Langsung ke konten utama
*Kekawin Nitisastra*
*Sargah X.1*
_lwirnikanang sinĕmbahakén ing prajā t-ingĕt-ingĕt_
_arthaka lén ikang wara wadhū sudharma linéwih_
_ring swami janggut inganira yan praṇamya siniwi_
_sang ratu tungtunging ghraṇa namaskaranta marĕka_

*Terjemahan:*
Ingatlah akan siapa yang wajib dihormati: orang kaya dan perempuan yang ternama dan baik budinya harus dihormati. Kepada suami orang menyembah sampai tangan menyentuh pada dagu. Sembah kepada raja dilakukan sampai tangan menyentuh pucuk hidung.

*Penjelasan:*
Pupuh di atas menjelaskan kepada kita agar tahu dengan siapa kita harus menaruh hormat. Misal dalam suatu pertemuan resmi atau formal, ketika bertemu dengan seseorang dengan jabatan tertentu. Tradisi ini masih sangat kentara di lingkungan kraton seperti Keraton Yogja. Bila seorang abdi dalem bertemu dengan junjungannya dia pasti akan mencakupkan tangan, apalagi bila ketemu rajanya. Sembah (cakupan tangan) yang ditujukan kepada orang kebanyakan tentu berbeda dengan yang ditujukan kepada seorang raja. Sampai sekarang pun tradisi saling mencakupkan tangan ketika bertemu dengan seseorang yang saling menghormati satu sama lain masih sering terlihat. Dan pupuh diatas menjelaskan tentang ini.


*Sargah X.2*
_pitrĕ ri madhyaning halis inĕmbah aywa malupa_
_lalata ring pangajyanira śāsananta marĕka_
_mūrdha ri sang gurunta pasangaskaran kramanika_
_pañca wélang nikang praṇama śasanéng widhi tutĕn_

*Terjemahan:*
Sembah kepada nenek moyang: sampai ke dahi, antara kening. Sembah kepada Guru yang membuka pikiranmu: sampai ke kepala. Ketahuilah ilmu sembah yang diwajibkan itu; kerjakanlah dengan tertib.

*Penjelasan:*
Pupuh di atas menjelaskan bagaimana dan mengapa kita harus melaksanakan sembah kepada leluhur atau pun guru-guru kita (para Dewata juga termasuk Guru). Sembah ini bukan hanya dalam artian sekala, tetapi juga niskala. Jika sembah itu ditujukan untuk menghormati unsur-unsur Bhuta maka sembahnya berada di puser dan menghadap ke bawah. Jika sembahnya kepada sesama manusia maka seperti saat menghaturkan salam panganjali yaitu cakupan tangan di depan dada. Jika sembah ditujukan kepada para leluhur maka sembahnya sampai pada kening. Jika sembah ditujukan kepada para Dewa maka sampai di kepala. Para guru yang membuka pikiran kita dengan pengetahuan juga layaknya para Dewa, karena itu patut disembah.
Tulisan by Agus Widodo Penyuluh Agama Hindu Wilayah Jawa Barat
Copy paste Dari grup WhatsApp

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.

          Pada jaman dahulu Desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan sebagai daerah tujuan Transmigrasi pada tahun 1963 dan pada tahun itu juga diberi nama Desa Balinuraga di bawah wilayah Kecamatan Kalianda. Pada tanggal 27 September 1967 Dinas Transmigrasi menempatkan 4 empat roambongan peserta Transmigrasi yang ditempatkan di Balinuraga. Rombongan tersebut adalah sebagai berikut: 1 Sidorahayu diketuai oleh Pan Sudiartana yang berjumlah 250 KK 2 Sukanadi diketuai oleh Pan Kedas yang berjumlah 75 KK 3 Pandearge diketuai oleh Made Gedah yang berjumlah 175 KK 4 Rengas diketuai oleh Oyok yang berjumlah 40 KK Dan tahun 1963-1965 wilayah ini belum mempunyai struktur Pemerintah Desa.            Segala administrasi masih ditangani oleh Jawatan transmigrasi. Mangku Siman, untuk mengordinir rombongan-rombongan trasnmigrasi Mangku Siman sebagai ketua rombongan seluruhnya. Pada tahun 1965 barulah perangk...

Catur Warna dalam Agama Hindu

  Pemahaman tentang Catur Varna dapat dijelaskan berdasarkan sastra drstha. Yang dimaksud pemahaman Catur Varna berdasarkan sastra drstha adalah pemahaman yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian tentang Catur Varna menurut yang tersurat dalam kitab suci, sebagai berikuti; Bhagavadgita IV.13  cātur-varṇyaḿ mayā sṛṣṭaḿ guṇa-karma-vibhāgaśaḥ tasya kartāram api māḿ viddhy akartāram avyayam Terjemahan: Catur Warna aku ciptakan menurut pembagian dari guna dan karma  (sifat dan pekerjaan). Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah  aku mengatasi gerak dan perubahan (Puja, 2000). Pengertian Catur Varna           Kata “Catur Varna” dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata ‘catur dan varna’. Kata catur berarti empat . Kata varna berasal dari akar kata Vri yang berarti pilihan atau memilih lapanagan kerja. Dengan demikian catur varna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang cocok untuk pribadiny...

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam...