ASN dan Nilai-nilai Dharma Negara dalam Hindu

Gambar
        ASN adalah salah suatu pekerjaan yang didambakan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tak terkecuali generasi muda Hindu yang turut berpartisipasi dalam mengabdi pada bangsa dan negara. Sehingga perlu untuk melampirkan tulisan ini sebagai bentuk syukur atas waranugraha dan kesempatan yang baik dalam melaksanakan karma dan bhakti sebagai manusia.        Dalam pandangan Hindu, konsep Dharma tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga memandang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan administrasi negara. Dharma Negara, atau tata pemerintahan yang diatur oleh prinsip-prinsip moral dan etika, menjadi landasan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Bagaimana pandangan Hindu menggambarkan ideal ASN sebagai penerapan nilai-nilai Dharma Negara?  (Dokumen Pribadi)           Dalam tradisi Hindu, Dharma mengacu pada kewajiban moral dan etika yang mengatur perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan. Dharma juga mencakup konsep tata tertib dan

Sraddha dalam Hindu


S
raddha mengandung  makna  yang  sangat  luas, yakni  keyakinan  atau  keimanan. Dalam  memperluas  wawasan  kita  tentang  istilah  ini,  beberapa  pengertian  istlah Sraddha akan ditinjau dari beberapa pandangan, seperti diungkapkan Yaska dalam bukunya  Nighantu  (III.  10), yaitu:  kata  Sraddha  berasal dari  akar  kata srat yang berarti kebenaran.
Menurut Lexicographer  Amarasimha  dalam  bukunya  Amarakosa  (III.  102), menyatakan  bahwa sraddha mengandung  makna  suatu  keyakinan  atau  keinginan (Seshagiri  Rao,  1974: 6). Di dalam A  Sanskrit-English  Dictionary,  karya  Sir  Monier Monierm  Williams  (1990:1095)  kata  Sraddha  diterjemahkan sebagai  suatu keimanan, kepercayaan, keyakinan, penuh kepercayaan, penuh keimanan, dan loyal.
Sedangkan di dalam The Practical Sanskrit-English Dictionary, karya VS. Apte (1978: 930),  kata sraddha  diartikan  sebagai  suatu  kepercayaan,  ketaatan,  ajaran, keyakinan; kepercayaan kepada sabda Tuhan Yang Maha Esa, keimanan agama; dan ketenangan  jiwa,  kesabaran  dalam  pikiran;  akrab,  intim, kekeluargaan;  hormat, menaruh  penghargaan;  kuat  penuh  semangat;  dan  kandungan  ibu  yang  berumur lama. 
Dari  kata sraddha ini  lalu  mucul  kata sraddhalu,  yang  artinya  kepercayaan, penuh  keimanan;  kerinduan,  dan  keinginan  terhadap  sesuatu. Manusia  terbentuk oleh keyakinannya dan keyakinannya itulah sesungguhnya dia (Bhagavadgita XVII.2-3).
Menurut  Oka  Punia  Atmaja  (1971),  merumuskan sraddha  ke  dalam  lima  jenis keyakinan, antara lain:
1.      Widhi  Tattwa  atau Widhi  Sraddha,  keimanan  terhadap  Tuhan  Yang  Maha  Esa dengan berbagai manifestasi-Nya.
2.      Atma Tattwa atau Atma Sraddha, keimanan terhadap Atma yang Menghidupkan semua makhluk.
3.      Karmaphala  Tattwa  atau Karmaphala  Sraddha,  keimanan  terdap  kebenaran hukum sebab akibat atau buah dari perbuatan.
4.      Samsara  atau Punarbhawa  Tattwa/Punarbhawa  Sraddha,  keimanan  terhadap kelahiran kembali.
5.      Moksa Tattwa atau Moksa Sraddha, keimanan terhadap kebebasan yang tertinggi bersatunya Anna dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Bhagavadglta  (III.31,  IV.39,40)  menyatakan  mengenai sraddha ini sebagai  berikut: mereka  yang  selalu  mengikuti  ajaran-Ku  dengan  penuh  keyakinan  (Sraddha)  serta bebas  dari  keinginan  duniawi  juga  akan  bebas  dari  keterikatan  ia  yang  memiliki keimanan yang mantap (Sraddha) memperoleh ilmu pengetahuan, menguasai panca indrianya,  setelah  memiliki  ilmu  pengetahuan  dengan  segera  mencapai  kedamaian yang abadi; Tetapi mereka yang dungu, yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, tidak memiliki  keimanan  dan  diliputi  keragu-raguan,  orang  yang  demikian  ini  tidak memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan dunia lainnya (Pudja, 2003: 97).
Keyakinan  atau  kepercayaan  manusia  itu  harus  dilandasi  juga  dengan  bhakti, karena jika hanya sraddha saja tanpa adanya bakti dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan itu, maka tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Anda sebagai mahasiswa, renungkanlah hal ini, terutama apa yang diungkap dalam Bhagavadgita (VI.37)  seperti  berikut:  seseorang  yang  tidak  mampu  mengontrol  dirinya  sendiri, walaupun ia memiliki Sraddha, apabila pikirannya mengembara kemana-mana, jauh dari  Yoga,  apakah  yang  akhirnya  akan  diperoleh  wahai  Krsna,  tentunya  gagal mencapai  kesempurnaan  di  dalam  Yoga".  Demikian  pula  di  dalam  Bhagavadgita VI.47,  disebutkan: di  antara  para  Yogi,  yang  memuja  Aku  dengan  penuh  keimanan yang mantap, yang hatinya menyatu kepada Aku, inilah menurut pendapat-Ku yogi yang paling sempurna.
Hal ini ditegaskan kembali dalam terjemahan Bhagavadgita VII.22, yang dinyatakan sebagai berikut: berpegang teguh pada keyakinannya itu, mereka berbhakti melalui keyakinannya,  daripadanya  memperoleh  apa  yang  diharapkan  mereka,  yang sebenarnya akan terkabulkan oleh-Ku. Pernyataan terakhir ini menunjukkan bahwa betapa  toleransi  atau  penghargaan  terhadap  keimanan  atau  keyakinan  seseorang sangat  dihargai,  karena  dengan  kebhaktiannya itu  akan  terkabulkan  oleh  Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran  suci  diturunkan  oleh  Sang  Hyang  Widhi,  Tuhan  Yang  Maha  Esa  merupakan pegangan  hidup  dan  kehidupan  umat  manusia.  Seseorang  yang  memiliki sraddha dan pegangan  yang kuat,   tidak  akan  khawatir  dalam  meniti  kehidupan.  Ajaran agama  membimbing  manusia  bagaimana  seharusnya  hidup,  bagaimana  meniti hidup, apa tujuan hidup kita, bagaimana merealisasikannya dan berbagai bimbingan yang mengarahkan umat manusia menuju kesempurnaan hidup.
Dalam kehidupan ini, banyak  hal yang  dapat menjerumuskan diri  manusia  menuju jurang  kehancuran.  Di  antara  banyak  hal yang  menjerumuskan  diri  manusia,  kitab suci  Bhagavadglta  menyatakan  adanya  3  sifat  atau  dorongan, yaitu  nafsu  (kama), emosi  (krodha), dan  ambisi  (lobha)  yang  digambarkan  sebagai  tiga  pintu  gerbang menuju  neraka.  Di  dalam  kitab  Bhagavadglta  XVI.21,  dinyatakan: Inilah  tiga  pintu gerbang  menuju  neraka,  jalan  menuju  jurang  kehancuran  diri,  yaitu:  nafsu  (Kama), amarah  (Krodha),  dan  ambisi/serakah  (Lobha),  setiap  orang  harus  meninggalkan sifat  ini.
Ketiga  sifat-sifat  atau  kecendrungan  itu  sering  menjerumuskan  umat manusia pada kehancuran diri dan lingkungannya. Untuk dapat mengatasi hal itu seseorang harus kembali berpegang  kepada ajaran agama  yang  ditunjukan  oleh  Tuhan  Yang  Maha  Esa/Sang  Hyang  Widhi  seperti tercantum  dalam  kitab  suci  Veda  dan kesusastraan Hindu  lainnya.
Dalam  hal  ini pendidikan  spiritual,  moral,  dan  etika,  hendaknya  semakin  ditingkatkan  dan direalisasikan  dalam  kehidupan  nyata,  sehari-hari  baik  sebagai  individu  maupun sebagai  anggota  masyarakat,  baik  dalam  lingkungan  keluarga,  lingkungan  sosial maupun  dalam  hubungannya  dengan  kehidupan  berbangsa,  bernegara,  dan bermasyarakat.
Referensi:
1.      Pudja, I Gde, Bhagawag Gita, Paramita, Surabaya, 2003.
2.      Prabhupada,  AC  Bhaktivedanta  Swami, Bhagavad-gita  Menurut  Aslinya.  Hanuman Sakti, Lisensi The Bhaktivedanta Book Trust International, Inc, Jakarta, 2006.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stah Dharma Nusantara Jakarta Melaksanakan Kegiatan Pembinaan Pasraman

Kegiatan KKG dan MGMP di DKI Jakarta

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.