainya sesuai dengan Ista Dewata yang di puja di sana, karena tempat memuja Ista Dewata, maka kita wajib merubah segala perilaku yang kurang sopan menuju perilaku yang suci dan sopan seperti berpikir yang suci, berbicara yang suci, serta berbuat yang suci pula.

  •         Tri Mandala Pura
1. Utama Mandala:
Tempat yang paling utama untuk melakukan pemujaan terhadap Ista Dewata/manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa). Pada Utama Mandala ini kita dapat mendengarkan lagu pemujaan dari Pemangku dalam memimpin umat melakukan persembahyangan kehadapan Ista Dewata, dan ucapan Japa Veda dari Sulinggihyang diiringi dengan suara Bajra, dan suara Kidung yang mengalun merdu seolah-olah mengantarkan doa kita.
2. Madya  Mandala:
Tempat yang berada di tengah setelah Nista Mandala dan sebelum Utama Mandala, Yajña, seperti tari Rejang Dewa, Baris Gede, Wayang Lemah, Topeng Sidha Karya, bermanfaat untuk Wali Yajña, dan hiburan.
3. Nista Mandala:
Tempat yang paling di luar pada areal Pura. Nista/ Kanista Mandala sebagai tempat melakukan Upacara Bhuta Yajña (pecaruan) yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala. Pada Nista Mandala juga terdapat bangunan Bale Kulkul dan Wantilan.

#tempatsuciagamahindu #pura #trimandala

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.

          Pada jaman dahulu Desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan sebagai daerah tujuan Transmigrasi pada tahun 1963 dan pada tahun itu juga diberi nama Desa Balinuraga di bawah wilayah Kecamatan Kalianda. Pada tanggal 27 September 1967 Dinas Transmigrasi menempatkan 4 empat roambongan peserta Transmigrasi yang ditempatkan di Balinuraga. Rombongan tersebut adalah sebagai berikut: 1 Sidorahayu diketuai oleh Pan Sudiartana yang berjumlah 250 KK 2 Sukanadi diketuai oleh Pan Kedas yang berjumlah 75 KK 3 Pandearge diketuai oleh Made Gedah yang berjumlah 175 KK 4 Rengas diketuai oleh Oyok yang berjumlah 40 KK Dan tahun 1963-1965 wilayah ini belum mempunyai struktur Pemerintah Desa.            Segala administrasi masih ditangani oleh Jawatan transmigrasi. Mangku Siman, untuk mengordinir rombongan-rombongan trasnmigrasi Mangku Siman sebagai ketua rombongan seluruhnya. Pada tahun 1965 barulah perangk...

Catur Warna dalam Agama Hindu

  Pemahaman tentang Catur Varna dapat dijelaskan berdasarkan sastra drstha. Yang dimaksud pemahaman Catur Varna berdasarkan sastra drstha adalah pemahaman yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian tentang Catur Varna menurut yang tersurat dalam kitab suci, sebagai berikuti; Bhagavadgita IV.13  cātur-varṇyaḿ mayā sṛṣṭaḿ guṇa-karma-vibhāgaśaḥ tasya kartāram api māḿ viddhy akartāram avyayam Terjemahan: Catur Warna aku ciptakan menurut pembagian dari guna dan karma  (sifat dan pekerjaan). Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah  aku mengatasi gerak dan perubahan (Puja, 2000). Pengertian Catur Varna           Kata “Catur Varna” dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata ‘catur dan varna’. Kata catur berarti empat . Kata varna berasal dari akar kata Vri yang berarti pilihan atau memilih lapanagan kerja. Dengan demikian catur varna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang cocok untuk pribadiny...

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam...