Langsung ke konten utama

Sembahyang dalam Agama Hindu (Matram dan Tata pelaksaanya)

Pada umumnya, sebelum melakukan persembahyangan baik dengan puja Trisandya maupun Panca Sembah  didahului dengan penyucian badan dan sarana persem-bahyangan. Urutannya sebagai berikut: 1. Duduk dengan tenang. 



Lakukan Pranayama dan setelah suasananya tenang ucapkan mantram ini: 

Om prasada sthiti sarira siwa suci nirmalàya namah swàha 

Artinya: Ya Tuhan, dalam wujud Hyang Siwa hamba Mu telah duduk tenang, suci dan tiada noda. 

2. Kalau tersedia air bersihkan tangan pakai air. Kalau tidak ada ambil bunga dan gosokkan Mari Bersembahyang pada kedua tangan. Lalu telapak tangan kanan ditengadahkan di atas tangan kiri dan ucapkan mantram: 

Om suddha màm swàha 

Artinya: Ya Tuhan, bersihkanlah tangan hamba (bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kanan).

Lalu, posisi tangan di balik. Kini tangan kiri ditengadahkan di atas tangan kanan dan ucapkan mantram: Om ati suddha màm swàha 

Artinya: Ya Tuhan, lebih dibersihkan lagi tangan hamba (bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kiri). 

3. Kalau tersedia air (maksudnya air dari rumah, bukan tirtha), lebih baik berkumur sambil mengucapkan mantram di dalam hati: 

Om Ang waktra parisuddmàm swàha atau lebih pendek: Om waktra suddhaya namah Artinya: Ya, Tuhan sucikanlah mulut hamba. 

4. Jika tersedia dupa, peganglah dupa yang sudah dinyalakan itu dengan sikap amusti, yakni tangan dicakupkan, kedua ibu jari menjepit pangkal dupa yang ditekan oleh telunjuk tangan kanan, dan ucapkan mantra: Om Am dupa dipàstraya nama swàha 

Artinya: Ya, Tuhan/Brahma tajamkanlah nyala dupa hamba sehingga sucilah sudah hamba seperti sinarMu. 

5. Setelah itu lakukanlah puja Trisandya. Jika memuja sendirian dan tidak hafal seluruh puja yang banyaknya enam bait itu, ucapkanlah mantram yang pertama saja (Mantram Gayatri) tetapi diulang sebanyak tiga kali. Mantram di bawah ini memakai ejaan sebenarnya, “v” dibaca mendekati “w”. Garis miring di atas huruf, dibaca lebih panjang. Permulaan mantram Om bisa diucapkan tiga kali, bisa juga sekali sebagaimana teks di bawah ini: 

Mantram Trisandhyà 

Om bhùr bhvah svah

tat savitur varenyam 

bhargo devasya dhimahi 

dhiyo yo nah pracodayàt 

Terjemahannya: Tuhan adalah bhùr svah. Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan Hyang Widhi, Semoga Ia berikan semangat pikiran kita. 

Om Nàràyana evedam sarvam

 yad bhùtam yac ca bhavyam 

niskalanko nirañjano nirvikalpo 

niràkhyàtah suddo deva eko 

Nàràyano na dvitìyo’sti kascit 

Terjemahan: Ya Tuhan, Nàràyana adalah semua ini apa yang telah ada dan apa yang akan ada, bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah dewa Nàràyana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua.

Om tvam sivah tvam 

mahàdevah ìsvarah paramesvarah 

brahmà visnusca rudrasca 

purusah parikìrtitah 

Terjemahan: Ya Tuhan, Engkau dipanggil Siwa, Mahàdewa, Iswara, Parameswara, Brahmà, Wisnu, Rudra, dan Purusa. 

Om pàpo’ham pàpakarmàham 

pàpàtmà pàpasambhavah 

tràhi màm pundarìkàksa 

sabàhyàbhyàntarah sucih 

Terjemahan: Ya Tuhan, hamba ini papa, perbuatan hamba papa, diri hamba ini papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba. 

Om ksamasva màm mahàdeva 

sarvapràni hitankara 

màm moca sarva pàpebyah 

pàlayasva sadà siva 

Terjemahan: Ya Tuhan, ampunilah hamba Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah hamba oh Hyang Widhi. 

Om ksàntavyah kàyiko dosah 

ksàntavyo vàciko mama 

ksàntavyo mànaso dosah 

tat pramàdàt ksamasva màm 

Om sàntih, sàntih, sàntih, Om 

Terjemahan: Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelahiran hamba. Ya Tuhan, semoga damai, damai, damai selamanya. 

 Setelah selesai memuja Trisandya dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin tadi sudah di rumah) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga atau kawangen yang akan dipakai muspa. 

Ambil bunga atau kawangen itu diangkat di hadapan dada dan ucapkan mantram ini: 

Om puspa dantà ya namah swàha 

Artinya: Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci.

 Kramaning Sembah (Panca Sembah) Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut: 

1. Dengan tangan kosong atau tanpa sarana bunga  (sembah puyung). Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini: 

Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha 

Artinya: Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba. 

2. Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram: 

Om Adityasyà param jyoti 

rakta tejo namo’stute 

sweta pankaja madhyastha 

bhàskaràya namo’stute 

Artinya: 

Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan. 

3. Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat: 

Om nama dewa adhisthanàya 

sarwa wyapi wai siwàya 

padmàsana eka pratisthàya 

ardhanareswaryai namo namah 

Artinya: Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja. 

4. Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memperlakukan bunga itu langsung sebagai waranugraha, jadi tidak “dilentikkan/dipersembahkan” tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah: 

Om anugraha manoharam 

dewa dattà nugrahaka 

arcanam sarwà pùjanam 

\namah sarwà nugrahaka 

Dewa-dewi mahàsiddhi 

yajñanya nirmalàtmaka 

laksmi siddhisca dirghàyuh 

nirwighna sukha wrddisca 

Artinya: Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci. kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani. 

Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsurangsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya: 

Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha. 

 Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om 

Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan. 

Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah. Ambil mantram itu dari puja stawa yang ada di dalam buku ini. Karena dipakai untuk sembahyang muspa, sesuaikan baitnya agar tak terlalu lama muspa, misalnya, cukup diambil satu atau dua bait. Sedangkan bait yang lebih lengkap, kalau memang diperlukan, lafalkan sebelum melakukan Kramaning Sembah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.

          Pada jaman dahulu Desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan sebagai daerah tujuan Transmigrasi pada tahun 1963 dan pada tahun itu juga diberi nama Desa Balinuraga di bawah wilayah Kecamatan Kalianda. Pada tanggal 27 September 1967 Dinas Transmigrasi menempatkan 4 empat roambongan peserta Transmigrasi yang ditempatkan di Balinuraga. Rombongan tersebut adalah sebagai berikut: 1 Sidorahayu diketuai oleh Pan Sudiartana yang berjumlah 250 KK 2 Sukanadi diketuai oleh Pan Kedas yang berjumlah 75 KK 3 Pandearge diketuai oleh Made Gedah yang berjumlah 175 KK 4 Rengas diketuai oleh Oyok yang berjumlah 40 KK Dan tahun 1963-1965 wilayah ini belum mempunyai struktur Pemerintah Desa.            Segala administrasi masih ditangani oleh Jawatan transmigrasi. Mangku Siman, untuk mengordinir rombongan-rombongan trasnmigrasi Mangku Siman sebagai ketua rombongan seluruhnya. Pada tahun 1965 barulah perangk...

Catur Warna dalam Agama Hindu

  Pemahaman tentang Catur Varna dapat dijelaskan berdasarkan sastra drstha. Yang dimaksud pemahaman Catur Varna berdasarkan sastra drstha adalah pemahaman yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian tentang Catur Varna menurut yang tersurat dalam kitab suci, sebagai berikuti; Bhagavadgita IV.13  cātur-varṇyaḿ mayā sṛṣṭaḿ guṇa-karma-vibhāgaśaḥ tasya kartāram api māḿ viddhy akartāram avyayam Terjemahan: Catur Warna aku ciptakan menurut pembagian dari guna dan karma  (sifat dan pekerjaan). Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah  aku mengatasi gerak dan perubahan (Puja, 2000). Pengertian Catur Varna           Kata “Catur Varna” dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata ‘catur dan varna’. Kata catur berarti empat . Kata varna berasal dari akar kata Vri yang berarti pilihan atau memilih lapanagan kerja. Dengan demikian catur varna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang cocok untuk pribadiny...

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam...