S |
ecara
sempit,
kata politik berarti proses
pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara.
Menurut Kautilya, politik itu sangat berkaitan dengan tugas suatu Negara
dalam menciptakan dan melindungi kesejahteraan, mendorong
kemajuan ekonomi, dan
menegakkan dharma. Semua ini
hanya mungkin jika
ketertiban dan stabilitas
terjaga. Stabilitas memungkinkan suatu
Negara untuk tidak
hanya adil dalam
mendistribusikan kemakmuran,
tetapi termasuk juga
dalam melipatgandakan kemakmurannya tersebut (Radendra,
2007: 15).
Kemakmuran rakyat
merupakan tujuan akhir
dari pajak. Pajak oleh
sebagian masyarakat dianggap
sebagai beban, padahal
ketika suatu Negara memperoleh
penerimaan dari pajak
maka akan sangat menguntungkan, baik untuk keutuhan
negara itu sendiri maupun bagi warganya.
Secara umum
pendidikan adalah suatu
tindakan sosial yang
pelaksanaannya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan-hubungan
kemanusiaan. Jaringanjaringan
inilah bersama dengan
hubungan-hubungan dan peranan
individu di dalamnya menentukan
watak pendidikan di
suatu masyarakat. Apabila
politik dipahami sebagai praktik kekuatan, kekuasaan dan otoritas dalam
masy arakat dan pembuatan keputusan-keputusan otoritatif tentang
alokasi sumberdaya dan
nilainilai sosial, maka jelaslah
bahwa pendidikan tidak lain adalah sebuah bisnis politik.
Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga-lembaga
pendidikan. Menurut Baldridge, lembaga-lembaga pendidikan
dipandang sebagai sistem
politik mikro,yang melaksanakan
semua fungsi utama sistem politik. Hal ini
menegaskan bahwa pendidikan dan politik
adalah dua hal yang saling
berhubungan erat dan
saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu mengandung
unsur-unsur politik, begitu juga sebaliknya
setiap aktivitas politik
ada kaitanya dengan
aspek- aspek kependidikan.
Sebagaimana diketahui
bahwa yang hendak
dituju oleh pendidikan
agama Hindu ialah pendidikan
yang menuju kepada
pembentukan manusia seutuhnya,
yaitu sehat dan sejahtera
lahir batin, atau
pencapaian kondisi yang
serasi, selaras, seimbang, dan harmonis antara jasmani dan rohani, lahir
dan batin serta dunia dan akhirat, yang
di dalam agama
Hindu disebut moksartham
jagadhita. Tujuan pendidikan mengacu
juga kepada tujuan
politik ideologi bangsa,
sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sistem
Pendidikan Nasional telah merumuskan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan, yaitu pendidikan yang didasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Fungsinya adalah mengembangkan kemajuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional. Sedang tujuannya
adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Rumusan ini merupakan
penjabaran dari politik
ideologi nasional ke
dalam sektor pendidikan.
Pada dasarnya
pembangunan dalam sektor
pendidikan adalah aspek
dari pembangunan politik bangsa, yang tidak lain sebagai konsistensi
antara arah politik dengan cetak biru pembangunan bangsa yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
(Tilaar, 2003:161). Dengan demikian,
masyarakat modern adalah masyarakat
yang mengacu pada
kualitas dalam segala
aspek kehidupan, yaitu kualitas
yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan hal
itu juga, pendidikan
Agama Hindu dalam
mendukung tujuan nasional
hendaknya memperioritaskan kepada peningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri sejalan
dengan paradigma pendidikan
masa depan. Pemberian
prioritas ini sangat berkaitan
dengan peningkatan kualitas
sistem pendidikan itu
sendiri dan memberi kesempatan
kepada setiap orang
untuk mengembangkan minat,
bakat dan potensinya sesuai
dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, pendidikan merupakan landasan utama bagi
tumbuhnya tingkat pengetahuan dan penghayatan serta rasa keagamaan yang mantap.
Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian utama dalam
dunia pendidikan yang
dilandasi oleh ajaran
agama sebagaimana dinyatakan
dalam kitab Veda.
Dalam Manawa
Dharmasastra IV. 19,
dijelaskan bahwa setiap
hari harus memperdalam ilmu
pengetahuan yang dapat
mendatangkan kebijaksanaan mempelajari segala
yang mengajarkan bagaimana
mendapat artha, segala
yang berguna untuk hidup di dunia dan demikian pula mempelajari Nigama
yang memberi keterangan tentang Veda
(Pudja dan Rai
Sudharta, 2012:217). Menurut
Manawa 21 Dharmasastra,
menekankan bahwa mencari
artha untuk hidup
di dunia ini
juga termasuk bidang yang penting dalam ajaran Hindu.
Sejalan
dengan itu, dalam kitab Arthaśāstra oleh Rsi Kautilya, menyebutkan bahwa dandaniti yang
artinya ilmu pemerintahan
dan ilmu hukum,
menyangkut ilmu pemerintahan dalam
aspek pemerataan kehidupan
pada suatu wilayah negara (Astana, 2003:
15).
Dalam hal
ini menyangkut struktur
pemerintahan, pembagian wilayah negara,
ilmu perencanaan pembangunan negara,
pembagian wewenang, kepemimpinan, dan
lain-lainnya termasuk Dandaniti.
Secara umum ilmu pemerintahan itu
menyangkut kekuasaan pembuat
norma-norma pemerintahan, kekuasaan penyelenggara
negara, suatu norma negara
dan kekuasaan untuk menegakkan negara,
norma-norma bagi pelanggar-pelanggarnya.
Ilmu
pemerintahan dan ilmu hukum termasuk pula di dalam aspek politik. Politik dalam
aktivitasnya menyangkut pula
usaha mempengaruhi dan
menguasai. Mempengaruhi
berarti menggalang kekuatan dan
mencapai kekuatan sertamencapai
kekuasaan menggunakan kekuatan
tersebut. Mempengaruhi dan menguasai
akan menjadi positif,
apabila untuk kepentingan
orang banyak dalam kehidupan bersama
dan dilakukan berdasarkan
dharma. Dharma pada
hakikatnya segala apa yang
mendukung manusia untuk mendapatkan kesucian yang menjadi dasar
menuju keselarasan dan
kebahagiaan. Bila Dharma
itu tidak menjadi
dasar dalam kehidupan bersama
ini, maka dharma
pun tidak melindungi
keselarasan hidup bersama. Di
dalam Mahabharata disebutkan
bahwa bila seseorang membunuh dharma, maka orang itu
akan dibunuh olehnya. Bila seseorang menjaga dharma, maka dia akan dijaga
olehnya. Karena itu dharma tidaklah boleh dibunuh, sebab dharma yang dibunuh
akan membunuhnya.
Demikian pula
dalam bidang pemerintahan,
suatu pemerintahan yang
berangkat dari dharma, berjalan
di atas dharma
dan menuju dharma,
akan selalu langgeng mendapat dukungan
dari masyarakat dan
anugrah dari Tuhan.
Dandaniti juga mengandung ilmu
manajemen, dan prinsipnya
menggalang suatu kerjasama dengan wewenang
dan tugas yang jelas
dan pasti dalam
rangka mencapai tujuan bersama, melalui pemecahan persoalan
untuk mengambil suatu keputusan. Pengambilan
keputusan dalam dunia
politik memerlukan sumber
daya manusia yang berkualitas,
yaitu cakap, cerdas,
berani, tegas, jujur,
berwawasan dan bertanggung jawab.
Melalui sumber daya
manusia yang berkualitas,
diharapkan suatu negara memiliki
strategi atau pola
pengembangan pemerintahan yang dinamis serta sanggup bersaing secara
global. Oleh karena itu, dalam dunia politik tantangan yang cukup
berat dan perlu ditangani secara lebih serius adalah masalah pendidikan sumber
daya manusia itu
sendiri, karena sumber
daya manusia merupakan aset yang
amat berharga.
Referensi
1. Radendra
S, I.B.,
Ekonomi dan Politik
Dalam Artha Sastra,
PT. Mabhakti, Denpasar, 2007.
2. Tilaar,
H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, 2002.
3. Astana, I
Made, C.S. Anomdiputra,
Kautilya (Canakya) Arthasastra,
Paramita, Surabaya, 2003.
4. Pudja,
I Gde dan Tjokorda Rai
Sudharta. Manava
Dharmasastra atau Veda
Smrti. Surabaya: Paramita, 2004
5.
Bahan Ajar Pendidikan agama Hindu Untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta. 2016
Komentar
Posting Komentar