ASN dan Nilai-nilai Dharma Negara dalam Hindu

Gambar
        ASN adalah salah suatu pekerjaan yang didambakan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tak terkecuali generasi muda Hindu yang turut berpartisipasi dalam mengabdi pada bangsa dan negara. Sehingga perlu untuk melampirkan tulisan ini sebagai bentuk syukur atas waranugraha dan kesempatan yang baik dalam melaksanakan karma dan bhakti sebagai manusia.        Dalam pandangan Hindu, konsep Dharma tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga memandang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan administrasi negara. Dharma Negara, atau tata pemerintahan yang diatur oleh prinsip-prinsip moral dan etika, menjadi landasan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Bagaimana pandangan Hindu menggambarkan ideal ASN sebagai penerapan nilai-nilai Dharma Negara?  (Dokumen Pribadi)           Dalam tradisi Hindu, Dharma mengacu pada kewajiban moral dan etika yang mengatur perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan. Dharma juga mencakup konsep tata tertib dan

Cerita Kepemimpinan dalam agama hindu (Kisah Yudistira)

        Cerita Kepemimpinan Yudhistira Pada  suatu hari, Pandu mengutarakan niatnya  ingin  memiliki  anak.  Kunti yang  menguasai  mantra  Adityahredaya, atas  anugerah  rsi  Durvasa segera  mewujudkan  keinginan  suaminya  tesebut.  Mantra  tersebut adalah  ilmu  untuk  pemanggil  dewa  untuk  mendapatkan  putera. 





        Dengan  menggunakan  mantra  itu, Kunti  berhasil  mendatangkan  Dewa Dharma.  Kunti  pun  mendapatkan anugerah  putera  darinya  tanpa  melalui hubungan badan. Putra tersebut diberi nama Yudhistira. 

        Dengan demikian, Yudhistira menjadi putera sulung Pandu, sebagai hasil pemberian  Dharma,  yaitu  dewa  keadilan  dan  kebijaksanaan.  Sifat  Dharma itulah yang kemudian diwarisi oleh Yudhistira sepanjang hidupnya. Yudhistira alias  Dharmawangsa,  merupakan  seorang  raja  yang  memerintah  kerajaan Kuru,  dengan  pusat  pemerintahan  di  Hastinapura.  Ia  adalah  yang  tertua  di antara lima Pandawa, atau para putra Pandu. Nama Yudhistira dalam bahasa Sanskerta bermakna “teguh atau kokoh dalam peperangan.” Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna “Raja Dharma,” karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidup-nya. Delapan nama Yudhistira atau julukan yang dikenal dalam cerita adalah sebagai berikut:

1. Ajatasatru,yaitu tidak memiliki musuh.

2. Bharata,ialah keturunan Maharaja Bharata.

3. Dharmawangsaatau Dharmaputra, “keturunan Dewa Dharma.”

4. Kurumukhya, “pemuka bangsa Kuru.”

5. Kurunandana, “kesayangan Dinasti Kuru.”

6. Kurupati, “raja Dinasti Kuru.”

7. Pandawa, “putra Pandu”.

8. Partha, “putra Prita atau Kunti”.

Selain  delapan  nama  julukan  tersebut,  ada  empat  nama  julukan  yang dikenal dalam cerita pewayangan antara lain:

1.  Puntadewa, “derajat keluhurannya setara para dewa,”

2. Yudhistira, “pandai memerangi nafsu pribadi,”

3. Gunatalikrama, “pandai bertutur bahasa,”

4. Samiaji,“menghormati orang lain bagai diri sendiri.”

        Selanjutnya, terjadi pernikahan antara Pandawa dengan Drupadi. Setelah itu  para  Pandawa  kembali  ke  Hastinapura  dan  memperoleh  sambutan  luar biasa, kecuali dari pihak Duryodana. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas tahta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut. Korawa yang licik mendapatkan  Istana  Hastinapura,  sedangkan  Pandawa  mendapatkan  hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru. Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker, namun para Pandawa mau menerima wilayah tersebut. Selain wilayahnya yang luas hampir setengah wilayah Kerajaan Kuru, Kandawaprastha juga merupakan ibu kota Kerajaan Kuru yang dulu, sebelum Hastinapura. Para Pandawa dibantu sepupu mereka, yaitu Kresna dan Baladewa berhasil membuka Kandawaprastha menjadi pemukiman baru.

    Para Pandawa kemudian memperoleh bantuan dari Wiswakarma, yaitu ahli bangunan dari kahyangan, dan juga  Anggaraparnadari Bangsa Gandharwa. Dengan bantuan tersebut, sehingga terciptalah sebuah istana megah dan indah bernama  Indraprastha,  yang  bermakna  “Kota  Dewa  Indra”.  Dalam  versi pewayangan Jawa, nama Indraprastha lebih terkenal dengan sebutan Kerajaan Amarta. Menurut versi ini, hutan yang dibuka para Pandawa bukan bernama Kandawaprastha, melainkan bernama Wanamarta. Versi Jawa mengisahkan, setelah  sayembara  Dropadi,  para  Pandawa  tidak  kembali  ke  Hastinapura melainkan  menuju  kerajaan  Wirata,  tempat  kerabat  mereka  yang  bernama Prabu  Matsyapati  berkuasa.  Matsyapati  yang  bersimpati  pada  pengalaman Pandawa  menyarankan  agar  mereka  membuka  kawasan  hutan  tak  bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan Wanamarta dihuni oleh berbagai makhluk halus. 

        Pekerjaan  Pandawa  dalam  membuka  hutan  tersebut  mengalami  banyak rintangan. Akhirnya  setelah  melalui  suatu  percakapan,  para  makhluk  halus merelakan  Wanamarta  kepada  para  Pandawa.  Prabu  Yudhistira  kemudian memindahkan istana Amarta dari alam jin ke alam nyata untuk dihuni para Pandawa. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa. Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat  adiknya.  Untuk  mengenang  dan  menghormati  raja  jin  yang  telah memberinya istana, Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudhistira. 

        Setelah menjadi Raja Amarta, Puntadewa atau Yudhistira berusaha keras untuk  memakmurkan  negaranya.  Konon  terdengar  berita  bahwa  barang siapa yang dapat menikahi puteri Kerajaan Slagahima yang bernama Dewi Kuntulwinanten,  maka  negeri  tempat  ia  tinggal  akan  menjadi  makmur  dan sejahtera.  Puntadewa  sendiri  telah  memutuskan  untuk  memiliki  seorang 

istri  saja.  Namun  karena  Dropadi  mengizinkannya  menikah  lagi  demi  kemakmuran negara, maka ia pun berangkat menuju Kerajaan Slagahima. Di istana  Slagahima  telah  berkumpul  sekian  banyak  raja  dan  pangeran  yang datang  melamar  Kuntulwinanten.  Namun  sang  puteri  hanya  sudi  menikah dengan  seseorang  yang  berhati  suci,  dan  ia  menemukan  kriteria  itu  dalam diri  Puntadewa.  Kemudian  Kuntulwinanten  tiba-tiba  musnah  dan  menyatu ke  dalam  diri  Puntadewa.  Sebenarnya  Kuntulwinanten bukan  manusia  asli, melainkan wujud penjelmaan anugerah dewata untuk seorang raja adil yang hanya memikirkan kesejahteraan negaranya (Subramanyam, 2007). 

        Dari  cerita  di  atas,  kita  dapat  melihat  bahwa Yudhistira  adalah  seorang pemimpin  yang  mengutamakan  kepentingan  umum.  Yudhistira  merupakan salah satu dari sedikit Raja yang mendapatkan gelar Maharaja, yaitu rajanya para raja. Gelar ini diperoleh setelah saudaranya, Bima, berhasil menaklukan Maharaja Jasaranda dalam duel sengit. Yudhistira dapat dikatakan jarang ikut turun dalam medan laga dibanding saudara-saudaranya, namun kemampuannya dalam memimpin pemerintahan tidak diragukan lagi. Indraprasta kerajaan yang dipimpinnya  (setelah  Destarata  membagi  Hastinapura  menjadi  dua  bagian untuk Pandawa dan Kurawa), menjadi negeri yang melimpah kekayaannya. Yudhistira  memiliki  kemampuan,  pemikiran,  dan  perencanaan  yang  sangat baik  dalam  membangun  pemerintahan  maupun  strategi  perang.  Yudhistira juga  seorang  yang  berpikir  singkat  namun  pemikirannya  tersebut  memiliki efek jangka panjang. Hal ini tak lepas dari segala pengetahuan yang sangat luas yang dimiliki olehnya.


#agamahindu

#yudistira

#mahabharata

#materiagamahindu

#penyuluhagamahindu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stah Dharma Nusantara Jakarta Melaksanakan Kegiatan Pembinaan Pasraman

Kegiatan KKG dan MGMP di DKI Jakarta

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.