Langsung ke konten utama

Cerita tentang Hukum Karmaphala dalam Panca Sradha Agama Hindu

         Dalam salah satu Purana, ada dikisahkan seekor burung bangau yang jahat mengaku dirinya sudah menjadi pendeta. Sambil menangis dia menipu ikan dan udang dengan mengatakan bahwa telaga itu akan kering. Satu-persatu ikan dipindahkan ke tempat lain, padahal ikan tersebut dimakannya dengan lahap hingga tersisa seekor kepiting di telaga itu. Bangau mengatakan hal yang sama kepada kepiting. Singkat cerita kepiting bersedia di pindahkan namun di tengah perjalanan kepiting melihat duri-duri ikan bertebaran di atas tanah. Melihat hal tersebut kepiting sadar bahwa bangau juga berniat untuk memakannya. 



Akhirnya si bangau jahat ini kena hukum karma, ia mati dijepit lehernya oleh si kepiting. Si bangau pun mati karena kejahatannya, pesan dari cerita ini adalah agar kita menghindari perbuatan jahat dan memperbanyak kebaikan. Selain itu kita juga harus membantu orang yang memerlukan dengan tidak mengharapkan balasan. Untuk membuktikan kebenaran karmaphala, salah satu cara yang dapat dikaji adalah pelaku koruptor atau pencuri uang rakyat yang sering ditayangkan di televisi maupun media masa. Akibat dari kejahatan korupsi ini sungguh luar biasa, karena korupsi merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

        Para koruptor yang sudah kaya raya, masih saja tega mencuri uang rakyat. Uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk mengentaskan kemiskinan, membangun fasilitas sekolah, memperbaiki infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya para pengemis di pinggir jalan, dimakan secara serakah oleh para koruptor. Andaikan saja uang rakyat tidak dicuri, maka kita sudah tidak pernah lagi melihat orang miskin di pinggir jalan sebagai pengemis atau pengamen untuk bisa bertahan hidup.

        Hukum karmaphala dalam konteks ini mutlak berlaku. Satu per satu para koruptor pencuri uang rakyat dihadapkan ke Pengadilan Tipikor oleh KPK. Mereka dijatuhi hukuman dengan dimasukkan ke dalam penjara dan denda ratusan juta rupiah. Apabila dikaji dari sisi keadilan masyarakat, hukuman itu nampak ringan, terlebih lagi bila dibandingkan dengan uang rakyat yang dicuri mencapai puluhan milyar. Para koruptor yang sudah di penjara ini memberikan bukti bahwa hukum karmaphalaitu berlaku. 

        Saat ini para koruptor di Indonesia boleh bernafas lega karena hukumannya ringan dan dendanya sedikit. Akan tetapi, kelak setelah mati rohnya akan masuk ke neraka loka. Menurut keyakinan umat Hindu, kelak ia bisa lahir kembali menjadi pohon mangga. Pohon mangga hanya bisa memberikan buahnya saja tanpa bisa melawan ketika buahnya diambil. Menurut keyakinan hukum karmaphala, roh pohon mangga itu membayar hutang karena ganjaran penjara dan dendanya sedikit. 

        Hukum karma akan memberikan pahala dua kali lipat bagi mereka yang menanam kebaikan. Apabila kita tulus meringankan beban makhluk lain, sesungguhnya kita melakukan dua kali hal yang sama untuk diri kita sendiri. Itulah esensi dari hukum karma. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba