Langsung ke konten utama

Sejarah Perkembangan Seni Keagamaan di Indonesia (Wayan Tantre Awiyane)

 1.  Menggali sumber historis seni keagamaan dalam membentuk 

kepribadian yang estetis

    Perkembangan seni keagamaan di Indonesia dari segi historisnya, khususnya pada zaman Hindu, diakui berasal dari budaya asing yang di bawa oleh negara lain, yaitu raja-raja yang  berkuasa  dan  pedagang-pedagang  luar  yang  datang  ke  Indonesia sehingga tersebar secara proses imitasi (peniruan), proses adaptasi (penyesuaian), proses  kreasi  (penguasaan). Indonesia  mulai  berkembang  pada  zaman  kerajaan Hindu berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh  seperti  India,  Tiongkok,  dan  wilayah  Timur  Tengah.  Agama  Hindu  masuk  ke Indonesia  diperkirakan  pada  awal   Masehi,  dibawa  oleh  para  musafir  dari  India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Buddha Pahyien. 



    Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu, yaitu kerajaan Tarumanagara yang  dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad  ke-16.  Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.  Penjelajah  Tiongkok  I-Tsing  mengunjungi  ibukotanya  Palembang  sekitar tahun  670.  Pada  puncak  kejayaannya,  Sriwijaya  menguasai  daerah  sejauh  Jawa Tengah  dan  Kamboja.  Abad  ke-14  juga  menjadi  saksi  bangkitnya  sebuah  kerajaan Hindu  di  Jawa  Timur,  Majapahit.  Patih  Majapahit  antara  tahun  1331  hingga  1364, Gajah  Mada,  berhasil  memperoleh  kekuasaan  atas  wilayah  yang  kini  sebagian besarnya  adalah  Indonesia  beserta  hampir  seluruh  Semenanjung  Melayu.  Warisan dari  masa  Gajah  Mada  termasuk  kodifikasi  hukum  dan  pembentukan  kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana. Masuknya ajaran Islam pada 218 sekitar  abad  ke-12,  melahirkan  kerajaan-kerajaan  bercorak  Islam  yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan  tersebut,  secara  perlahan-lahan  mengakhiri  kejayaan  Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.

    Di  bidang  seni  rupa,  pada zaman kerajaan-kerajaan  Hindu  memiliki  ciri-ciri,  antara 

lain: 

a.  Bersifat Feodal,  yaitu  kesenian  berpusat  di  istana  sebagai  media pengabdian Raja (kultus Raja); 

b.  Bersifat sakral, yaitu kesenian sebagai media upacara agama;

c.  Bersifat Konvensional, yaitu kesenian yang bertolak pada suatu pedoman pada sumber hukum               agama (silfasastra);

d.  Hasil akulturasi kebudayaan India dengan Indonesia.

    Di  bidang  karya  seni  rupa  Indonesia,  pada  masa  kerajaan-kerajaan  Hindu  ada beberapa jenis misalnya seni bangunan, seni patung, dan lain-lain. Seni bangunan ini misalnya  Candi  dan  Pura.  Candi  banyak  terdapat  di  daerah  Jawa,  sedangkan  Pura adalah bangunan tempat suci yang banyak didirikan di Bali. Bentuk Pura merupakan komplek bangunan yang disusun terdiri dari tiga halaman, dan ini adalah pengaruh dari  bentuk  candi  penataran  yaitu:  halaman  depan  terdapat  balai  pertemuan; halaman tengah terdapat balai saji; halaman belakang terdapat meru, padmasana, dan  lain-lain.  Karya  seni  yang  lain  juga  ada  bangunan puri. Puri berbeda  dengan Pura. Puri adalah bangunan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat keagamaan.  Bangunan–bangunan  yang  terdapat  di  komplek  puri  antara  lain: Tempat  kepala  keluarga  (semanggen),  tempat  upacara  potong  gigi  (Bale  Munde), dan lain sebagainya.

    Selanjutnya  di  bidang  seni  patung  dalam  agama  Hindu  merupakan  hasil penggambaran  atau  perwujudan  dari  Raja  atau  Dewa-Desa.  Kepercayaan  kepada Tuhan  Yang  Esa,  dalam  fungsinya  sebagai  pencipta,  pemelihara,  dan  pelebur dipersonifikasikan  sebagai  Trimurti, yaitu  Dewa  Brahma, Wisnu, dan  Siwa. Masingmasing  Dewa  ini  memiliki  ciri  atau  atribut,  misalnya  patung  Brahma  laksananya berkepala empat, bertangan empat, dan kendaraannya (wahana) angsa. Sedangkan pada patung Dewa Wisnu, laksananya adalah para mahkotanya terdapat bulan sabit dan tengkorak, kendaraannya lembu (nandini), dan sebagainya. 

    Seni  hias  Hindu  yang  terdapat  pada  bangunan  candi  sebenarnya  hasil  tiruan  dari gunung Mahameru yang  dianggap suci sebagai tempatnya para Dewa. Oleh sebab itu  Candi  selalu  diberi  hiasan  sesuai  dengan  suasana  alam  pegunungan,  yaitu dengan motif flora dan fauna  serta makhluk ajaib. Bentuk  hiasan candi dibedakan menjadi  dua  macam,  yaitu:  hiasan  arsitektural  ialah  hiasan  bersifat  3  dimensional yang  membentuk struktur bangunan candi, contohnya: hiasan mahkota pada atap candi; hiasan menara sudut pada setiap candi; hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu; hiasan makara, simbar filaster, dan lain-lain. Hiasan bidang ialah hiasan  bersifat  dua  dimensional  yang  terdapat  pada  dinding/bidang  candi, contohnya  hiasan  dengan  cerita,  candi  Hindu  ialah  Mahabharata  dan  Ramayana; sedangkan pada candi Buddha adalah Jataka, Lalitapistara; hiasan flora dan fauna; hiasan pola geometris; hiasan makhluk kahyangan.

    Sifat  umum  seni  rupa  Indonesia  adalah  bersifat  tradisional/statis dengan  adanya kebudayaan  agraris  mengarah  pada  bentuk  kesenian  yang  berpegang  pada suatu kaidah  yang  turun  temurun.  Juga  bersifat  progresif,  yaitu  dengan  adanya kebudayaan maritim, kesenian Indonesia sering dipengaruhi kebudayaan luar yang kemudian di padukan dan dikembangkan sehingga menjadi milik bangsa Indonesia sendiri. Juga bersifat kebhinekaan, dalam hal ini Indonesia yang terdiri dari beberapa daerah  dengan keadaan  lingkungan  dan alam yang  berbeda,  sehingga  melahirkan bentuk  ungkapan  seni  yang  beraneka  ragam.  Memiliki  seni  kerajinan,  dengan kekayaan  alam  Indonesia  yang  menghasilkan  bermacam–macam  bahan  untuk membuat kerajinan. Juga bersifat non realis, dengan latar belakang agama asli yang primitif  berpengaruh  pada  ungkapan  seni  yang  selalu  bersifat perlambangan/simbolisme.

2.  Menggali  sumber  sosiologis  seni  keagamaan  dalam  membentuk kepribadian yang estetis

    Seni  keagamaan  Hindu  dapat  memberikan  manfaat  bagi  masyarakat  Indonesia, yaitu  sebagai  media  religius  yakni menciptakan  sebuah  seni  rupa  yang  ditujukan untuk keagamaan. Relief bangunan yaitu membangun sebuah relief bangunan yang bercitra  seni  rupa  seperti  halnya  bangunan  candi  borobudur  yang  berada  di  Jawa Tengah.  Seperti  pahatan  patung  yaitu  menciptakan  patung  yang  juga  bertujuan keagamaan;  juga  sebagai  simbolis  yaitu  sebagai  simbol  sebuah  suku  yang dipercayai masyarakat; dan sebagai komersial yaitu menciptakan sebuah seni rupa yang bertujuan untuk mendapatkan uang, seperti souvenir; serta sebagai kesenian daerah  ataupun  upacara-upacara  yang  dilakukan  di  tempat-tempat  tertentu. Prasasti  yang  ditujukan  sebagai  tanda  peninggalan  dari  kerajaan-kerajaan  yang berkuasa pada masanya. 

    Berikut fungsi candi yang menjadi bermacam-macam kegunaannya adalah sebagai hiasan  (Candi  Sari);  sebagai  kuburan  Abu  Jenasah  (Candi Buddha);  sebagai  tempat suci/pemujaan  (Candi  Penataran);  sebagai  tempat  melaksanakan  meditasi  atau Samadhi  (Candi  Jalatunda);  dan  sebagai  pemandian  (Candi  Belahan);  dan sebagainya. Karya seni rupa Hindu di Indonesia, yang dapat diketahui dari masuknya ajaran Hindu ke Indonesia, telah banyak karya-karya yang diciptakan, berikut karyakarya  yang  diciptakan  seperti:  Candi,  pahatan  batu,  patung-patung,  prasasti, wayang, dan seni-seni tari.

    Sebagaimana telah dipaparkan di depan bahwa bangsa Indonesia mengetahui seni rupa  yaitu  dari  kedatangannya  ajaran-ajaran  Hindu  Ke  Indonesia,  yang  disebar luaskan oleh orang-orang terkemuka. Tokoh-tokoh yang membawa seni rupa Hindu dan juga membawa ajarannya yaitu: Aswawarman. Aswawarman adalah raja Kutai kedua.  Ia  menggantikan  Kudungga  sebagai  raja.  Sebelum  masa  pemerintahan Aswawarman,  Kutai  menganut  animisme.  Ketika  Asmawarman  naik  tahta,  ajaran Hindu masuk ke Kutai. Kemudian kerajaan ini menganut agama Hindu. Aswawarman dipandang  sebagai  pembentuk  dinasti  raja  yang  beragama  Hindu.  Agama  Hindu masuk ke dalam sendi kehidupan Kerajaan Kutai. Keturunan Aswawarman memakai nama-nama  yang  lazim  digunakan  di  India.  Pengaruh  Hindu  juga  tampak  pada tatanan masyarakat, upacara keagamaan, dan pola pemerintahan Kerajaan Kutai. 

    Kemungkinan  besar  pada  masa  pemerintahan  Mulawarman  telah  ada  orang Indonesia asli yang  menjadi pendeta Hindu. Dengan demikian upacara keagamaan tidak  lagi  dipimpin  oleh  Brahmana  dari  India.  Mulawarman  mempunyai  hubungan baik  dengan  kaum  Brahmana.  Hal  ini  dibuktikan  karena  semua yupa dibuat  oleh pendeta  Hindu.  Mereka  membuatnya  sebagai  ungkapan  rasa  terima  kasih  kepada Raja  Mulawarman.  Sang  raja  telah  melindungi  agama  Hindu  dan  memberikan banyak hadiah kepada kaum Brahmana. Agama Hindu dapat berkembang pesat di seluruh wilayah Kerajaan Kutai.

    Selanjutnya  adalah  Purnawarman.  Purnawarman  merupakan  raja  Tarumanegara. Kerajaan  Tarumanegara  merupakan  kerajaan  tertua  kedua  setelah  Kerajaan  Kutai. Purnawarman  memeluk  agama  Hindu  yang  menyembah  Dewa  Wisnu.  Prasastiprasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara banyak menceritakan kebesaran Raja Purnawarman. Dalam Prasasti Ciaruteun terdapat jejak tapak kaki seperti tapak kaki Wisnu  dan  dinyatakan  sebagai  tapak  kaki  Raja  Purnawarman.  Di  bawah kepemimpinan Raja Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara dan rakyatnya berjalan baik  dan  teratur.  Bukti  keberhasilan  kepemimpinan  ini  tercermin  dalam  Prasasti Tugu.  Di dalam prasasti  itu  diceritakan  pembangunan  saluran  air  untuk  pengairan dan pencegahan banjir. 

    Tokoh  berikutnya  adalah  Airlangga.  Airlangga  adalah  Raja  Kahuripan.  Beliau memerintah  pada  tahun  1019-1049.  Airlangga  sebenarnya  putra  raja  Bali.  Beliau dijadikan  menantu  oleh  Raja  Darmawangsa.  Ketika  pernikahan  berlangsung, Kerajaan  Kahuripan  diserang  bala  tentara  dari  Wurawuri. Airlangga  dan beberapa pengiringnya berhasil melarikan diri. Airlangga menyusun kekuatan untuk mengusir musuh.  Usaha  tersebut  berhasil.  Bahkan,  Airlangga  berhasil  memperkuat  kerajaan Kahuripan  dan  memakmurkan  rakyatnya.  Airlangga  sebenarnya  merupakan  gelar yang  diterima  karena  beliau  berhasil  mengendalikan  air  sungai  Brantas  sehingga bermanfaat bagi rakyat. 

    Selanjutnya kesenian juga berkembang pada zaman Jayabaya. Jayabaya adalah raja terbesar dari Kerajaan Panjalu atau Kediri. Beliau memerintah tahun 1135-1157 M. Namanya  selalu  dikaitkan  dengan  Jangka  Jayabaya  yang  berisi  ramalan-ramalan tentang  nasib  Pulau  Jawa.  Keberhasilan  dan  kemasyuran  Raja  Jayabaya  dapat dilihat  dari  hasil  sastra  pada  masa  pemerintahannya.  Atas  perintahnya,  pujanggapujangga keraton berhasil menyusun kitab Bharatayudha. Kitab ini ditulis oleh Empu Sedah  dan  diselesaikan  oleh  Empu  Panuluh.  Kitab  Bharatayudha  itu  dimaksudkan untuk mengabadikan kebesaran raja dan memperingati kemenangan- kemenangan Raja Jayabaya. 

    Selain itu, adalah raja Ken Arok. Ken Arok adalah pendiri kerajaan Singasari. Beliau juga menjadi cikal bakal raja-raja Majapahit. Mula-mula Ken Arok mengabdi kepada Awuku  Tunggul  Ametung  di  Tumapel.  Tumapel  termasuk  wilayah  kerajaan  Kediri. Ken Arok  jatuh  cinta  kepada   Ken  Dedes,  istri  Tunggul  Ametung.  Ken Arok membunuh  Tunggul  Ametung.  Kemudian  ia  memperistri Ken  Dedes  dan  menjadipenguasa di Tumapel. Tokoh  yang  lain  sebagai  pembawa  kesenian  dan  kebudayaan  yang  sangat berpengaruh  adalah  Gajah  Mada.  Gajah  Mada  adalah  patih  mangkubumi  (maha patih)  kerajaan  Majapahit.  Namanya  mulai  dikenal  setelah  beliau  berhasil memadamkan  pemberontakan  Kuti.  Gajah  Mada  muncul  sebagai  seorang  pemuka kerajaan  sejak  masa  pemerintahan  Jayanegara  (1309-1328).  Kariernya  dimulai dengan menjadi anggota pasukan pengawal raja (Bahanyangkari). Mula-mula, beliau menjadi  Bekel  Bahanyangkari  (setingkat  komandan  pasukan).  Kariernya  terus menanjak pada masa kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan, seperti pemberontakan Rangga Lawe (1309), Lembu Sura (1311), Nambi (1316), dan Kuti (1319).  Pada  tahun  1328  Raja  Jayanegara  wafat.  Beliau  digantikan  oleh Tribhuanatunggadewi. Sadeng melakukan pemberontakan. Pemberontakan Sadeng dapat  ditumpas  oleh  pasukan  Gajah  Mada.  Atas  jasanya,  Gajah  Mada  diangkat menjadi  Maha  Patih  Majapahit  pada  tahun  1334.  Pada  upacara  pengangkatannya, beliau  bersumpah untuk  menaklukkan  seluruh  Nusantara  di  bawah  kekuasaan Majapahit.  Sumpah  itu  dikenal  dengan  Sumpah  Palapa.  Dan  masih  banyak  lagi tokoh-tokoh pembawa dan penyebar seni Hindu terapan di Indonesia. 

    Berdasarkan  penjelasan  di  atas,  maka  dapat  disimpulkan bahwa  kesenian  yang bercorak  Kehinduan  berkembang  pesat  di  Indonesia.  Pada  umumnya  dalam perkembangannya dibawa atau dikembangkan oleh tokoh-tokoh baik yang berasal dari  luar  maupun  yang  berasal  dari  dalam  negeri.  Banyak  ditemui  peninggalanpeninggalan,  seperti  seni  rupa  yang  sampai  saat  ini.  Wilayah  atau  tempat  yang sangat kental mengandung unsur seni rupa Hindu yaitu di daerah Bali dan Jawa. Dan ternyata seni rupa zaman Hindu yang berkembang di Indonesia di samping dibawa oleh kerajaan-kerajaan yang berkuasa pada saat itu, juga oleh pedagang-pedagang yang datang ke Indonesia sambil menyebarkan ajaran Hindu serta keseniannya. 

    Dengan  pesatnya  teknologi  saat  ini  kita  dapat  mencari  lebih  banyak  keseniankesenian  Hindu yang  berkembang  di  Indonesia  saat  ini.  Semua  ini  kembali  kepada Anda  sebagai  mahasiswa,  dan  kita  semua,  mau  dari  mana  kita  mencari  kesenian tersebut. Pada dasarnya, sebagai mahasiswa, Anda harus mengerti dan memahami kesenian yang telah ada di Indonesia untuk dikembangkan kepada masyarakat luas, berkontribusi  dan  berbakti  pada  negara sendiri  dan  mencintai  kesenian  negaranya sendiri.

3.  Menggali  sumber  filosofis  seni  keagamaan  dalam  membentuk kepribadian yang estetis

    Kehidupan  masyarakat  pada  dasarnya  dapat  dilihat  dari  berbagai  macam  aspek, misalnya  tingkah  laku  kehidupan  sehari-hari  pada  satu  komunitas  kelompok kemasyarakatan.  Tingkah  laku  kehidupan  di  masing-masing  kelompok  adalah berbeda-beda yang  disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat kelompok itu berada.  Kebiasaan  atas  tingkah  laku  yang  ditunjukan  oleh  suatu  komunitas masyarakat tersebut  dinamakan dengan tradisi. Tradisi  ini timbul dari kebudayaan yang  terdapat  dalam  kelompok  tertentu.  Kebudayaan  memiliki  banyak  aspek. Budaya  dapat  diartikan  sebagai  segala  hasil  cipta,  rasa, dan  karsa  manusia  untuk membantu  kehidupannya.  Maka  dengan  hal  ini  keberadaan  seni  yang  ada  dalam masyarakat termasuk salah satu hasil dari kebudayaan yang tercipta dari kreatifitas rasa  karsa  manusia  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidupnya.  Dalam  pelaksanaan keagamaan agama Hindu, senantiasa mengimplementasikannya dalam bentuk seni, sehingga  dalam  pelaksanaan  upacara  agama  senantiasa  dibarengi  dengan  seni. 

    Dalam bahasa sansekerta “Seni” berasal dari kata “San” yang berarti persembahan dalam  upacara  agama.  Sehingga  tidak  salah  kalau pelaksanaan  upacara  Agama Hindu terdapat banyak sekali unsur-unsur seni didalam pelaksanaannya, baik yang berupa  sesajen,  suara  (dharma  gita),  gambelan,  dan  gerak  (Tari,  sikap  mudra Slinggih). Hal ini menjadikan Seni dan Agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaan Ajaran Agama Hindu di lakukan dengan seni. Secara sederhananya  seni  dapat  diartikan  sebagai  hasil  ciptaan  atau  buah  dari  pikiran manusia  yang  diungkapan  dalam  wujud  dan  suara  yang  dapat  didengarkan  yang ditunjukan dengan kemahiran teknis sehingga dapat memberikan kebahagiaan hati dan  hidup.  Pada  awalnya  seni  sepenuhnya  diabdikan  untuk  pelaksanaan  upacara agama.  Tapi  lama  kelamaan,  seni  juga  diciptakan  sebagai  alat  untuk  memuaskan hati dan pikiran manusia, sehingga seni juga dijadikan sebagai hiburan. 

    Berbicara tentang jati diri seni yang berkembang di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perkembangan dan pengaruh Hindu yang berlandaskan seni-budaya prasejarah. Segi kontinyuitas dalam perkembangan seni Hindu ini memperlihatkan benang  merah yang  tegas  tentang  kronologis  aspek filosofis,  teknis,  tematis,  dan estetis  kekaryaan  seni  di  Indonesia. Jati  diri seni  Indonesia  telah  bisa  diamati  dan dikaji  melalui  karya-karya  seni  rupa  (bangunan,  patung,  relief  kriya, motif  hias). Zaman Singosari  dan  Majapahit  di  Jawa  Timur.  Secara  garis  besar  perkembangan seni rupa Indonesia pada sebagai pengaruh perkembangan Hindu memperlihatkan puncak kegemilangannya, serta temuan jati diri Indonesia pada zaman Singosari dan Majapahit di Jawa Timur. 

    Khusus  seni  rupa  yang  berkembang  di  Indonesia,  memiliki  ciri-ciri  dasar  yaitu: pluralistik, kontinyuitas, dan unik. Pluralitas dalam seni rupa  Indonesia disebabkan oleh keadaan alam yang  terdiri dari pulau-pulau yang  dibatasi oleh laut  dan selat. Keadaan alam (kondisi geografis) seperti ini menumbuhkan karakter budaya setiap tempat (pulau) yang berbeda dengan pulau yang lainnya. Ciri kontinyuitas seni rupa dapat terlihat dari kesinambungan perkembangan dan kesadaran tradisi sejak masa kerajaan  Hindu  pertama  di  pulau  Jawa  hingga  Bali-Hindu.  Kesadaran  terhadap adanya  transformasi  budaya-yangmerupakan  proses  yang  terus  berlanjut dapat membentuk jati  diri budaya  nasional.  Proses  awal  perkembangan  seni  itu  melalui tahap  awal  (peniruan)  dan  tahap  adaptasi  (penyesuaian).  Proses  kontak  budaya dalam  perkembangan  seni  rupa  Indonesia-Hindu  berakibat  terhadap  munculnya beragam corak seni rupa  Indonesia yang tersebar di seluruh Nusantara. Walaupun corak  tersebut  beraneka  ragam  tetapi  ternyata  memiliki  karakteristik  yang  sama. 

    Hal ini disebabkan oleh kesamaan dalam pandangan kosmologis dan geopolitis. Pandangan  terhadap jagat  raya  (kosmologis)  tersebut  tercermin  dalam ungkapan-ungkapan  etnik  setiap  daerah,  misalnya  kesamaan  dalam memvisualisasikan motif-motif flora dan fauna  sebagai  ornamen.  Motif-motif alam  itu  terungkap  karena masyarakat   Indonesia   berada  dalam kehidupan  dan lingkungan alam yang subur. Contoh lain yang bisa membuktikan adanya kesatuan dalam keragaman corak yaitu ungkapan wujud arsitektur di setiap daerah yang variatif, tetapi di dalamnya  jika  diteliti  akan  terdapat  kesamaan  ungkapan  (dalam  aspek  struktur bangunan  keseluruhan dan  beberapa  motif  hiasnya).  Proses  transformasi  budaya yang  membentuk  jati  diri  seni  di  Indonesia  melalui  beberapa  tahapan.  Tahapan pertama yaitu peniruan unsur-unsur budaya India tanpa seleksi. Tahap kedua yaitu penyesuaian  unsur  budaya  India  dengan  unsur-unsur  budaya  sendiri. Tahap  yang terakhir  yaitu  penguasaan  unsur-unsur  budaya  India  sebagai  kelengkapan  dalam membentuk  kepribadian  budaya  bangsa.  Bentuk  ketiga  inilah  yang  menampilkan bentuk  ungkapan  sebagai  penemuan  jati  diri  budaya  Indonesia  dari  pengaruh perkembangan  agama  Hindu. Bagaimanakah  ungkapan  budaya,  khususnya  dalam karya-karya  seni  rupa  Indonesia  Hindu  yang  membuktikan  adanya  tingkat penguasaan  budaya  India  dan   menampakkan  penemuan  jati  diri  tersebut? 

    Pertanyaan  seperti  ini  tentu  saja  mesti  ditelusuri  jawaban  melalui  serangkaian penelitian terhadap karya-karya seni rupa. Untuk menjawab sebagaian masalah itu, kita  mesti  mencoba  meneliti  perkembangan  seni  rupa  pada  sekitar  abad  ke-13 sampai  ke-15  di  Jawa  Timur.  Melalui  analisis terhadap  perkembangan  seni  rupa Indonesia-Hindu di Jawa Timur diharapkan dapat disimpulkan tentang beberapa ciri ke-Indonesia-an'dan penyebab terjadinya ciri tersebut. Seni  rupa  sebagai  salah  satu  bentuk  ungkapan  budaya  Indonesia  memiliki keragaman  corak  dan  bentuk. Kekayaan  ragam  ungkapan  budaya  dalam  bentukbentuk  perlambangan.  Ikonografi  Hindu,  Buddha,  dan  kaidah  estetik  Indonesia merupakan  sumber acuan  inspirasi  yang  kuat. Untuk  mempertahankan  nilai-nilai sakral, seni rupa Indonesia atas pengaruh agama Hindu mengenal berbagai kriteria gaya seni rupa dengan tanda-tanda perlambangan yang berbeda satu sama lainnya. 

    Hal ini dapat diamati dari perbedaan gaya klasik India seni Syalendra dan gaya seni Singosari (dan gaya klasik Majapahit). Budaya  feodal  bangsa  Indonesia  mempengaruhi  perkembangan  seni  budaya  di Indonesia. Banyak sekali karya-karya seni (seni rupa misalnya), yang mencerminkan kekuasaan  dan kebesaran kerajaan.  Raja  sebagai  pelindung  seni tampak  berperan dalam  menumbuhkembangkan  gaya  klasisisme  Indonesia  pada  masa  kerajaankerajaan.  Hal  ini  merupakan  bentuk  ungkapan  pengabdian  dan  penghormatan kepada  raja.  Dalam  beberapa  contoh  karya  (yang  bersifat  monumental)  seni bertugas untuk mengabadikan kejayaan atau kebesaran nama raja. Secara  filosofi,  tumbuh  dan  kembangnya  kesenian  itu  dapat  dimulai  dari  seni lingkungan hidup. Kecintaan bangsa Indonesia terhadap lingkungan hidup (alam dan sekitarnya)  telah  lama  menjadi  cerminan  penghayatan  terhadap  nilai-nilai  agama. 

    Rangsangan  lingkungan  alam  terhadap  para  artisan  (perupa)  Hindu  menjelmakan corak  dan  bentuk  ornamen  yang  berdasarkan  bentuk-bentuk  alam  (nature). Kekayaan  tumbuhan  (flora)  dan  binatang  (fauna)  di  Indonesia  terungkap  dalam ornamen  relief  atau  gambar  yang  diterakan  pada  dinding  arsitektur  (candi, misalnya),  patung,  dan  kriya.  Pandangan  bangsa  Indonesia  terhadap  jagat  raya (alam semesta) tentang keseimbangan alam ini telah hidup dalam budaya Indonesia asli.  Pandangan kosmologis  terhadap  alam  memang akan  berbeda  dengan  latar belakang  kosmologi  India. Cermin  lingkungan  hidup  bangsa Indonesia  juga  dapat disaksikan pada  adegan-adegan  relief  dinding candi.  Cerita  legenda, folklore, dan mitologi  Indonesia  menjadi  pelengkap  cerita  Ramayana  dan  Mahabharata.  Alam Indonesia yang kaya akan material dan media seni rupa mewarnai karakteristik seni rupa  Indonesia-Hindu.  Bahan  baku  batu  alam,  kayu, dan  tanah  liat  banyak didapatkan  pada  karya-karya  arsitektur  Indonesia-Hindu.  Tentu  saja  penggunaan bahan  seperti  ini  berbeda  dengan  yang  ada  di  India.  Karakteristik  Hindu memperlihatkan jati dirinya, karena banyak  memanfaatkan bahan lokal (atas hasil eksplorasi bahan dan teknik penggarapannya).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba