Langsung ke konten utama

Contoh Teks Dharmawacana Hukum Karmaphala sebagai landasan Introspeksi diri (Wayan Tantre Awiyane)

 


Om Svastyastu

Om Anubadrah Kratawoyantuwiswatah,

Kepada yang disucikan pinandita lanang istri

Kepada yang saya hormati sesepuh pini sepuh umat

Kepada yang saya banggakan umat sedharma sekalian.

Terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, Pada kesempatan yang baik ini saya akan menyampaikan pesan dharma, semoga pesan dharma ini dapat menambah wawasan dan tentunya bermanfaat bagi kita semua.


Pertama-tama marilah kita haturkan puja Asthungkare kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Ashungkerta waranugraha beliaulah  kita dapat berkumpul bersama-sama di pura Aditya Jaya Rawamangun yang suci ini dalam keadaan yang sehat, selamat, serta tanpa kekurangan suatu apapun. Yang kedua tidak lupa juga kita marilah haturkan puja Astuti bhakti kita kehadapan para leluhur, maha Rsi serta para guru yang telah membimbing kita hingga pada kesempatan ini.

Sebelumnya pada penyampaian pesan dharma ini saya tidak menggurui umat sedharma, melainkan saya menjadikan kesempatan ini untuk membagi pengetahuan yang saya pahami. Dalam kesempatan ini saya mengambil judul Introspeksi diri.

Banyak orang lebih mudah melihat kesalahan orang lain dibandingkan melihat lebih dalam dirinya sendiri. Ketika hal ini kita sadari, banyak sekali rasanya kita melewatkan setiap detik yang berharga untuk sebuah introspeksi diri.

Pada kehidupan di jaman modern seperti ini banyak kejadian-kejadian yang terjadi di sekeliling kita dari hal yang kecil hingga hal yang paling besar. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat terjadinya bencana alam, tindak prilaku kriminal, dan lain sebagainya. Fakta fenomena yang terjadi yaitu, Bencana alam. Bencana alam yaitu suatu peristiwa alam  yang mengakibatkan  dampak besar bagi populasi manusia  peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, kekeringan, kebakaan liar, dan wabah penyakit ini adalah bencana alam yang terjadi secara alami.

Pada hari ini kita bersama-sama berdoa untuk umat kita yang saat ini sedang mengungsi sementara akibat terjadinya letusan Gunung Agung . Apa yang umat kita alami saat ini yang tinggal dibawah kaki gunung agung merupakan sebuah gambaran bahwa itu merupakan fenomena alam yang alami, memang demikian terjadinya. Saat ini gunung agung sedang memasuki kondisi peleburan, pada tahun 1963 gunung agung meletus untuk pertama kalinya kemudian pada tahun ini gunung agung kembali meletus jaraknya 50 tahun. Berdasarkan kondisi tersebut kita diminta untuk selal introspeksi diri tentang apa yang telah kita lakukan selama ini, dalam keadaan ini pula terjadinya implementasi tattwam asi yang dilakukan oleh umat setempat dalam membantu, munculnya prilaku gotong royong tidak membeda-bedakan semua dibantu agar dapat terselamatkan, masyarakat akan mendapat anugrah kesuburan tanah hingga kesejahteraan umat yang tinggal dibawah gunung agung. sesuai dengan makna filosofi gunung itu sendiri yakni simbol dari kesejahteraan dan kemakmuran.

Umat sedharma yang saya hormati.

Melalui dharma wacana ini ada beberapa hal yang akan saya sampaikan yaitu :

1.         Bagaimanakah Konsep Hukum Karmaphala ?

2.         Bagaimanakah upaya penerapan Hukum Karmaphala dalm kehidupan ?

Fenomena dalam kehidupan terkini telah  menegaskan bahwa manusia sudah mulai yang lupa dengan dirinya, dengan tujuan dirinya menjelma kedunia ini melalui siklus reinkarnasi untuk membayar hutang kepada dewa, pitra dan rsi. Hal ini di tegaskan dengan adanya perilaku keserakahan manusia yang terlalu mengikuti keinginannya yang didominasi oleh Rajas, salah satu contoh adalah malas bekerja keras “ mengapa harus kerja banting tulang, kalo ada kerjaan yang mudah, bisa menghasilkan banyak kekayaan kenapa tidak “ dari pernyataan ini muncullah prilaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Pada dasarnya Manusia tidaklah hanya sekedar hidup tanpa tujuan, melainkan manusia hidup di dunia penuh dengan berbagai tujuan, yakni hidup bahagia dan hidup sejahtera didunia fana (jagadhita) dan kehidupan setelah kematian (moksa). Manusia mempunyai keinginan untuk mencapai, memiliki dan mempergunakan sesuatu guna mencapai kebutuhan hidupnya sebagai manusia budaya dalam dunia agama.

Manusia selalu asik dengan memikirkan masa lalu serta masa depan, dan sama sekali mengabaikan masa kini. Padahal masa kinilah yang paling penting karena masa kinilah diakibatkan oleh masa lalu dan mengandung benih untuk masa depan. Karena itu, manusia harus memusatkan seluruh perhatiannya pada masa kini, agar ia mempunyai masa depan yang cerah, Masa kini adalah benih yang timbul dari pohon masa lampau. Masa kini juga merupakan benih bagi pohon masa depan. Masa depan manusia terletak pada masakininya dengan pembicaraan dan pikiran yang baik, untuk dapat memahami hal itu tentunya harus didukung dengan adanya keyakinan atau sradha yang kuat.

Umat sedharma yang bijaksana

Salah satunya adalah yakin terhadap adanya kebenaran hukum karma, di dalam pustaka suci weda dibentangkan pula keyakinan terhadap kebenaran hukum karmapala bahwa setiap perbuatan akan selalu mendatangkan hasil baik atau buruk. Karmapala ini akan dinikmati selama hidup sesudah mati dan bahkan ketika lahir kembali menjadi manusia. Perbuatan yang kita lakukan akan memberikan dampak kepada kita baik itu hasil yang baik ataupun buruk, hal ini ditegaskan didalam gveda V.12.5

Adhūrsata svayam ete vachobir,

jūyate vjanāni bruvantah.

 

Terjemahannya:

Orang-orang yang tidak berjalan lurus seperti aku, dihancurkan karena kesalahan-kesalahan mereka sendiri. (Titib.1996: 189)

Adapun yang diperbuat oleh manusia membawa segala akibat, akibat itu ada baik dan ada buruknya. akibat yang baik akan memberikan kesenangan, sedangkan akibat yang buruk akan memberikan kesusahan. Oleh karena itu kita berbuat baik karena semua orang menginginkan kesenangan dan hidup tentram. Buah dari perbuatan atau karma itu disebut dengan pala, buah atau pala itu tidak selalu langsung dirasakan misalnya ketika tangan kita menyentuh es seketika kita merasakan dingin dari es tersebut, sedangkan jika kita menanam padi maka kita harus menunggu berbulan-bulan untuk dapat menuai hasilnya. dengan demikian karma itu ada yang berbentuk atau nyata dan ada yang abstrak. 

Umat sedharma yang saya muliakan.

Mengenai karmaphala ada tiga macam yang didasarkan atas waktu, yaitu sebagai berikut.

1.      Sancita atau timbunan karma. Perbuatan yang dilakukan sekarang sedangkan hasilnya akan dinikmati pada kelahiran yang akan datang.

2.      Prarabda yaitu suatu perbuatan yang dilakukan sekarang maka ia akan menikmati hasilnya pada kehidupan sekarang juga.

3.      Kriyamana atau  agami  yaitu  perbuatan yang dilakukan sekarang namun hasilnya akan diperoleh setelah kematiannya. (Anadas, 2004: 75).

Untuk itulah, saat ini kita memulai dengan hal-hal yang sederhana dari merubah diri kita sendiri terlebih dahulu, bahwa buah pikiran dan karya yang kita hasilkan suatu saat nanti akan dirasakan oleh orang banyak. Janganlah berpikir  hal-hal apakah yang kita dapatkan ketika melakukan kerja di bumi ini, namun seberapa banyakkah hal yang sudah kita dapatkan dari  bumi yang kita huni sampai saat ini.

Belajar dari bumi yang kita injak setiap hari seharusnya kita mulai merenung dan berbenah diri. Bumi memberikan kebutuhan bagi manusia yang hidup diatasnya, namun terkadang manusia dengan sifat serakahnya telah membalas kebaikan bumi dengan merusaknya. Jika kita  diberikan harta yang melimpah, tetapi tidak dapat menggunakan harta itu untuk tujuan yang tepat pasti akan selalu merasa kurang. Akan tetapi ada orang yang mempunyai harta yang cukup, namun dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.

Umat sedharma yang penuh karunia

Dengan demikian kehidupan manusia pada dasarnya adalah untuk mengenal dirinya sendiri, karena seseorang yang mengenal dirinya sendirinya yang sejati  berarti dia telah mengetahui hakekat Tuhan yang sebenarnya.

 Jadi segala aktifitas didunia ini hanya dibersembahkan kepada Tuhan, sesuai dengan yang ditegaskan oleh pustaka suci weda kita harus selalu waspada dengan apa yang kita perbuat agar kita terhindar dari kehancuran akibat dari perbuatan kita.  Menjelma menjadi manusia itu merupakan hal yang utama jadi mari kita manfaatkan kesempatan dalam kehidupan kita sebaik mungkin, tugas kita hanya menjalani karma yang telah melekat pada diri kita. Hukum karma selalu berjalan demikian adanya selalu ada di masa lalu, sekarang dan untuk masa yang akan datang.

Untuk itu marilah kita pertimbangkan apa yang harusnya kita lakukan gunakan wiweka kita, agar apa ang kita lakukan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain.

Dengan demikian saya akhiri dengan Paramasantih

Om santih, santih, santih Om

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba