Langsung ke konten utama

Tujuan Mebanten dalam Hindu

(https://www.google.com/search?q=cewe+bali+cantik&sxsrf=AOaemvKr31fGzo6-ZSYF4Uv2Dr_GB5lz8g:1635958784235&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiH4M2x1fzzAhVTeH0KHfaTDGwQ_AUoAXoECAEQAw&biw=1362&bih=666&dpr=1#imgrc=cOLd2PnzXxEK2M)

        Tujuan tertinggi dalam ajaran Hindu yang diharapkan dapat tercapai bagi semua mahluk adalah “moksartham jagadhita ya ca iti dharma”, yang berarti  –“melalui  ajaran  dharma  kita  berupaya  meraih  pembebasan  dari roda  samsara [moksartham] serta mewujudkan keharmonisan alam semesta [jagadhita]”-. Ini berarti bahwa dalam ajaran Hindu kita manusia tidak  semata-mata hanya memfokuskan diri pada upaya meraih pembebasan dari siklus samsara [mokshartham], tapi juga ada satu tugas pokok lainnya, yaitu dengan dasar belas  kasih  kita  berkarma  baik  menjaga  keseimbangan  dan  keharmonisan kosmos atau alam semesta [jagadhita]. Karena di dalam kedua upaya inilah ada  kekuatan  spiritual  semesta  yang  sempurna,  yang  berguna  bagi kebahagiaan semua mahluk.

        Sehingga Hindu Dharma di Nusantara identik dengan mebanten atau memberikan  persembahan.  Misalnya  di  Pulau  Bali,  selama  ribuan  tahun setiap harinya jutaan persembahan yang dihaturkan.  Ini bukannya tidak ada hasil atau dampaknya.  Bali adalah pulau yang sarat dengan getaran energi ketenangan  dan  kedamaian.  Orang-orang  luar  Bali  yang  datang  ke  Bali banyak  yang  merasakan   perbedaan  suasana  yang  dirasakan  di  Bali. 

        Merasakan ketenangan dan kedamaian yang nyaman.  Salah satu rahasianya adalah karena orang Bali sangat rajin menghaturkan persembahan. Kehidupan  manusia  tentunya  penuh  dengan dinamika.  Ada  riak-riak perjalanan  kehidupan  yang  menimbulkan  kemarahan,  kesedihan, kekecewaan,  kebencian,  keserakahan,  ketidak-puasan,  konflik,  stress,  dsbnya.  Ini  semuanya  akan menghasilkan  dan  menyebarkan  getaran  energi seperti apa yang dipikirkan dan dirasakan manusia.

        Semakin  besar  hiruk-pikuk  atau  pertikaian  manusia  di  suatu  tempat, maka semakin besarlah getaran energi buruk yang dihasilkan dan disebarkan. Semakin  padat  jumlah  penduduk  di  suatu  tempat,  maka  semakin  besarlah getaran  energi  buruk  yang  dihasilkan  dan  disebarkan.  Demikian  juga  bila secara  niskala  di  suatu  tempat,  karena  sebab-sebab  tertentu  energinya cenderung sangat buruk, maka  besarlah juga getaran energi yang dihasilkan dan disebarkan.

        Alam  semesta  ini  tidak  dapat  dipisahkan  dengan  unsur  sekala  dan niskala. Sekala adalah alam material atau alam fisik ini yang dapat dirasakan langsung  keberadaannya  dengan  indriya-indriya  biasa,  sedangkan  niskala adalah alam halus yang tidak dapat dirasakan dengan indriya-indriya biasa. Di dalam menata berbagai aspek kehidupan, harus ada keseimbangan antara  sekala dan niskala. Sehingga dalam ajaran Hindu sangat banyak mengajarkan tentang  membangun  kehidupan  yang  seimbang  itu,  mendorong  manusia agar membangun kehidupan harmonis baik secara sekala maupun niskala. 

        Tradisi  spiritual  yang  diwariskan  leluhur  kita  di  Bali  dan  Nusantara, dalam setiap putaran waktu yang sakral kita  melaksanakan  berbagai macam upacara sebagai bagian dari  jagadhita dharma. Ada banyak putaran waktu sakral  dengan  kondisi  masing-masing  yang  memiliki  siklus  15  hari  sekali, sebulan sekali, 6 bulan sekali, 1 tahun sekali, 5 tahun sekali, 10 tahun sekali, 25 tahun sekali, 100 tahun sekali, sampai dengan 1.000 tahun sekali.

        Upaya  jagadhita  dharma  ini  tidak  saja  kita  lakukan  di  pura-pura sebagai parahyangan suci, tapi juga di lingkungan kita masing-masing dengan cara  mebanten,  untuk  mengembalikan keseimbangan  dan  keharmonisan getaran energi yang ada di sekitar kita. Dan semua upaya ini bukan  tidak ada efeknya. Bagi orang-orang yang mata spiritual-nya sudah terbuka, akan dapat melihat getaran energi kosmik  kesucian  dan  kedamaian  di  Pulau  Bali  sungguh  luar  biasa.  Karena  semua orang  Bali  secara bersama-sama menjaga keseimbangan-keharmonisan alam semesta baik secara sekala maupun secara niskala. Secara spiritual hal ini luar biasa terangnya.

        Sebab utama mengapa di jaman sekarang dunia ini semakin kacau dan memanas, karena hampir semua manusia ke semua arah bersikap hanya mau mengambil,  mengambil  dan  mengambil  saja,  tanpa  pernah  memberikan kembali. Akibatnya alam menjadi seperti sumur dimana manusianya hanya mau mengambil, mengambil dan mengambil airnya saja, yang memberikan dampak kehidupan manusia menjadi kering kerontang.

        Sehingga kehidupan memerlukan banyak sekali  manusia  yang  bersedia melakukan upaya  mengembalikan getaran energi alam ke posisi semulanya. Orang-orang  seperti  inilah  yang  mengisi  ulang  sumur-sumur  kedamaian getaran energi alam  semesta.  Dengan melaksanakan jagadhita dharma untuk mengembalikan  keseimbangan  dan  keharmonisan  getaran  energi  alam semesta.

        Melalui upaya ini tidak hanya alam semesta yang dihidupkan getaran  energi  kosmik-nya  yang  positif,  tapi  juga  pikiran  manusianya  sendiri  juga diterangi. Sehingga masyarakat perasaan dan perilakunya cenderung menjadi toleran,  sejuk  dan  damai.  Disanalah  terwujud  jagadhita  atau  harmoni kosmik alam semesta. Kalau  kita  tidak  menjaga  keseimbangan-keharmonisan  alam  semesta secara  sekala  dan  secara  niskala  maka  konsekuensinya  akan  sangat  besar. Karena jika keseimbangan kosmik terganggu sudah pasti yang akan datang adalah  kekacauan  dan  kesengsaraan.  Sebaliknya  jika  kita  menjaga keseimbangan-keharmonisan alam semesta,  manusia dan para mahluk akan banyak sekali diselamatkan dari kekacauan dan kesengsaraan.

        Dalam  berbagai  macam  upaya  jagadhita  dharma  ini,  sesungguhnya dibalik semua upaya ini ada rahasia dan tujuan mulia, yaitu :

1. Untuk menjaga keterhubungan manusia dengan alam-alam mahasuci.  Ini agak sulit menjelaskannya      dan bersifat rahasia.

2. Untuk menjaga keharmonisan getaran energi kosmik alam.

        Ini  yang  akan  membuat  alam  memancarkan  getaran  energi  positif, sehingga  hati  para  mahluk  menjadi  tenang  dan  damai.  Itu  sebabnya mengapa  di  tempat-tempat  dimana  manusia  jarang  mebanten  dan melaksanakan upacara  seperti di Bali, akan terasa hawa atau  getaran energi alam yang kering dari kedamaian.

3.  Persembahan  merupakan  perwujudan  niskala  dari  rasa  belas  kasih  dan rasa terimakasih kita, ke       semua mahluk dan ke semua arah alam semesta. 

        Segala  yang  kita  dapatkan  dalam  hidup  ini,  kita  kembalikan  ke semua mahluk dan ke semua arah alam semesta dalam bentuk persembahan. Ini  termasuk  juga  untuk  mahluk-mahluk  alam  bawah,  sebagaimana  yang diajarkan  oleh  ajaran  Hindu  Dharma,  kita  harus  penuh  kebaikan  hati memberi mereka tempat dan ruang, menghaturkan segehan  kepada mereka dan  sekaligus  terus-menerus  mendoakan  mereka  agar  mereka  bisa  keluar dari alam-alam bawah. Yang pada akhirnya semuanya menghasikan dampak positif yang akan kembali kepada diri kita sendiri.

4.  Mengikuti  dinamika  hukum  alam  semesta,  yaitu  apa  yang  kita  berikan atau persembahkan,             pasti akan kembali lagi kepada diri kita sendiri.  Dimana dalam hal ini, kalau persembahan kita             tulus   dan murni, pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk tercapainya kemakmuran dan                 kesejahteraan.

5.  Salah  satu  niat  leluhur  kita  di  balik  tradisi  yang  terselip  di  dalam mebanten  dan                             melaksanakan  upacara  adalah  sebagai  sarana  mendidik masyarakat  melaksanakan  dharma.              Karena  sesungguhnya  ada  ajaran  suci rahasia yang disembunyikan di balik simbol-simbol dalam         upacara.

6.  Getaran energi tempat-tempat suci dan hati manusia tidak akan menjadi kering, karena ketika                 berdoa  tidak hanya meminta  dan meminta  saja,  tapi juga diseimbangkan dengan memberikan.

        Hal ini sekaligus juga mengikuti norma-norma alam mahasuci, yaitu kalau ada orang yang menghaturkan persembahan dan persembahannya itu tulus dan  murni,  sudah  selayaknya  orang  tersebut  mendapatkan  imbal-balik berupa karunia tertentu. 

7.  Untuk selalu mengingatkan kita  agar memiliki tingkat pengendalian diri yang lebih baik dari                 biasanya.

        Bisa  dikatakan  bahwa  landasan  pokok  dari  jagadhita  dharma  adalah perwujudan rasa terimakasih, rasa hormat, rasa belas kasih dan kebaikan, ke semua  arah  dan  ke  tri  loka  [semua  dimensi  alam  semesta].  Karena  kita semua  adalah  jejaring  kosmik  yang  tunggal.  Caranya  adalah  dengan melaksanakan  jagadhita  dharma  untuk  membangun  harmoni  kosmik  alam semesta. Ini sesungguhnya tidak merupakan tugas dan kewajiban beberapa orang saja, melainkan tugas dan kewajiban seluruh manusia. Semua manusia punya kewajiban menjalankan jagadhita dharma demi harmoni kosmik alam semesta di sekeliling kita, yang berguna bagi semua mahluk.

Tulisan ini adalah panduan ringkas mebanten untuk kita di lingkungan kita  masing-masing.  Agar  mebanten  sebagai  ajaran  jagadhita  dharma  yang diwariskan  para  leluhur  kita  di  Bali  dan  Nusantara  bisa  tetap  terlaksana dengan  baik  di  jaman  sekarang.  Sehingga  ada  beberapa  hal  yang  harus disegarkan dan diingatkan kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba