Langsung ke konten utama

Kewajiban Catur Warna dalam Agama Hindu yang harus diketahui

        Di dalam kitab Māhabhārata, Maha Reshi Bhisma telah memberi penjelasan tentang sifat-sifat umum yang harus diikuti oleh setiap Varna, yang berarti juga untuk semua orang, yaitu:

a.  Akrodha atau tidak pernah marah. 

b.  Satyam atau berbicara benar dan jujur. 

c.  Samvibhaga atau adil dan jujur. 

d.  Memperoleh anak dari hasil perkawinan. 

e.  Berbudi bahasa yang baik. 

f.  Menghindari semua macam pertengkaran. 

g.  Srjawam atau berpendirian teguh. 

h.  Membantu semua orang yang tergantung atas dirinya seseorang.


        Jika dalam suasana kalut, seperti timbul peperangan atau marabahaya setiap Varna wajib ikut membela negara atau kerajaan. Kewajiban-kewajiban umum yang harus dilakukan oleh setiap pemeluk Hindu, tanpa memandang Varna, pangkat, dan lain sebagainya, disebut Sadharana Dharma. Sarasamuscaya sloka 63 juga menguraikan kewajiban-kewajiban umum yang berlaku untuk semua Varna. Kewajiban-kewajiban itu sebagai berikut:

Arjavam cānrśamsyam ca damāś, 

cendriyagrahah. 

Esa sādhārano dhramaś Catur varnye

brawіmmanuh. 

Nyāng ulah pasādhāranan sang Catur Varna, ārjawa, si duga-duga bener, anrcansya, tan nrcansya, nrçansya ngaraning ātmasukhapara, tan arimbawa ri laraning len, yawat mamuhara sukha ryawaknya, yatika nrçansya ngaranya, gatining tan mangkana, anŗçansya ngarnika dama, tumangguhana awaknya, indriyanigraha, hmrta indriya, nahan tang prawrtti pāt, pasadharanan sang Catur varna, ling Bhatara Manu.

Terjemahan:

Inilah prilaku keempat golongan yang patut dilaksanakan, Arjawa, jujur dan terusterang. Anrcangsya, artinya tidak nrcangsya. Nrcangsya maksudnya mementingkan diri sendiri tidak menghiraukan kesusahan orang lain, hanya mementingkan segala yang menimbulkan kesenangan bagi dirinya, itulah disebut nrcangsya, tingkah laku yang tidak demikian anrcangsya namanya; dama artinya dapat menasehati diri sendiri; indriyanigraha mengekang hawa nafsu, keempat prilaku itulah yang harus dibiasakan oleh sang Catur Varna, demikian sabda Bhatara Manu.

Lalu, bagaimanakah semestinya kewajiban masing-masing Varna yang dianjurkan Hindu? Berikut penjelasan yang lebih rinci:

1. Kewajiban Brāhmaṇa

Istilah Brāhmaṇa berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “brh” artinya tumbuh.  Dari  arti  kata  ini  dapat  kita  gambarkan  bahwa  fungsi  Brāhmaṇa adalah untuk menumbuhkan daya cipta rohani umat manusia untuk mencapai ketenteraman hidup lahir bathin. Brāhmaṇa juga berarti pendeta. Pendeta adalah gelar pemimpin agama yang menuntun umat Hindu mencapai ketenangan hidup dan memimpin umat dalam melakukan upacara agamanya.

Karena  tugas  atau  kewajiban  pokok  dari  Varna  Brāhmaṇa  adalah mempelajari Veda (Vedadhyayana) dan memelihara Veda-Veda itu atau disebut Vedarakshana,  Varna  Brāhmaṇa  tidak  boleh  melakukan  pekerjaan  duniawi. Untuk kehidupannya dia harus dibantu oleh Varna-Varna lainnya. Ini bukanlah berarti  memberikan  seorang  Brāhmaṇa  suatu  posisi  yang  istimewa  dalam masyarakat dan sebaliknya pula bukanlah menganggap Brāhmaṇa itu sebagai benalu dalam masyarakat.

Dengan  kata  lain  Brāhmaṇa  itu  adalah  golongan  fungsional  yang  setiap orangnya memiliki ilmu pengetahuan suci dan mempunyai bakat kelahiran untuk mensejahterakan masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya dan dapat memimpin upacara keagamaan. 

Dalam  Kitab  Sarasamuscaya  sloka  56  kewajiban  Brāhmaṇa  dijelaskan sebagai berikut:

Dahrmasca satyam ca tapo damaśca

Wimatsaritwam hristitiksanasuya,

Yajnsca dhiritih ksama ca 

Mahawratani dwadasa wai barhmanasya.

Nyang brata sang Brāhmaṇa, rwa welas kwehnya. prayekanya, dharma, satya, tapa, dama, wimatsaritwa, hrih, titiksa, anasuya, yajňa, dāna, dhrthi, ksma, nahan pra tyekanyan rwawelas, dharma, satya, pagwanya, tapa ngaranya śarira sang śosana, kapanasaning śarira, piharan, kurangana wisaya, dama ngaranya upaśama, dening tuturnya, wimatsaritwa ngarani haywa irsya, hrih ngaran irang, wruh ring arang wih, titiksa ngaraning haywa irsya, hrih ngara ning irang,wruha ring irang wih, titiksāngaraning haywa  gong krodha, anasūyā haywa dosagrāhi, yaňa magelem amuja, dāna, maweha dānapunya, dhŗti ngaraning maneb, āhning, ksama ngaraning kelan, nahan brata sang brāhmana.

Terjemahan:

        Inilah Brata Sang Brāhmaṇa, dua belas banyaknya, perinciannya dharma, satya, tapa, dama wimatsaritwa, hrih, titiksa, anasuya yajna, dana, dhrthi, ksama, itulah perinciannya sebanyak dua belas, dharma dari satyalah sumbernya, tapa artinya carira sang cosana yaitu dapat mengendalikan jasmani dan mengurangi nafsu, dama artinya tenang dan sabar, tahu menasehati diri sendiri, wimatsaritwa artinya tidak dengki irihati, hrih berarti malu, mempunyai rasa malu, titiksa artinya jangan sangat gusar, anasuya berarti tidak berbuat dosa, yajna mempunyai kemauan mengadakan pujaan, dana adalah memberikan sedekah, dhrti artinya penenangan dan pensucian pikiran, ksama berarti tahan sabar dan suka mengampuni, itulah Brata Sang Brāhmaṇa.

2. Kewajiban Kṣatriya

        Kata  Kṣatriya  berasal  dari  bahasa  Sansekerta.  Artinya  suatu  susunan pemerintahan, atau juga berarti pemerintah, prajurit, daerah, keunggulan, kekuasaan  dan  kekuatan.  Memang  kewajiban  Kṣatriya  dalam  Catur  Varna adalah memimpin pemerintahan, untuk memerintah memerlukan kekuasaan, kekuasaan itu memerlukan kekuatan. Yang dimaksud dengan kekuatan dalam hal ini bukan saja kekuatan phisik tetapi yang lebih utama adalah kekuatan rohani yang berupa kekuatan iman, kekuatan pikiran (intelegensinya) dan semangat yang tinggi.

        Dalam Buku Tabir Mahabrata oleh Resi Wahono dijelaskan kewajiban Ksatriya yakni menjaga ketentraman dunia untuk kepentinganmasyarakat, dan sama sekali terlepas dari kepentingan pribadi. Seseorang barulah dapat disebut bersikap Ksatriya bila telah dapat mengatasi segala keadaan dengan baik dan tak terikat pada kepentingan pribadi, bebas melaksanakan kewajibannya dengan tidak gentar sedikitpun menghadapi segala resiko meskipun harus mengorbankan jiwa raganya. Ini bukan berarti seorang Kṣatriya tidak punya cita-cita hidup untuk diri pribadinya. Bagi seorang Ksatriya kemuliaan dan kenikmatan untuk diri sendiri, sama sekali tidak termasuk dalam hitungan. Yang diutamakan dalam cita-citanya adalah kebahagiaan dan keselamatan buat orang banyak dan justru karena malakukan kewajiban itulah Ksatriya akan memproleh kesempurnaan hidup.

        Dari sumber lontar Brahmokta Widhisastra dan Widhi Papincatan kita memproleh  gambaran  bahwa  jabatan  Kṣatriya  itu  tidak  berlaku  permanen karena dapat berubah atau turun kedudukannya (panten) kalau tidak dapat melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan oleh ajaran agama. Dalam Tabir Mahabrata kita memproleh gambaran bahwa seseorang Kṣatriya tidak boleh ragu-ragu dalam mengambil sikap terutama ia melakukan tugas dan kewajibannya. Seorang Ksatriya yang taat melakukan kewajiban untuk membela kebenaran akan mendapat pahala utama. Hal ini diuraikan juga dalam kekawin Nitisastra sargah IV bait 2 sebagai berikut: 

Sang śurāmênanging renānggana, mamukti suka wibhawa bhoga wiryawān.Sang śūrāpêjahing ranangga mangusir surapada siniwing surāpsari. Yan bhiru n mawêdi ng ranānggana pêjah yama-bala manikêp mamidana. Yan tan mati tininda ringparajanenirang-irang inaňang sinorakên.

Terjemahan:

Sang Ksatriya memang dalam peperangan menikmati kesenangan, kewibawaan, makan enak dan keagungan. Sang Kṣatriya bila mati dalam peperangan, rohnya menuju swargaloka, dielu-elukan oleh para bidadari. Kalau pengecut, lari dalam peperangan dan mati ditangkap dan dihukum, rohnya diadili oleh Bhatara Yama. Kalau tidak mati, dicerca, diolok-olok dan ditawan oleh musuh.

         Di  samping  itu  Bhagavadgītā  II,  31  memberikan  penjelasan  yang  lebih gamblang  tentang  letak  kesempurnaan  seorang  Kṣatriya  dalam  melakukan tugas dan kwajiban. Sloka tersebut berbunyi sebagai berikut:

sva-dharmam api cāvekṣya

na vikampitum arhasi

dharmyād dhi yuddhāc chreyo ‘nyat

kṣatriyasya na vidyate

Terjemahan:

Apabila engkau sadar akan kewajibanmu, engkau tidak akan gentar, bagi Kṣatriya tiada kebahagiaan yang lebih besar daripada berjuang menegakkan kebenaran.

        Dari sumber-sumber tersebut kiranya cukup jelas peranan dan fungsi Kṣatriya Varna, yaitu memimpin dan melindungi rakyat. Dari sumber-sumber itu pula dapat disebutkan bahwa raja sudah jelas dapat dipastikan tergolong Varna Kṣatriya. Lontar Raja Pati Gondola menyebutkan tugas dan kewajiban seorang raja sebagai golonganKṣatriya, antara lain, Raja harus mengetahui upaya sandhi yang terdiri dari tiga unsur yaitu: (a) Rupa artinya raja harus dapat melihat wajah rakyat dengan baik, (b) Wangsa artinya raja harus dapat melihat tata susunan masyarakat yang utama, (c) Guna artinya raja harus mampu mengetahui rakyatnya yang memiliki keahlian.

3. Kewajiban Varna Vaiśya

Varna Vaiśya merupakan Varna yang ketiga dalam susunan Catur Varna. Kata  Vaiśya  (aslinya  Vaisya)  berasal  dari  bahasa  Sansekerta  dari  urat  kata “Vie” artinya bermukim di atas tanah tertentu. Dari urat kata tersebut lalu berkembang menjadi kata Vaiśya yang artinya golongan pekerja atau seorang yang mengusahakan pertanian. Demikianlah dijelaskan oleh A.A. Mac Donel dalam kamusnya. Dari keterangan-keterangan berikutnya memang peranan dan fungsi Varna Vaiśya tidak begitu jauh menyimpang dari arti katanya. Peranan dan fungsi Vaiśya dijumpai dalam beberapa pustaka suci Hindu. Bhagavadgītā XVIII, 44, menguraikan kewajiban Varna Vaiśya sebagai berikut:

kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaḿ

vaiśya-karma svabhāva-jam

paricaryātmakaḿ karma

śūdrasyāpi svabhāva-jam

kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaḿ

vaiśya-karma svabhāva-jam

Terjemahan:

Bercocok tanam, beternak sapi dan berdagang adalah karma (kewajiban) Waisya menurut bakatnya. (Pendit, 2002: 444)

Sloka ini diterjemahkan oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra sebagai berikut: 

“Pertanian, pemeliharaan ternak dan perdagangan adalah kewajiban Vaiśya yang lahir dari alamnya.” Jadi singkatnya fungsinya di sini adalah berfungsi dalam bidang ekonomi. Dalam Manawa Dharmasastra I, 90, kewajiban Vaiśya adalah sebagai berikut:

        Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Varna Vaiśya itu dibolehkan membungakan uang. Namun, membungakan uang terbatas untuk kepentingan yang produktif dan bukan untuk kepentingan konsumtif, tidak pula dibenarkan meminjamkan uang dengan motif pemerasan atau yang dikenal dengan istilah riba. Selanjutnya pustaka suci Sarasamuccaya, 59, juga menguraikan tentang kewajiban Varna Vaiśya sebagai berikut:

Waiśyo’ ‘dhitya brāhmanāt ksatriyādwā 

dhanaih kāle Sambiwhajyāśritamśca

tretāpūrwan dhūmāmaghrāya punyam

pretya swarge dewasukha bhinukte.

