Tujuan tertinggi dalam ajaran Hindu yang diharapkan dapat tercapai bagi semua mahluk adalah “moksartham jagadhita ya ca iti dharma”, yang berarti –“melalui ajaran dharma kita berupaya meraih pembebasan dari roda samsara [moksartham] serta mewujudkan keharmonisan alam semesta [jagadhita]”-. Ini berarti bahwa dalam ajaran Hindu kita manusia tidak semata-mata hanya memfokuskan diri pada upaya meraih pembebasan dari siklus samsara [mokshartham], tapi juga ada satu tugas pokok lainnya, yaitu dengan dasar belas kasih kita berkarma baik menjaga keseimbangan dan keharmonisan kosmos atau alam semesta [jagadhita]. Karena di dalam kedua upaya inilah ada kekuatan spiritual semesta yang sempurna, yang berguna bagi kebahagiaan semua mahluk.
Sehingga Hindu Dharma di Nusantara identik dengan mebanten atau memberikan persembahan. Misalnya di Pulau Bali, selama ribuan tahun setiap harinya jutaan persembahan yang dihaturkan. Ini bukannya tidak ada hasil atau dampaknya. Bali adalah pulau yang sarat dengan getaran energi ketenangan dan kedamaian. Orang-orang luar Bali yang datang ke Bali banyak yang merasakan perbedaan suasana yang dirasakan di Bali.
Merasakan ketenangan dan kedamaian yang nyaman. Salah satu rahasianya adalah karena orang Bali sangat rajin menghaturkan persembahan. Kehidupan manusia tentunya penuh dengan dinamika. Ada riak-riak perjalanan kehidupan yang menimbulkan kemarahan, kesedihan, kekecewaan, kebencian, keserakahan, ketidak-puasan, konflik, stress, dsbnya. Ini semuanya akan menghasilkan dan menyebarkan getaran energi seperti apa yang dipikirkan dan dirasakan manusia.
Semakin besar hiruk-pikuk atau pertikaian manusia di suatu tempat, maka semakin besarlah getaran energi buruk yang dihasilkan dan disebarkan. Semakin padat jumlah penduduk di suatu tempat, maka semakin besarlah getaran energi buruk yang dihasilkan dan disebarkan. Demikian juga bila secara niskala di suatu tempat, karena sebab-sebab tertentu energinya cenderung sangat buruk, maka besarlah juga getaran energi yang dihasilkan dan disebarkan.
Alam semesta ini tidak dapat dipisahkan dengan unsur sekala dan niskala. Sekala adalah alam material atau alam fisik ini yang dapat dirasakan langsung keberadaannya dengan indriya-indriya biasa, sedangkan niskala adalah alam halus yang tidak dapat dirasakan dengan indriya-indriya biasa. Di dalam menata berbagai aspek kehidupan, harus ada keseimbangan antara sekala dan niskala. Sehingga dalam ajaran Hindu sangat banyak mengajarkan tentang membangun kehidupan yang seimbang itu, mendorong manusia agar membangun kehidupan harmonis baik secara sekala maupun niskala.
Tradisi spiritual yang diwariskan leluhur kita di Bali dan Nusantara, dalam setiap putaran waktu yang sakral kita melaksanakan berbagai macam upacara sebagai bagian dari jagadhita dharma. Ada banyak putaran waktu sakral dengan kondisi masing-masing yang memiliki siklus 15 hari sekali, sebulan sekali, 6 bulan sekali, 1 tahun sekali, 5 tahun sekali, 10 tahun sekali, 25 tahun sekali, 100 tahun sekali, sampai dengan 1.000 tahun sekali.
Upaya jagadhita dharma ini tidak saja kita lakukan di pura-pura sebagai parahyangan suci, tapi juga di lingkungan kita masing-masing dengan cara mebanten, untuk mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan getaran energi yang ada di sekitar kita. Dan semua upaya ini bukan tidak ada efeknya. Bagi orang-orang yang mata spiritual-nya sudah terbuka, akan dapat melihat getaran energi kosmik kesucian dan kedamaian di Pulau Bali sungguh luar biasa. Karena semua orang Bali secara bersama-sama menjaga keseimbangan-keharmonisan alam semesta baik secara sekala maupun secara niskala. Secara spiritual hal ini luar biasa terangnya.
Sebab utama mengapa di jaman sekarang dunia ini semakin kacau dan memanas, karena hampir semua manusia ke semua arah bersikap hanya mau mengambil, mengambil dan mengambil saja, tanpa pernah memberikan kembali. Akibatnya alam menjadi seperti sumur dimana manusianya hanya mau mengambil, mengambil dan mengambil airnya saja, yang memberikan dampak kehidupan manusia menjadi kering kerontang.
Sehingga kehidupan memerlukan banyak sekali manusia yang bersedia melakukan upaya mengembalikan getaran energi alam ke posisi semulanya. Orang-orang seperti inilah yang mengisi ulang sumur-sumur kedamaian getaran energi alam semesta. Dengan melaksanakan jagadhita dharma untuk mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan getaran energi alam semesta.
Melalui upaya ini tidak hanya alam semesta yang dihidupkan getaran energi kosmik-nya yang positif, tapi juga pikiran manusianya sendiri juga diterangi. Sehingga masyarakat perasaan dan perilakunya cenderung menjadi toleran, sejuk dan damai. Disanalah terwujud jagadhita atau harmoni kosmik alam semesta. Kalau kita tidak menjaga keseimbangan-keharmonisan alam semesta secara sekala dan secara niskala maka konsekuensinya akan sangat besar. Karena jika keseimbangan kosmik terganggu sudah pasti yang akan datang adalah kekacauan dan kesengsaraan. Sebaliknya jika kita menjaga keseimbangan-keharmonisan alam semesta, manusia dan para mahluk akan banyak sekali diselamatkan dari kekacauan dan kesengsaraan.
Dalam berbagai macam upaya jagadhita dharma ini, sesungguhnya dibalik semua upaya ini ada rahasia dan tujuan mulia, yaitu :
1. Untuk menjaga keterhubungan manusia dengan alam-alam mahasuci. Ini agak sulit menjelaskannya dan bersifat rahasia.
2. Untuk menjaga keharmonisan getaran energi kosmik alam.
Ini yang akan membuat alam memancarkan getaran energi positif, sehingga hati para mahluk menjadi tenang dan damai. Itu sebabnya mengapa di tempat-tempat dimana manusia jarang mebanten dan melaksanakan upacara seperti di Bali, akan terasa hawa atau getaran energi alam yang kering dari kedamaian.
3. Persembahan merupakan perwujudan niskala dari rasa belas kasih dan rasa terimakasih kita, ke semua mahluk dan ke semua arah alam semesta.
Segala yang kita dapatkan dalam hidup ini, kita kembalikan ke semua mahluk dan ke semua arah alam semesta dalam bentuk persembahan. Ini termasuk juga untuk mahluk-mahluk alam bawah, sebagaimana yang diajarkan oleh ajaran Hindu Dharma, kita harus penuh kebaikan hati memberi mereka tempat dan ruang, menghaturkan segehan kepada mereka dan sekaligus terus-menerus mendoakan mereka agar mereka bisa keluar dari alam-alam bawah. Yang pada akhirnya semuanya menghasikan dampak positif yang akan kembali kepada diri kita sendiri.
4. Mengikuti dinamika hukum alam semesta, yaitu apa yang kita berikan atau persembahkan, pasti akan kembali lagi kepada diri kita sendiri. Dimana dalam hal ini, kalau persembahan kita tulus dan murni, pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan.
5. Salah satu niat leluhur kita di balik tradisi yang terselip di dalam mebanten dan melaksanakan upacara adalah sebagai sarana mendidik masyarakat melaksanakan dharma. Karena sesungguhnya ada ajaran suci rahasia yang disembunyikan di balik simbol-simbol dalam upacara.
6. Getaran energi tempat-tempat suci dan hati manusia tidak akan menjadi kering, karena ketika berdoa tidak hanya meminta dan meminta saja, tapi juga diseimbangkan dengan memberikan.
Hal ini sekaligus juga mengikuti norma-norma alam mahasuci, yaitu kalau ada orang yang menghaturkan persembahan dan persembahannya itu tulus dan murni, sudah selayaknya orang tersebut mendapatkan imbal-balik berupa karunia tertentu.
7. Untuk selalu mengingatkan kita agar memiliki tingkat pengendalian diri yang lebih baik dari biasanya.
Bisa dikatakan bahwa landasan pokok dari jagadhita dharma adalah perwujudan rasa terimakasih, rasa hormat, rasa belas kasih dan kebaikan, ke semua arah dan ke tri loka [semua dimensi alam semesta]. Karena kita semua adalah jejaring kosmik yang tunggal. Caranya adalah dengan melaksanakan jagadhita dharma untuk membangun harmoni kosmik alam semesta. Ini sesungguhnya tidak merupakan tugas dan kewajiban beberapa orang saja, melainkan tugas dan kewajiban seluruh manusia. Semua manusia punya kewajiban menjalankan jagadhita dharma demi harmoni kosmik alam semesta di sekeliling kita, yang berguna bagi semua mahluk.
Tulisan ini adalah panduan ringkas mebanten untuk kita di lingkungan kita masing-masing. Agar mebanten sebagai ajaran jagadhita dharma yang diwariskan para leluhur kita di Bali dan Nusantara bisa tetap terlaksana dengan baik di jaman sekarang. Sehingga ada beberapa hal yang harus disegarkan dan diingatkan kembali.
Komentar
Posting Komentar