Langsung ke konten utama

Yajna di Era Milennial (Wayan Tantre Awiyane)

 Om awighnam asthu namo sidham

Om swastyastu

            Dewasa ini, perkembang IPTEK menjadikan aktivitas manusia yang dahulunya susah menjadi lebih di permudah dan dahulunya mudah kini menjadi susah. Kondisi ini berarti bahwa perkembangan tersebut selain membawa dampak positif juga memberikan dampak negatif. Salah satu contoh seorang ibu meminta anaknya untuk melakukan nitya yajna atau mesaiban (ngejot). Yang dahulunya pekerjaan ini lebih cepat ia bisa slesaikan namun karena dia memiliki smart phone pekerjaan ini menjadi lebih lama. Aktivitasnya ini harus di post di media sosial berupa status. Kemudian yang kedua, ketika seorang mahasiswa diberi tugas oleh seorang dosennya, yang dahulunya ia harus keperpustakaan untuk mencari sumber referensi saat ini ia dapat menyelesaikan tugas kuliahnya dengan cepat hanya dengan menggunakan jasa searching di google.

(Dokumentasi Persembahyangan Di Pura Agung Wira Dharma Samudera Cilandak)


Berangkat dari latar belakang tersebut, ada dua hal yang ingin saya sampaikan;

1.         Bagaimana pengertian yajna?

2.         Bagaimana implementasi yajna di era milenial ini?

A.    Pengertian Yajna

Yadnya adalah pemujaan, persembahan atau korban suci yang dilandasi oleh hati yang tulus ikhlas. Yadnya dalam pengertian lebih luas tidak saja saja sebatas pada segala bentuk pemujaan upacara, semata berupa persembahan sesajen, namun jauh lebih dari pada itu yaitu segala bentuk pemujaan, persembahan atau korban suci, baik berupa material maupun spiritual yang timbul dari jiwa suci dan semangat berkorban demi untuk tujuan mulia dan luhur. Sedangkan Kaum Millennial adalah mereka generasi muda yang terlahir antara tahun 1980an sampai 2000. Kaum Millennial terlahir dimana dunia modern dan teknologi canggih diperkenalkan publik. Sehingga seperti apa yajna pada era milenial.

Kata yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta, dari urat kata kerja “Yaj” yang berarti memuja atau mempersembahkan atau memberi pengorbanan. Jadi kata yadnya itu sendiri berarti korban, persembahan atau korban suci. Adapun sumber-sumber sastra agama Hindu yang dapat dijadikan acuan dalam menyimak pengertian Yadnya tersebut antara lain dalam kitab Bhagawadgita Bab III sloka 10 menyebutkan :

Sahayajnah prajah srishtva puro ‘vacha prajapatih

anena prasavisyadhvam asha vo ‘stv ‘ista kamadhuk

Terjemahanya :

Pada jaman dahulu kala Prajapati menciptakan manusia dengan yadnya dan beliau bersabda. Dengan ini engkau akan berkembang biak dan menjadi kamadhuk dari  keinginanmu.

 

Serta dikuatkan dengan sloka Bhagawadgita Bab III sloka 14 juga disebutkan :

Annad bhavanti bhutani parjanyad annasambhavah

yajnad bhavati parjanyo yajnah karma samudbhavah

Terjemahannya:

Adanya makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan, adanya hujan karena yajna dan adanya yajna karena karma.

 

Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian yadnya itu sendiri tidak saja sebatas pada upacara semata berupa persembahan sesajen saja, namun jauh lebih luas dari itu  yaitu segala bentuk pemujaan, persembahan atau korban suci baik berupa material maupun spiritual yang timbul dari jiwa suci dan semangat berkorban demi untuk tujuan mulia dan luhur. Hal ini seirama dengan tujuan yadnya itu adalah untuk membayar hutang, ungkapan rasa terima kasih, membebaskan diri dari dosa, menghubungkan diri dengan tuhan, menyucikan lahir batin dan alam semesta serta menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya.

B.     Implementasi Yajna

Yajna yang tidak hanya berupa dana saja, melainkan pula dapat melalui pengetahuan. Yajna dalam bentuk pengetahuan. Dengan melalui proses belajar dan mengajar. Baik secara formal maupun secara informal. Proses pembelajaran ini hendaknya dimulai setiap hari dan setiap saat, sehingga kemajuan dan peningkatan dalam dunia pendidikan akan mencapai sasaran yang diinginkan. Melalui sistem pendidikan yang ada, yang dimulai sejak dini di dalam keluarga kecil, sekolah dan dilakukan secara terus-menerus selama hayat dikandung badan. Seperti dalam bentuk pembinaan secara berkesinambungan, bertahap, bertingkat dan berkelanjutan. Umat Hindu hendaknya menyadari membiasakan diri belajar, karena hal itu merupakan salah satu cara mendekati diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa

Berdasarkan kutipan sastra agama di atas. banyak nilai-nilai etika sosial, budaya yang kita peroleh dari melaksanakan Yajña seperti ketulus-ikhlasan dalam setiap perbuatan, sikap kebersamaan (tidak mementingkan diri sendiri), pengendalian diri dengan Tapa, Brata, dan Samadhi, menanamkan rasa bersyukur dan terima kasih atas segala anugerah yang dilimpahkan kepada kita oleh Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa).

(Dokumentasi Persembahyangan Di Pura Dalem Segara Cilincing)


Demikianlah dalam kehidupan sosial masyarakat agar saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Tata cara kehidupan yang seperti itu juga merupakan Yajña, karena akan mengantarkan pada kehidupan yang damai, harmonis dalam masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya tentu masih banyak kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan Yajña.

Untuk itu mari kita bersama-sama dalam beryajna landasi dengan keikhlasan yang disertai kesucian hati, dengan cinta kasih yang diwujudkan dengan rasa bhakti yang tulus, cinta kepada sesama, cinta kepada binatang dan cinta kepada lingkungan, Yang harus dilakukan sesuai kemampuan agar tidak menjadi beban bgi kita, Beryadnya harus dilandasi perasaan beryajnya sebagai sebuah kewajiban.

Terimakasih, matur suksma semoga tulisan ini bermanfaat.

Om santih, santih, santih om

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka suci Bhagavad-gītā XVIII.60 menyatakan ba