Nihan ulaha Sang waiśya, mangajya sira ri sang Brāhmaṇa, ri sang Kṣatriya kuneng, mwang maweha dāna ri tekaning dānakāla, ring śubhadiwasa,dumdumana nira ta sakwehning mamaracraya ri sira mangelema amūjā ring sang hyang tryagni ngaranira sang hyang apuy tiga, pratyekenira, ahawaniya,garhaspatya, citāgni. āhawanidha ngaranira apuy ning asuruhan, rumateng pinangan, Garhaspatya ngaranira apuy ri winarang, apan agni saksika kramaning-winarang i kālaning wiwāha,citāgni ngaranira apuy ning manunu cawa, nahan ta sanghyang  tryagni ngaranira, sira ta pujan  de sang waicya, ulah nira ika mangkana, ya tumekaken sira ring swarga dlaha.

Terjemahan:

Yang patut dilakukan oleh Sang Vaiśya ialah ia harus belajar pada Sang Brāhmaṇa maupun pada Sang Kṣatriya, dan hendaknya ia memberikan sedekah pada saatnya/waktu persedekahan tiba, pada hari yang baik, hendaklah ia membagi-bagikan sedekah kepada semua orang yang meminta bantuan kepadanya dan taat mengadakan pemujaan terhadap tiga api suci yang disebut Tri Agni. yaitu tiga api suci yang perinciannya adalah: Ahawania, Grehaspatya dan Citagni. Ahawania artinya api tukang masak untuk memasak makanan, Grehaspatya artinya api untuk upacara perkawinan, inilah api yang dipakai pada waktu perkawinan sebagai api yang berfungsi sebagai saksi dalam perkawinan, Citagni artinya api untuk membakar mayat itulah api yang disebut tri agni, ketiga api inilah yang harus dihormati dan dipuja oleh Sang Vaiśya, perbuatannya itu akan mengantarkan ia kelak ke sorga.

        Keterangan Sarasamuccaya ini seperti berbeda dengan keterangan pustakapustaka suci Hindu di atas, namun kalau direnungkan lebih mendalam tidak ada perbedaan yang bersifat prinsipil. Cuma keterangan Sarasamuccaya ini sedikit menambahkan bahwa seorang Vaiśya dalam fungsinya sebagai pengatur ekonomi tidak boleh lepas dengan prinsip agama dan prinsip spiritual. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa sistem ekonomi Hindu, adalah ekonomi yang mensejajarkan antara kebutuhan jasmani dan rohani.

        Dari seluruh keterangan di depan, maka seluruh kewajiban Varna Vaiśya cukup jelas yaitu berperan dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi. Keterangan ini sangat erat hubungannya dengan keterangan Chandra Prakash Bhambhri bahwa salah satu tugas atau lapangan Dkamuniti adalah mewujudkan kemakmuran yang disebut dengan istilah Vartta. Vartta ini meliputi tiga unsur pokok yaitu: pertanian (agricultural), peternakan (cattle  breading) dan perdagangan (trade). Resi Kautilya menyebutkan istilah Krsi, Raksya dan Wanijyam.

        Jika disimpulkan, tugas Varna Vaiśya adalah untuk kemakmuran negara. Tugastugas mereka terutama mengusahakan pertanian, peternakan dan perdagangan. Vaiśya  harus  mengetahui  dan  mengatur  harga  barang-barang  terutama  barangbarang yang merupakan kebutuhan pokok. Mereka harus mahir bercocok tanam, harus tahu soal-soal keadaan tanah di seluruh daerah, apakah tanah itu subur atau tidak, tanaman apa yang cocok untuk ditanam di masing-masing daerah. Mereka harus mahir dalam seluk beluk timbangan dan barang-barang yang paling banyak mendatangkan keuntungan. Vaiśya harus mahir dalam bidang peternakan. Mereka harus selalu berdana punia pada golongan Brāhmaṇa dan membiyayai pendirian tempat-tempat ibadah. Jadi Varna Vaiśya adalah golongan fungsional yang setiap orang memiliki watak tekun, terampil, hemat, cermat dan keahlian serta bakat kelahirannya untuk menyelenggarakan kemakmuran masyarakat negara dan kemanusiaan.

4. Kewajiban Varna Śudra

        Kata Śudra berarti golongan pelayan. Keterangan mengenai peranan serta fungsi Varna  Śudra  dari  sumber-sumber  pustaka  suci Agama Hindu hampir senada dengan kata Śudra itu sendiri. Bhagavadgītā XVIII, 44 menguraikan peranan dan fungsi Śudra senada dengan uraian di atas yaitu:

kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaḿ

vaiśya-karma svabhāva-jam

paricaryātmakaḿ karma

śūdrasyāpi svabhāva-jam

paricaryātmakaḿ karma

śūdrasyāpi svabhāva-jam

Terjemahan:

Meladeni (menjual tenaga) adalah kewajiban Śudra menurut bakatnya. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra menterjemahkan sloka ini sebagai berikut: 

“Pekerjaan yang mempunyai karakter pelayanan adalah kewajiban dari Śudra yang lahir dari alamnya.” Seluruh keterangan di atas diperkuat lagi oleh kitab Manawa Dharmasastra I, 91, sebagai berikut:

Ekam eva tu śūdrasya

prabhuh karma samādiśat

etesām eva varnānām

śuśrusām anasūyaya

Terjemahan:

        Hanya satu tangan yang Tuhan tentukan untuk para Śudra yaitu memberikan pelayanan dengan setia terhadap ketiga golongan lainnya. Ayat ini merupakan landasan hukum dan kriteria untuk menentukan apakah seseorang  termasuk  katagori  Śudra  atau  tidak.  Menurut  ayat  ini  kehidupan pokok dari Śudra adalah kerja menjadi buruh, pekerja yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain dan hasil dari pada menjual tenaga. Seandainya seorang Śudra tidak mendapat pekerjaan sebagai buruh atau pelayan, dan hal itu akan mengancam hidupnya dan membuatnya kelaparan, maka seseorang Śudra dapat bekerja sendiri. Hal ini dapat dibenarkan oleh sloka atau ayat 99. Bab X kitab Manawa Dharmaśāstra yang bunyinya sebagai berikut:

Aśaknuvams tu śuśrūsām

śūdrah karttum dvijanmanām,

putradārātyayam prāpto

jivet kāruka karmabhih

Terjemahan:

Seorang Śudra karena tidak mempunyai dan memproleh pekerjaan sebagai pelayan dan terancam akan kehilangan anak dan istrinya karena lapar ia dapat menunjang hidupnya dengan kerja tangan.

Adapun pustaka Slokantara 38 menguraikan tentang kewajiban Varna 

Śudra sebagai berikut:

Vanigranistu bhkamukrad wanijah padajatayah, Krayavikrayakaryatha Ciidrastuvanijyakryah. Kalinganyakaryasang Śudra adagang alayar madwal awali, kawrdhyan ning artha donya, banyak akriya, yeka cudra sasana, ling sanghyang aji. Kunang ikang antyajati ngaranya, walu wilang nika sor jagatyangeng rat ling sanghyang Castra.

Terjemahan:

        Seseorang Śudra adalah pembuat barang pecah belah dan pedagang. la melakukan pembelian dan penjualan, bekerja di lapangan jual beli. Kewajiban seorang Śudra ialah mengembara berkeliling, menjual dan membeli. Tujuan utamanya ialah memupuk kekayaan. la bekerja di lapangan perdagangan. Inilah kewajiban seorang Śudra menurut kitab suci. Prof. S.P. Kanal, penulis India moderen, mengatakan dalam bukunya Dialogous on India Culture, bahwa kewajiban seorang Śudra yang utama ialah bekerja di bawah bimbingan dan pengawasan ketiga golongan yang lainnya. Ia menjalankan upacara keagamaan yang tidak usah memerlukan pembacaan mantra-mantra.


Catur  Varna  pada  dasarnya  landasan  filosofis  untuk  mengembangkan profesionalisme dalam rangka mendapatkan peranan dan fungsi dalam pembangunan  manusia  dan  masyarakat.  Dalam  konsepsi  Varna  Brāhmaṇa, sebenarnya cukup jelas ruang dan peluang yang disediakan agar profesi ke  Brāhmaṇaan  menjadi  berkembang  sesuai  dengan  perkembangan  zaman.  Fungsi Varna  Brāhmaṇa  menjaga  dan  mempelajari Veda dapat dilihat aktualisasinya menjadi penyucian diri dan menyucikan orang lain. Belajar dan mengajar dengan tulus ikhlas demikian bentuk nyata dari pengalaman Varna Brāhmaṇa. Mengatur pemerintahan, menata masyarakat, melayani masyarakat adalah bentuk pengamalan Varna Kstriya. Bergerak dalam bidang distribusi dan produksi barang-barang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan konsumen adalah wujud dari pengamalan profesi Varna Vaiśya. Membantu dengan tenaga fisik adalah pengamalan dari Varna Śudra. Keempat Varna itu akan dapat saling isi mengisi antara satu dengan yang lainnya. Pengelompokan masyarakat ke dalam empat Varna itu akan menumbuhkan hubungan sosial yang saling membutuhkan. Keretakan di antara profesi itu akan dapat merugikan semua pihak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba