1. Menggali sumber historis seni keagamaan dalam membentuk
kepribadian yang estetis
Perkembangan seni keagamaan di Indonesia dari segi historisnya, khususnya pada zaman Hindu, diakui berasal dari budaya asing yang di bawa oleh negara lain, yaitu raja-raja yang berkuasa dan pedagang-pedagang luar yang datang ke Indonesia sehingga tersebar secara proses imitasi (peniruan), proses adaptasi (penyesuaian), proses kreasi (penguasaan). Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Buddha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana. Masuknya ajaran Islam pada 218 sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
Di bidang seni rupa, pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu memiliki ciri-ciri, antara
lain:
a. Bersifat Feodal, yaitu kesenian berpusat di istana sebagai media pengabdian Raja (kultus Raja);
b. Bersifat sakral, yaitu kesenian sebagai media upacara agama;
c. Bersifat Konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada sumber hukum agama (silfasastra);
d. Hasil akulturasi kebudayaan India dengan Indonesia.
Di bidang karya seni rupa Indonesia, pada masa kerajaan-kerajaan Hindu ada beberapa jenis misalnya seni bangunan, seni patung, dan lain-lain. Seni bangunan ini misalnya Candi dan Pura. Candi banyak terdapat di daerah Jawa, sedangkan Pura adalah bangunan tempat suci yang banyak didirikan di Bali. Bentuk Pura merupakan komplek bangunan yang disusun terdiri dari tiga halaman, dan ini adalah pengaruh dari bentuk candi penataran yaitu: halaman depan terdapat balai pertemuan; halaman tengah terdapat balai saji; halaman belakang terdapat meru, padmasana, dan lain-lain. Karya seni yang lain juga ada bangunan puri. Puri berbeda dengan Pura. Puri adalah bangunan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat keagamaan. Bangunan–bangunan yang terdapat di komplek puri antara lain: Tempat kepala keluarga (semanggen), tempat upacara potong gigi (Bale Munde), dan lain sebagainya.
Selanjutnya di bidang seni patung dalam agama Hindu merupakan hasil penggambaran atau perwujudan dari Raja atau Dewa-Desa. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa, dalam fungsinya sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur dipersonifikasikan sebagai Trimurti, yaitu Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Masingmasing Dewa ini memiliki ciri atau atribut, misalnya patung Brahma laksananya berkepala empat, bertangan empat, dan kendaraannya (wahana) angsa. Sedangkan pada patung Dewa Wisnu, laksananya adalah para mahkotanya terdapat bulan sabit dan tengkorak, kendaraannya lembu (nandini), dan sebagainya.
Seni hias Hindu yang terdapat pada bangunan candi sebenarnya hasil tiruan dari gunung Mahameru yang dianggap suci sebagai tempatnya para Dewa. Oleh sebab itu Candi selalu diberi hiasan sesuai dengan suasana alam pegunungan, yaitu dengan motif flora dan fauna serta makhluk ajaib. Bentuk hiasan candi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: hiasan arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional yang membentuk struktur bangunan candi, contohnya: hiasan mahkota pada atap candi; hiasan menara sudut pada setiap candi; hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu; hiasan makara, simbar filaster, dan lain-lain. Hiasan bidang ialah hiasan bersifat dua dimensional yang terdapat pada dinding/bidang candi, contohnya hiasan dengan cerita, candi Hindu ialah Mahabharata dan Ramayana; sedangkan pada candi Buddha adalah Jataka, Lalitapistara; hiasan flora dan fauna; hiasan pola geometris; hiasan makhluk kahyangan.
Sifat umum seni rupa Indonesia adalah bersifat tradisional/statis dengan adanya kebudayaan agraris mengarah pada bentuk kesenian yang berpegang pada suatu kaidah yang turun temurun. Juga bersifat progresif, yaitu dengan adanya kebudayaan maritim, kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar yang kemudian di padukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia sendiri. Juga bersifat kebhinekaan, dalam hal ini Indonesia yang terdiri dari beberapa daerah dengan keadaan lingkungan dan alam yang berbeda, sehingga melahirkan bentuk ungkapan seni yang beraneka ragam. Memiliki seni kerajinan, dengan kekayaan alam Indonesia yang menghasilkan bermacam–macam bahan untuk membuat kerajinan. Juga bersifat non realis, dengan latar belakang agama asli yang primitif berpengaruh pada ungkapan seni yang selalu bersifat perlambangan/simbolisme.
2. Menggali sumber sosiologis seni keagamaan dalam membentuk kepribadian yang estetis
Seni keagamaan Hindu dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia, yaitu sebagai media religius yakni menciptakan sebuah seni rupa yang ditujukan untuk keagamaan. Relief bangunan yaitu membangun sebuah relief bangunan yang bercitra seni rupa seperti halnya bangunan candi borobudur yang berada di Jawa Tengah. Seperti pahatan patung yaitu menciptakan patung yang juga bertujuan keagamaan; juga sebagai simbolis yaitu sebagai simbol sebuah suku yang dipercayai masyarakat; dan sebagai komersial yaitu menciptakan sebuah seni rupa yang bertujuan untuk mendapatkan uang, seperti souvenir; serta sebagai kesenian daerah ataupun upacara-upacara yang dilakukan di tempat-tempat tertentu. Prasasti yang ditujukan sebagai tanda peninggalan dari kerajaan-kerajaan yang berkuasa pada masanya.
Berikut fungsi candi yang menjadi bermacam-macam kegunaannya adalah sebagai hiasan (Candi Sari); sebagai kuburan Abu Jenasah (Candi Buddha); sebagai tempat suci/pemujaan (Candi Penataran); sebagai tempat melaksanakan meditasi atau Samadhi (Candi Jalatunda); dan sebagai pemandian (Candi Belahan); dan sebagainya. Karya seni rupa Hindu di Indonesia, yang dapat diketahui dari masuknya ajaran Hindu ke Indonesia, telah banyak karya-karya yang diciptakan, berikut karyakarya yang diciptakan seperti: Candi, pahatan batu, patung-patung, prasasti, wayang, dan seni-seni tari.
Sebagaimana telah dipaparkan di depan bahwa bangsa Indonesia mengetahui seni rupa yaitu dari kedatangannya ajaran-ajaran Hindu Ke Indonesia, yang disebar luaskan oleh orang-orang terkemuka. Tokoh-tokoh yang membawa seni rupa Hindu dan juga membawa ajarannya yaitu: Aswawarman. Aswawarman adalah raja Kutai kedua. Ia menggantikan Kudungga sebagai raja. Sebelum masa pemerintahan Aswawarman, Kutai menganut animisme. Ketika Asmawarman naik tahta, ajaran Hindu masuk ke Kutai. Kemudian kerajaan ini menganut agama Hindu. Aswawarman dipandang sebagai pembentuk dinasti raja yang beragama Hindu. Agama Hindu masuk ke dalam sendi kehidupan Kerajaan Kutai. Keturunan Aswawarman memakai nama-nama yang lazim digunakan di India. Pengaruh Hindu juga tampak pada tatanan masyarakat, upacara keagamaan, dan pola pemerintahan Kerajaan Kutai.
Kemungkinan besar pada masa pemerintahan Mulawarman telah ada orang Indonesia asli yang menjadi pendeta Hindu. Dengan demikian upacara keagamaan tidak lagi dipimpin oleh Brahmana dari India. Mulawarman mempunyai hubungan baik dengan kaum Brahmana. Hal ini dibuktikan karena semua yupa dibuat oleh pendeta Hindu. Mereka membuatnya sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Raja Mulawarman. Sang raja telah melindungi agama Hindu dan memberikan banyak hadiah kepada kaum Brahmana. Agama Hindu dapat berkembang pesat di seluruh wilayah Kerajaan Kutai.
Selanjutnya adalah Purnawarman. Purnawarman merupakan raja Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan tertua kedua setelah Kerajaan Kutai. Purnawarman memeluk agama Hindu yang menyembah Dewa Wisnu. Prasastiprasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara banyak menceritakan kebesaran Raja Purnawarman. Dalam Prasasti Ciaruteun terdapat jejak tapak kaki seperti tapak kaki Wisnu dan dinyatakan sebagai tapak kaki Raja Purnawarman. Di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara dan rakyatnya berjalan baik dan teratur. Bukti keberhasilan kepemimpinan ini tercermin dalam Prasasti Tugu. Di dalam prasasti itu diceritakan pembangunan saluran air untuk pengairan dan pencegahan banjir.
Tokoh berikutnya adalah Airlangga. Airlangga adalah Raja Kahuripan. Beliau memerintah pada tahun 1019-1049. Airlangga sebenarnya putra raja Bali. Beliau dijadikan menantu oleh Raja Darmawangsa. Ketika pernikahan berlangsung, Kerajaan Kahuripan diserang bala tentara dari Wurawuri. Airlangga dan beberapa pengiringnya berhasil melarikan diri. Airlangga menyusun kekuatan untuk mengusir musuh. Usaha tersebut berhasil. Bahkan, Airlangga berhasil memperkuat kerajaan Kahuripan dan memakmurkan rakyatnya. Airlangga sebenarnya merupakan gelar yang diterima karena beliau berhasil mengendalikan air sungai Brantas sehingga bermanfaat bagi rakyat.
Selanjutnya kesenian juga berkembang pada zaman Jayabaya. Jayabaya adalah raja terbesar dari Kerajaan Panjalu atau Kediri. Beliau memerintah tahun 1135-1157 M. Namanya selalu dikaitkan dengan Jangka Jayabaya yang berisi ramalan-ramalan tentang nasib Pulau Jawa. Keberhasilan dan kemasyuran Raja Jayabaya dapat dilihat dari hasil sastra pada masa pemerintahannya. Atas perintahnya, pujanggapujangga keraton berhasil menyusun kitab Bharatayudha. Kitab ini ditulis oleh Empu Sedah dan diselesaikan oleh Empu Panuluh. Kitab Bharatayudha itu dimaksudkan untuk mengabadikan kebesaran raja dan memperingati kemenangan- kemenangan Raja Jayabaya.
Selain itu, adalah raja Ken Arok. Ken Arok adalah pendiri kerajaan Singasari. Beliau juga menjadi cikal bakal raja-raja Majapahit. Mula-mula Ken Arok mengabdi kepada Awuku Tunggul Ametung di Tumapel. Tumapel termasuk wilayah kerajaan Kediri. Ken Arok jatuh cinta kepada Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung. Kemudian ia memperistri Ken Dedes dan menjadipenguasa di Tumapel. Tokoh yang lain sebagai pembawa kesenian dan kebudayaan yang sangat berpengaruh adalah Gajah Mada. Gajah Mada adalah patih mangkubumi (maha patih) kerajaan Majapahit. Namanya mulai dikenal setelah beliau berhasil memadamkan pemberontakan Kuti. Gajah Mada muncul sebagai seorang pemuka kerajaan sejak masa pemerintahan Jayanegara (1309-1328). Kariernya dimulai dengan menjadi anggota pasukan pengawal raja (Bahanyangkari). Mula-mula, beliau menjadi Bekel Bahanyangkari (setingkat komandan pasukan). Kariernya terus menanjak pada masa kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan, seperti pemberontakan Rangga Lawe (1309), Lembu Sura (1311), Nambi (1316), dan Kuti (1319). Pada tahun 1328 Raja Jayanegara wafat. Beliau digantikan oleh Tribhuanatunggadewi. Sadeng melakukan pemberontakan. Pemberontakan Sadeng dapat ditumpas oleh pasukan Gajah Mada. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Maha Patih Majapahit pada tahun 1334. Pada upacara pengangkatannya, beliau bersumpah untuk menaklukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Sumpah itu dikenal dengan Sumpah Palapa. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pembawa dan penyebar seni Hindu terapan di Indonesia.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesenian yang bercorak Kehinduan berkembang pesat di Indonesia. Pada umumnya dalam perkembangannya dibawa atau dikembangkan oleh tokoh-tokoh baik yang berasal dari luar maupun yang berasal dari dalam negeri. Banyak ditemui peninggalanpeninggalan, seperti seni rupa yang sampai saat ini. Wilayah atau tempat yang sangat kental mengandung unsur seni rupa Hindu yaitu di daerah Bali dan Jawa. Dan ternyata seni rupa zaman Hindu yang berkembang di Indonesia di samping dibawa oleh kerajaan-kerajaan yang berkuasa pada saat itu, juga oleh pedagang-pedagang yang datang ke Indonesia sambil menyebarkan ajaran Hindu serta keseniannya.
Dengan pesatnya teknologi saat ini kita dapat mencari lebih banyak keseniankesenian Hindu yang berkembang di Indonesia saat ini. Semua ini kembali kepada Anda sebagai mahasiswa, dan kita semua, mau dari mana kita mencari kesenian tersebut. Pada dasarnya, sebagai mahasiswa, Anda harus mengerti dan memahami kesenian yang telah ada di Indonesia untuk dikembangkan kepada masyarakat luas, berkontribusi dan berbakti pada negara sendiri dan mencintai kesenian negaranya sendiri.
3. Menggali sumber filosofis seni keagamaan dalam membentuk kepribadian yang estetis
Kehidupan masyarakat pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai macam aspek, misalnya tingkah laku kehidupan sehari-hari pada satu komunitas kelompok kemasyarakatan. Tingkah laku kehidupan di masing-masing kelompok adalah berbeda-beda yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat kelompok itu berada. Kebiasaan atas tingkah laku yang ditunjukan oleh suatu komunitas masyarakat tersebut dinamakan dengan tradisi. Tradisi ini timbul dari kebudayaan yang terdapat dalam kelompok tertentu. Kebudayaan memiliki banyak aspek. Budaya dapat diartikan sebagai segala hasil cipta, rasa, dan karsa manusia untuk membantu kehidupannya. Maka dengan hal ini keberadaan seni yang ada dalam masyarakat termasuk salah satu hasil dari kebudayaan yang tercipta dari kreatifitas rasa karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pelaksanaan keagamaan agama Hindu, senantiasa mengimplementasikannya dalam bentuk seni, sehingga dalam pelaksanaan upacara agama senantiasa dibarengi dengan seni.
Dalam bahasa sansekerta “Seni” berasal dari kata “San” yang berarti persembahan dalam upacara agama. Sehingga tidak salah kalau pelaksanaan upacara Agama Hindu terdapat banyak sekali unsur-unsur seni didalam pelaksanaannya, baik yang berupa sesajen, suara (dharma gita), gambelan, dan gerak (Tari, sikap mudra Slinggih). Hal ini menjadikan Seni dan Agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaan Ajaran Agama Hindu di lakukan dengan seni. Secara sederhananya seni dapat diartikan sebagai hasil ciptaan atau buah dari pikiran manusia yang diungkapan dalam wujud dan suara yang dapat didengarkan yang ditunjukan dengan kemahiran teknis sehingga dapat memberikan kebahagiaan hati dan hidup. Pada awalnya seni sepenuhnya diabdikan untuk pelaksanaan upacara agama. Tapi lama kelamaan, seni juga diciptakan sebagai alat untuk memuaskan hati dan pikiran manusia, sehingga seni juga dijadikan sebagai hiburan.
Berbicara tentang jati diri seni yang berkembang di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perkembangan dan pengaruh Hindu yang berlandaskan seni-budaya prasejarah. Segi kontinyuitas dalam perkembangan seni Hindu ini memperlihatkan benang merah yang tegas tentang kronologis aspek filosofis, teknis, tematis, dan estetis kekaryaan seni di Indonesia. Jati diri seni Indonesia telah bisa diamati dan dikaji melalui karya-karya seni rupa (bangunan, patung, relief kriya, motif hias). Zaman Singosari dan Majapahit di Jawa Timur. Secara garis besar perkembangan seni rupa Indonesia pada sebagai pengaruh perkembangan Hindu memperlihatkan puncak kegemilangannya, serta temuan jati diri Indonesia pada zaman Singosari dan Majapahit di Jawa Timur.
Khusus seni rupa yang berkembang di Indonesia, memiliki ciri-ciri dasar yaitu: pluralistik, kontinyuitas, dan unik. Pluralitas dalam seni rupa Indonesia disebabkan oleh keadaan alam yang terdiri dari pulau-pulau yang dibatasi oleh laut dan selat. Keadaan alam (kondisi geografis) seperti ini menumbuhkan karakter budaya setiap tempat (pulau) yang berbeda dengan pulau yang lainnya. Ciri kontinyuitas seni rupa dapat terlihat dari kesinambungan perkembangan dan kesadaran tradisi sejak masa kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa hingga Bali-Hindu. Kesadaran terhadap adanya transformasi budaya-yangmerupakan proses yang terus berlanjut dapat membentuk jati diri budaya nasional. Proses awal perkembangan seni itu melalui tahap awal (peniruan) dan tahap adaptasi (penyesuaian). Proses kontak budaya dalam perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu berakibat terhadap munculnya beragam corak seni rupa Indonesia yang tersebar di seluruh Nusantara. Walaupun corak tersebut beraneka ragam tetapi ternyata memiliki karakteristik yang sama.
Hal ini disebabkan oleh kesamaan dalam pandangan kosmologis dan geopolitis. Pandangan terhadap jagat raya (kosmologis) tersebut tercermin dalam ungkapan-ungkapan etnik setiap daerah, misalnya kesamaan dalam memvisualisasikan motif-motif flora dan fauna sebagai ornamen. Motif-motif alam itu terungkap karena masyarakat Indonesia berada dalam kehidupan dan lingkungan alam yang subur. Contoh lain yang bisa membuktikan adanya kesatuan dalam keragaman corak yaitu ungkapan wujud arsitektur di setiap daerah yang variatif, tetapi di dalamnya jika diteliti akan terdapat kesamaan ungkapan (dalam aspek struktur bangunan keseluruhan dan beberapa motif hiasnya). Proses transformasi budaya yang membentuk jati diri seni di Indonesia melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu peniruan unsur-unsur budaya India tanpa seleksi. Tahap kedua yaitu penyesuaian unsur budaya India dengan unsur-unsur budaya sendiri. Tahap yang terakhir yaitu penguasaan unsur-unsur budaya India sebagai kelengkapan dalam membentuk kepribadian budaya bangsa. Bentuk ketiga inilah yang menampilkan bentuk ungkapan sebagai penemuan jati diri budaya Indonesia dari pengaruh perkembangan agama Hindu. Bagaimanakah ungkapan budaya, khususnya dalam karya-karya seni rupa Indonesia Hindu yang membuktikan adanya tingkat penguasaan budaya India dan menampakkan penemuan jati diri tersebut?
Pertanyaan seperti ini tentu saja mesti ditelusuri jawaban melalui serangkaian penelitian terhadap karya-karya seni rupa. Untuk menjawab sebagaian masalah itu, kita mesti mencoba meneliti perkembangan seni rupa pada sekitar abad ke-13 sampai ke-15 di Jawa Timur. Melalui analisis terhadap perkembangan seni rupa Indonesia-Hindu di Jawa Timur diharapkan dapat disimpulkan tentang beberapa ciri ke-Indonesia-an'dan penyebab terjadinya ciri tersebut. Seni rupa sebagai salah satu bentuk ungkapan budaya Indonesia memiliki keragaman corak dan bentuk. Kekayaan ragam ungkapan budaya dalam bentukbentuk perlambangan. Ikonografi Hindu, Buddha, dan kaidah estetik Indonesia merupakan sumber acuan inspirasi yang kuat. Untuk mempertahankan nilai-nilai sakral, seni rupa Indonesia atas pengaruh agama Hindu mengenal berbagai kriteria gaya seni rupa dengan tanda-tanda perlambangan yang berbeda satu sama lainnya.
Hal ini dapat diamati dari perbedaan gaya klasik India seni Syalendra dan gaya seni Singosari (dan gaya klasik Majapahit). Budaya feodal bangsa Indonesia mempengaruhi perkembangan seni budaya di Indonesia. Banyak sekali karya-karya seni (seni rupa misalnya), yang mencerminkan kekuasaan dan kebesaran kerajaan. Raja sebagai pelindung seni tampak berperan dalam menumbuhkembangkan gaya klasisisme Indonesia pada masa kerajaankerajaan. Hal ini merupakan bentuk ungkapan pengabdian dan penghormatan kepada raja. Dalam beberapa contoh karya (yang bersifat monumental) seni bertugas untuk mengabadikan kejayaan atau kebesaran nama raja. Secara filosofi, tumbuh dan kembangnya kesenian itu dapat dimulai dari seni lingkungan hidup. Kecintaan bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup (alam dan sekitarnya) telah lama menjadi cerminan penghayatan terhadap nilai-nilai agama.
Rangsangan lingkungan alam terhadap para artisan (perupa) Hindu menjelmakan corak dan bentuk ornamen yang berdasarkan bentuk-bentuk alam (nature). Kekayaan tumbuhan (flora) dan binatang (fauna) di Indonesia terungkap dalam ornamen relief atau gambar yang diterakan pada dinding arsitektur (candi, misalnya), patung, dan kriya. Pandangan bangsa Indonesia terhadap jagat raya (alam semesta) tentang keseimbangan alam ini telah hidup dalam budaya Indonesia asli. Pandangan kosmologis terhadap alam memang akan berbeda dengan latar belakang kosmologi India. Cermin lingkungan hidup bangsa Indonesia juga dapat disaksikan pada adegan-adegan relief dinding candi. Cerita legenda, folklore, dan mitologi Indonesia menjadi pelengkap cerita Ramayana dan Mahabharata. Alam Indonesia yang kaya akan material dan media seni rupa mewarnai karakteristik seni rupa Indonesia-Hindu. Bahan baku batu alam, kayu, dan tanah liat banyak didapatkan pada karya-karya arsitektur Indonesia-Hindu. Tentu saja penggunaan bahan seperti ini berbeda dengan yang ada di India. Karakteristik Hindu memperlihatkan jati dirinya, karena banyak memanfaatkan bahan lokal (atas hasil eksplorasi bahan dan teknik penggarapannya).
Komentar
Posting Komentar