Langsung ke konten utama

Wariga dan Wewaran dalam Hindu (Wayan Tantre Awiyane)


 Hindu tidak menjadi agama satu-satunya yang dikenal masyarakat Indonesia, dan hal tersebut menyebabkan jumlah umat Hindu tidak seperti semula, bahkan di berbagai daerah di Indonesia umat Hindu malah menjadi umat minoritas. Namun menyandang gelar sebagai agama dengan penganut minoritas tidak menyurutkan keyakinan umat Hindu dimanapun berada.

Berbicara mengenai hari-hari baik keagamaan merupakan sesuatu yang sangat menarik, karena banyak makna dan filsafat yang dapat digali dari tiap hari-hari dalam Hindu. Hakekatnya semua hari itu merupakan hari yang baik untuk dijadikan sebgai hari pelaksanaan suatu aktivitas keagamaan seperti melaksanakan upacara panca yajna. Tujuan dilakukan upacara juga jelas, tidak ada istilah pelaksanaan Upacara yang asal-asalan. Waktu pelaksanaan upacara sangat diperhatikan, yang mana semuanya menggunakan konsep ajaran Wariga sebagai dasar perhitungan yang tepat kapan dilaksanakan harus menjadi perhatian umat Hindu khususnya. Perhitungan yang dimaksud bukanlah sesuatu yang mudah, sehingga pemahaman yang mantap tentang ajaran Wariga sangat diperlukan.

Bagi sebagian orang mungkin istilah “Wariga” merupakan sesuatu yang asing, tetapi sesungguhnya tanpa disadari konsepnya terkadang sudah dterapkan. Wariga pada dasarnya bersumber dari ajaran jyotisa tergolong kelompok Wedangga yang merupakan pelengkap Weda, dan sebagai batang tubuh dari Weda, yang isinya membahas tentang peredaran tata surya, bulan, bintang, dan benda-benda langit lainnya, yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan ini dalam melaksanakan upacara/yadnya. Bertolak dari hal tersebutlah penulis sebagai generasi muda Hindu yang mau tidak mau akan terjun ke dalam masyarakat harus lebih memahami tentang ajaran Wariga yang mana dalam hal ini akan penulis lebih fokus pada Pengertian dan Mitologi Wewaran.



- Pengertian Wewaran

Wewaran adalah bahasa Sansekerta dari urat kata wara  direduplikasikan (Dwipurwa) dan mendapat akhiran an ( we+wara+an). Kata wara banyak memiliki arti seperti ; terpilih, terbaik, unggul. Wara juga berarti hari; mulia, utama. Dari uraian di atas wewaran dapat diartikan perhitungan hari-hari. Tentang hari-hari dalam Wariga ada sepuluh jenis yang pergunakan dalam pendewasaan yaitu pemilihan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan atau yajna.

Dalam Wariga Bali seperangkat satuan yang dikenal dengan nama wewaran  dan  pawukon. Satuan waktu ini menggunakan perputaran seperti perputaran jarum jam. Ada yang siklusnya tiga hari (Tri Wara), empat hari (Catur Wara), lima hari (Panca Wara), enam hari (Sad Wara), tujuh hari (Sapta Wara), dan seluruhnya ada sepuluh jenis wewaran  dari Eka Wara Sampai Dasa Wara. Tetapi yang paling berperan dalam wariga Bali adalah Tri Wara, Panca Wara, dan Sapta Wara. Pawukon terdiri dari tiga puluh wuku, yaitu: Sinta, Landep, Ukir, Kulantir, Tolu, Gumbreg, dan seterusnya sampai pada watugunung yang siklusnya tiga puluh minggu dengan kata lain satu wuku (pawukon) umurnya satu minggu , mulai hari minggu (radite) dan diakhiri pada hari sabtu (Saniscara).

Karena seluruh wewaran itu berputar secara simultan ajeg dan menurut siklusnya masing-masing sehingga satu wewaran dapat membentuk kombinasi dengan wewaran lainnya dan kombinasi itu akan membentuk siklus yang baru misalnya Kajeng Kliwon adalah kombinasi Triwara dan Pancawara. Kombinasi ini ada lima macam sehingga siklusnya lima belas hari dan kombinasi Saniscara Kliwon adalah kombinasi Saptawara dan Pancawara . Kombinasi ini ada 35 macam sehingga siklusnya 35 hari yang disebut dengan satu bulan pawukon. Adapun wewaran sebagai berikut:

1.      Eka Wara                          : Luwang

2.      Dwi Wara              : Manga, Pepet

3.      Tri Wara                : Pasah, Beteng, Kajeng atau Dora, Waya, Byantara.

4.      Catur Wara            : Sri, Laba, Jaya Mandala.

5.      Panca Wara           : Umanis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.

6.      Sad Wara              : Tungleh, Ariang, Urukung, Paniron, Was, Maulu.

7.      Sapta Wara            : Radite, Soma, Anggara, Buda, Wraspati, Sukra, Saniscara.

8.      Asta Wara             : Sri, Indra, Guru, Yama, Ludra, Brahma, Kala, Uma.

9.      Sanga Wara           : Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi.

10.  Dasa Wara             : Pandita, Pati, Suka, Duka, Sri, Manuh, Manusa, Raja, Dewa, Raksasa.

- Mitologi Wewaran

Keberadaan wewaran demikian juga sifat-sifat (baik-buruknya) wewaran itu tidak terlepas dari mitologi penciptaan alam semesta, dimana dalam proses penciptaan alam semesta dipakai dalam nama-nama hari.  Berdasarkan perhitungan ini ditentukan urip dan neptu dari masing-masing hari atau wewaran.

Mengenai mitologi (cerita) lahirnya wewaran dikemukakan dalam Lontar Medangkamulan dan Lontar Bagawan Garga. Dalam Lontar tersebut di atas diuraikan kelahiran wuku dan juga menceritakan para Dewa dan Rsi adalah berwujud menjadi wewaran sebagai berikut :

Kunang kang rumuhan, sang hyang ekataya, maka linggan taliwang ke, nga, sang hyang timira, maka pepet, nga, sang hyang wacika, dadi waya. Sang hyang manacika, dadi byantara, punika sang hyang tri kursika maka lingga triwara. Sang hyang caturlokapala, dadi catur wara, sri bhegawan bhregu; laba bhagawan kanwa; jaya bhagawan janaka; manala bhagawan narada. Sang hyang garga, ka, sang korsika, u, sang hyang metri, pa. Sang kurusya, pwa. Sang hyang pratanjala, wa, dadi pancawara. Mwang sadrsi, indra dadi tungleh, baruna dadi aryang. Yama dadi paniron:

hyang bajra dadi was. Sang hyang airawana dadi maulu. Mwah saptarsi, slokanya :

Radityanca candrayatam kujayenca rabudyattam wraspati tamnca saniscara gunatryam, kunang sang hyang baskara dadi, ra, sang hyang candra dadi, ca, sang hyang anggara, sang hyang udaka dadi, bu; sang hyang suraguru dadi Wra; sang hyang bregu dadi Ò«u, sang hyang wasurama dadi, ca (Namayudha, 1980:87).

 

Terjemahanya :

Tersebutlah saat dahulu Sang Hyang Ekayata sebagai perwujudan Taliwangke. Sang Hyang Timira menjadi Pepet, Sang Hyang Kalima menjadi Menga, keduanya menjadi Dwiwara. Sang Hyang Cika menjadi Dora; Sang Hyang Wacika menjadi Waya, Sang Hyang Manacik menjadi Byantara; itulah Sang Hyang Tri Kursika berwujud menjadi Triwara. Sang Hyang Caturlokapala menjadi Caturwara, Sri adalah Bhagawan Bhregu, Laba adalah Bhagawan Kanwa, jaya adalah Bhagawan Janaka, Mandala adalah Bhagawan Narada. Sang Hyang Garga menjadi Kliwon, Sang Hyang Korsika menjadi Umanis, Sang Hyang Metri menjadi Pahing, Sang Hyang Kurusya menjadi Pon, Sang Hyang Pratanjala menjadi Wage. Jadi Pnacawara adalah perwujudan dari Sang Hyang Pancakorsika.

Dan lagi Sad Rsi berwujud menjadi Sadwara yaitu Indra menjadi Tungleh, Bharuna menjadi Aryang, Kuwera menjadi Urukung, Bayu menjadi Paniron, Hyang Bajra menjadi Was, Sang Hyang Ajrawana menjadi Maulu. Selanjutnya dalam sloka Sapta Rsi

dinyatakan Sang Hyang Baskara menjadi Radite, Sang Hyang Candra menjadi Coma, Sang Hyang Anggara menjadi Anggara, Sang Hyang Udaka menjadi Buda, Sang Hyang Suraguru menjadi Wraspati, Sang Hyang Bregu menjadi Sukra, Sang Hyang Wasurama menjadi Saniscara.

Lontar Medang Kemulan tidak menyebutkan tentang lahirnya astawara, sangawara dan dasawara. Mitologi tersebut diatas ada perbedaanya dengab mitologi lahirnya wewaran pada lontar Bhagawan Gharba ( Namayudha, 1980:84)

Hana ta dewa anglayang, guru tunggal, ingaran sang hyang licin, suksma

nirmala, endah snenya maring sunya, pantaranya rumawak tuduh, yan ta sang hyang licin, rumaga rama tan sahayebu. Mayoga sang hyang licin, hana bhagawan bregu, mayoga bhagawan bregu hana rwa mimitan, nga, rahayu mimitan, rupanya kadi tunggal, nga, dewakala, rahu mawak ketu lwirya: sang hyang rahu hangadakna, kala kabeh, sang hyang ketu ika hamijil kna dewakabeh, mwang wewaran (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 3-4)”.

Terjemahannya :

Ada tersebut sinar suci melayang-layang, beliau itu dewa suci yang disebut Sang Hyang Licin, wujudnya sangat gaib dan sangat suci, bermacam-macam wujudnya di alam yang kosong ini, itulah sebabnya berwujud Sang Hyang Tuduh, Ia itulah juga Sang Hyang Licin, beliau yang ada pertama kali, tanpa ayah dan ibu. Beryogalah Sang Hyang Licin, lahirlah dua hal yaitu positif dan negatif, wujudnya seperti tunggal (satu)adalah Dewa Kala; yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu menciptakan semua Kala, Sang Ketu itu menciptakan para Dewa dan Wewaran.

Selanjutnya diuraikan bahwa Sang Hyang Licin sebenarnya menjadi Ekawara yaitu Luang. Kemudian lahir wuku Sinta dan Sungsang maka ada Dwiwara yaitu Menga, Pepet; inilah yang menyebabkan adanya baik buruk (ala ayu). Sang Hyang Menga menjadi siang adalah Sang Hyang Rahu; Hyang Pepet menjadi malam adalah Sang Hyang Ketu.

Wuku Tambir lahirlah Triwara yaitu Dora, Waya, Byantara. Sesungguhnya Dora adalah Kala, Waya adalah Manusa dan Byantara adalah Dewa. Ada wuku Kulawu lahirlah caturwara yaitu Sri, Laba, Jaya, Mandala; sesungguhnya adalah Batari Gangga, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Sang kara, Sang Hyang Kancanawidhi.

Wuku Wariga lahirlah Pancawara, yaitu : Umanis, Pahing. Pon, Wage, Kliwon. Sebenarnya adalah Sang Hyang Iswara Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Mahadewa, Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Siwa.

 Wuku Pahing lahirlah Sadwara yaitu: Tungleh Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu. Sesungguhnya Tungleh adalah Antabuta; Aryang adalah Padabuta; Urukung adalah Anggabuta; Paniron adalah Malecabuta;Was adalah Astabuta; Maulu adalah Matakabuta.

Wuku Bala lahirlah Saptawara yaitu: Radite, Coma, Anggara Buda, Wraspati, Sukra, Sanicara; sebenarnya adalah Sang Hyang Banu, Hyang Candra, Sang manggala, Hyang Buda, Hyang Wraspati, Bhagawan Sukra, Dewi Sori.

Wuku Kulantir, lahirlah Astawara yaitu: Sri, Indra, Guru, yama, Ludra, Brahma, Kala, Uma. Sebenarnya adalah Batari Giriputri, Hyang Indra, Sang Hyang Guru, Sang Hyang Yama, Hyang Ludra, Hyang Brahma, Hyang Kalantaka, Sang Hyang Amerta.

Wuku langkir lahirlah Sangawara yitu: Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi. Sebenarnya Buta Urung; Jangur adalah Buta Pataha; Gigis adalah Buta Jingkrak; Erangan adalah Buta Jabung; Urungan adalah Buta Kenying; Tulus adalah Sang Hyang Saraswati; Dadi adalah Sang Hyang Dharma.

Wuku Uye, lahirlah Dasawara yaitu Pandita, Pati, Suka Duka, Sri Manuh, Manusa, Raja, Dewa, Raksasa. Sebenarnya Sang Hyang Aruna adalah Pandita; Kala adalah Pati; Smara adalah Suka; Durga adalah Duka; Sang Hyang Basundari adalah Sri; Kalalupa adalah Manuh; Sang Hyang Suksmajati adalah Manusa; Kalatangis adalah Raja; Sang Hyang Sambu adalah Dewa; Sang Kalakopa adalah Raksasa. (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 4-5).

Selain cerita lahirnya wewaran di atas dalam Lontar Bhagawan Garga juga menyebut tentang hurip/neptu dari tiap-tiap wewaran yang ada sebagai berikut:
Kunang ikang wewaran kabeh sakeng yoganira sang hyang ketu, ika wak dewa kabeh ri mangke sang hyang ketu. Mwang sang hyang rahu kinon denira sang hyang licin magawe ana abeking trimandalanya, iwasira, awargadesa ring wayabya pranahnya, tan ana madani ikang awarga wayabya teja kadi surya koti. Kinon ta ya kabeh mwang dewa kabeh tekeng wewaran agrebat desa ri wayabya, neher sira sang hyang sangkara jumunjung ring wayabya. Ika ingadu kala lawan dewa, sang hyang rahu, sang hyang ketu, angadu prangira kabeh arebat awarga wayabya. Rame kang prang silih suduk, nyakra, enak adameng kasaktennya. Pejah tang kala kabeh, ingurip mwah denira sang hyang adikala, sidhi Yoganya.

Terjemahannya: Demikianlah tentang wewaran semuanya lahir dari yoganya Sang Hyang Ketu, begitu juga para Dewa ada karena Sang Hyang Ketu. Sedangkan Sang Hyang Rahu disusruh oleh beliau Sang Hyang Licin untuk mengadakan ciptaan yang memenuhi Trimandala, lalu beliau menjadi warga desa yang bertempat di arah Wayabya (Barat laut), tidak akan menyaingi keluarga desa di wayabya, bersinar seperti matahari sebanyak sepuluh ribu.

Diperintahkannya semua para dewa dan wewaran untuk menyerang desa yang ada di wayabya, lalu beliau Sang Hyang Sangkara berdiri (ada) di wayabya. Itu di adu oleh para kala melawan para dewa, Sang Hyang Rahu, Sang Hyang Ketu, sebagai pemimpin perang menyerbu seluruh warga yang ada di wayabya. Sangatlah seru pertempuran itu saling tusuk menusuk, panah memanah, semua mengeluarkan kesaktiannya, matilah kala semuanya, kehidupan kembali oleh Sang Hyang Adikala yang telah berhasil yoganya.

Setelah Sang Kala hidup kembali terjadi peperangan yang sangat dahsyat sehingga banyak di pihak Dewa dan Wewaran terbunuh menjadi korban perang, tetapi akhirnya juga kembali dihidupkan. Oleh karena Kala dihidupkan hanya sekali saja, itulah sebabnya Sang Hyang Kala mempunyai hurip 1 (satu). Hyang Sangkara dibunuh oleh Kala Mretyu sekali, itulah sebabnya sehingga mempunyai urip 1 (satu). Batara Siwa dibunuh oleh Kala Ekadasabumi delapan kali, itu sebabnya Kliwon mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Iswara dibunuh oleh Kala Sanjala lima kali, oleh karenanya Umanis mempunyai urip 5 (lima).

Hyang Brahma terbunuh oleh Kala Wisesa sembilan kali, itulah sebabnya Pahing mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Mahadewa dibunuh oleh Kala Agung tujuh kali, karenanya Pon mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka empat kali, oleh karena itu Wage mempunyai urip 4 (empat). Demikian pula Saptawara, Hyang Aditya dibunuh oleh Kala Limut lima kali, karenanya Radite mempunyai urip 5 (lima). Hyang Candra terbunuh oleh Kala Angruda empat kali, karenanya Coma mempunyai urip 4 (empat). Sang Manggal dibunuh oleh Kala Enjer tiga kali, oleh sebab itu Anggara mempunyai urip 3 (tiga).sang Buda terbunuh oleh Kala Salongsongpati tujuh kali, karenanya Buda mempunyai urip 7 (tujuh).

Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat delapan kali, itulah sebabnya Wraspati mempunyai urip 8 (delapan). Sang Hyang Kawia terbunuh oleh Kala Greha enam kali, oleh karenanya Sukra mempunyai urip 6 (enam), Dewi Sori terbunuh oleh Kala Telu sembilan kali, itulah sebabnya Saniscara mempunyai urip 9 (sembilan). Begitu pula Astawara, Hyang Giriputri dibunuh oleh Kala Luang enam kali, karenanya mempunyai urip 6 (enam), Hyang Guru dibunuh oleh Kala Durgastana delapan kali, oleh sebab itu Guru mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Yama dibunuh oleh Kalantaka sembilan kali, karenanya Yama mempunyai urip 9 (sembilan). Hyang Rudra terbunuh oleh Kala Pundutan tiga kali, sehingga Ludra mempunyai urip 3 (tiga), Hyang Brahma dibunuh oleh Kala Agni tujuh kali, sehingga Brahma mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Kala terbunuh oleh Hyang Guru sekali, sehingga kala mempunyai urip 1 (satu). Hyang Mreta terbunuh oleh Kala Padumarana empat kali, sehingga Uma mempunyai urip 4 (empat).

Lain lagi halnya Sangawara, Dangu terbunuh 5 kali. Jangur terbunuh 6 kali, Gigis terbunuh  8 kali, Nohan terbunh 1 kali (sekali). Ogan terbunuh 8 kali, Erangan terbunuh 3 kali, Urungan 7 kali. Tulus terbunuh 9 kali, Dadi terbunuh 4 kali. Itulah semuanya menjadi uripnya masing-masing. Mengenai Sadwara, Tungleh terbunuh 7 kali, Aryang terbunuh 6 kali, Urukung terbunuh 5 kali, Paniron terbunuh 8 kali, Was terbunuh 9 kali, Maulu terbunuh 3 kali Begitu pula halnya Caturwara, Hyang Angga terbunuh 4 kali, sehingga Sri mempunyai urip 4 (empat), Hyang Bayu terbunuh 5 kali, sehingga Laba mempunyai urip 5 (lima). Hyang Purusa dibunuh 9 kali, sehingga Jaya mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Kencanawidi terbunuh 7 kali, sehingga mandala mempunyai urip 7 (tujuh) (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 8).

(Dokumentasi Persembahyangan di Pura Agung Wira Dharma Samudera Cilandak)


Demikian mitos dan keberadaan dari masing-masing wewaran mengenai dewa dan uripnya:

No

Wewaran

Urip/ Neptu

Tempat

Dewata

1

Ekawara

Luang

 

1

 

Wayabya – Barat Daya

 

Sanghyang Ekataya

2

Dwi Wara

Menga

Pepet

 

5

4

 

Purwa - Timur

Uttara – Utara

 

Sanghyang Kalima

Sanghyang Timira

3

Tri Wara

Pasah

Beteng

Kajeng

 

9

4

7

 

 

Daksina-Selatan

Uttara-Utara

Pascima-Barat

 

Sanghyang Cika

Sanghyang Wacika

Sanghyang Manacika

4

Catur Wara

Sri

Laba

Jaya

Mandala

 

6

3

1

8

 

Airsanya-Timur Laut

Nairiti-Barat Daya

Wayabya-Barat Laut

Tenggara-Gneyan

 

Bhagawan Bregu

Bhagawan Kanwa

Bhagawan Janaka

Bhagawan Narada

5

Panca Wara

Umanis

Paing

Pon

Wage

Kliwon

5

9

7

4

8

 

Purwa-Timur

Daksina-Selatan

Pascima-Barat

Uttara-utara

Madya-Tengah

 

Sanghyang Korsika-Dewa Iswara

Sanghyang Metri-Dewa Brahma

Sanghyang Kurusya-Dewa Mahadewa

Sanghyang Pratanjala-Dewa Wisnu

Sanghyang Garga-Dewa Siwa

6

Sad Wara

Tungleh

Aryang

Urukung

Paniron

Was

Maulu

 

7

6

5

8

9

3

 

Pascima-Barat

Airsanya-Timur Laut

Purwa-Timur

Gneyan-Tenggara

Daksina-Selatan

Nairiti-Barat Daya

 

Sanghyang Indra

Sanghyang Baruna

Sanghyang Kwera

Sanghyang Bayu

Sanghyang Bajra

Sanghyang Airawana

7

Sapta Wara

Radite

Soma

Anggara

Buda

Wraspati

Sukra

Saniscara

 

5

4

3

7

8

6

9

 

Purwa-Timur

Uttara-Utara

Nariti-Barat Daya

Pascima-Barat

Gneyam-Tenggara

Airsanya-Timur Laut

Daksina-Selatan

 

Sanghyang Bhaskara

Sanghyang Candra

Sanghyang Anggara

Sanghyang Udaka

Sanghyang Suraguru

Sanghyang Bregu

Sanghyang Wasurama

8

Asta Wara

Sri

Indra

Guru

Yama

Ludra

Brahma

Kala

Uma

 

6

5

8

9

3

7

1

4

 

Airsanya-Timur Laut

Purwa-Timur

Gneyam-Tenggara

Daksina-Selatan

Nariti-Barat Daya

Pascima-Barat

Wayabya-Barat Laut

Uttara-Utara

 

Bhatari Giriputri

Sanghyang Indra

Sanghyang Guru

Sanghyang Yama

Sanghyang Rudra

Sanghyang Brahmana

Sanghyang Kalantaka

Sanghyang Amreta

9

Sanga Wara

Dangu

Jangur

Gigis

Nohan

Ogan

Erangan

Urungan

Tulus

Dadi

 

5

8

9

3

7

1

4

6

8

 

Purwa-Timur

Gneyam-Tenggara

Daksina-Selatan

Nariti-Barat Daya

Pascima-Barat

Wayabya-Barat Laut

Uttara-Utara

Airsanya-Timur Laut

Madya-Tengah

 

Sanghyang Iswara

Sanghyang Maheswara

Sanghyang Brahma

Sanghyang Rudra

Sanghyang Mahadewa

Sanghyang Sangkara

Sanghyang Wisnu

Sanghyang Sambhu

Sanghyang Siwa

10

Dasa Wara

Pandita

Pati

Suka

Duka

Sri

Manuh

Manusa

Raja

Dewa

Raksasa

 

5

7

10

4

6

2

3

8

9

1

 

Purwa-Timur

Pascima-Barat

Tengah-Madya

Uttara-Utara

Airsanya-Timur Laut

Tengah-Madya

Nairiti-Barat Daya

Gneyan-Tenggara

Daksina-Selatan

Wayabya-Barat Laut

 

Sanghyang Surya

Sanghyang Kala Mretyu

Sanghyang Semara

Sanghyang Durgha

Sanghyang Amertha

Sanghyang Kala Lupa

Sanghyang Suksma

Sanghyang Kala Tangis

Sanghyang Dharma

Sanghyang Maha Kala

 

Mengenai wewaran dimulai dari Sang Hyang Licin. Awal dari segalanya adalah Sang Hyang Widhi , beliau yang ada pertama kali tanpa ayah dan ibu. Dari yoganya Sang Hyang Licin maka ada Sang Hyang Ketu dan Sang Hyang Kala Rahu, Ang Hyang Rahu beryoga maka terciptalah semua kala, dari yoganya Sang Hyang Ketu lahirlah para Dewa dan Wewaran.

Wewaran sesungguhnya merupakan perwujudan dari para Dewa atau Sang Hyang Widhi itu sendiri. Misalnya Ekawara yaitu Luang sebenarnya adalah perwujudan dari Sang Hyang Licin, demikian pula halnya dengan wewaran-wewaran yang lainya. Wewaran itu memiliki urip dan tempat masing-masing, hal ini terjadi karena para kala diadu berperang melawan para Dewa dan Wewaran yang dipimpin oleh Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu.

Semua yang berperang mengalami kematian. Para Kala mati semuanya kemudian dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Adikala melalui yoganya. Para Dewa dan Wewaran juga terbunuh menjadi korban perang tetapi akhirnya dihidupkan kembali melalui yoganya Sang Hyang Taya. Beberapa kali para Kala, Dewa, Wewaran dibunuh, sekian kali juga dihidupkan kembali, hal itu menjadi urip atau neptunya masing-masing.

Akhirnya para Dewa dan Wewaran yang telah hidup kembali diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi untuk menjaga semua penjuru mata angin dunia supaya mata angin dunia supaya stabil, sehingga para Dewa dan Wewaran dalam pengider-ider mempunyai tempat masing-masing.

 Berdasarkan uraian pembahasan diatas penulis dapat simpulkan bahwa wewaran dapat diartikan perhitungan hari-hari. Tentang hari-hari dalam Wariga ada sepuluh jenis yang pergunakan dalam pendewasaan yaitu pemilihan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan atau yajna. Dalam Wariga Bali seperangkat satuan yang dikenal dengan nama wewaran  dan  pawukon. Satuan waktu ini menggunakan perputaran seperti perputaran jarum jam.

Keberadaan wewaran demikian juga sifat-sifat (baik-buruknya) wewaran itu tidak terlepas dari mitologi penciptaan alam semesta, dimana dalam proses penciptaan alam semesta dipakai dalam nama-nama hari.  Berdasarkan perhitungan ini ditentukan urip dan neptu dari masing-masing hari atau wewaran. Mengenai mitologi (cerita) lahirnya wewaran dikemukakan dalam Lontar Medangkamulan dan Lontar Bagawan Garga. Dalam Lontar tersebut di atas diuraikan kelahiran wuku dan juga menceritakan para Dewa dan Rsi adalah berwujud menjadi wewaran.

Dengan demikian sebagai Umat Hindu yang baik hendaknya pemahaman mengenai wewaran ini harus dimiliki agar dalam kehidupan sehari-hari dapat mengimplementasikan sehingga selaras antara teori yang dipahami dapat diimplementasikan dalam dunia nyata.

 

DAFTAR PUSTAKA

Diakses pada jumat 12 januari 2018, Pukul 12.30 WIB http://wayanrudiarta.blogspot.co.id/2014/10/wariga-implementasi-ajaran-wariga-dalam.html

Buku Bahan Ajar Mata Kuliah Wariga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam...

Karya Anugerah Mahottama Award 2024

Jakarta, 22 Oktober 2024. Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Melaksanakan kegiatan Karya Anugerah Mahottama Award 2024. Dengan menghadirkan seluruh Pembimas di seluruh Indonesia, Para penyuluh Yang terdiri dari PNS, PPPK dan Penyuluh Agama Hindu Non PNS. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi bagi kita semua, khususnya umat Hindu, untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam bidang agama, budaya, pendidikan, dan sosial. Saya sangat bangga melihat semangat, kreativitas, dan komitmen yang ditunjukkan oleh para penerima penghargaan tahun ini. Dokumentasi Kegiatan Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan dalam menyelenggarakan acara ini. Keberhasilan acara Karya Anugerah Mahottama Award 2024 adalah hasil dari kerja sama dan sinergi yang luar biasa antara pemerintah, tokoh agama, dan seluruh umat Hindu. Kemudian Sekum Made Widiarta menyampaikan...

Materi Tri Guna dalam Diri SMP Kelas VIII Agama Hindu

         (Dokumentasi Penyuluhan di Pura Aditya Jaya rawamangun) Manusia sejak lahir memiliki tiga sifat dasar. Ketiga sifat dasar manusia tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Sifat dasar manusia yang satu dengan yang lain selalu bergejolak untuk saling mengalahkan. Sifat dasar manusia tertuang dalam kitab-kitab suci agama Hindu.  Pustaka suci Bhagavad-gītā , XVIII.40 menyatakan bahwa:  na tad asti prthivyām vā divi devesu vā punah sattvam  prakrti-jair muktam yad ebhih syāt tribhir gunaih. Artinya: Tiada makhluk yang hidup, baik di sini maupun di kalangan para deva di susunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. Terjemahan sloka di atas, dapat dijelaskan bahwa, setiap makhluk hidup baik manusia maupun deva tidak ada yang luput dari tri guna. Hal ini disebabkan karena setiap makhluk yang terbentuk oleh unsur material dipengaruhi oleh Tri Guna. Pustaka...