Langsung ke konten utama
*Hukum Karma - Reinkarnasi*

Sudah seringkali aku bilang, tidak perduli apapun agamamu, jika perbuatan bajingan kamu lakukan kepada orang lain, apapun agama orang tersebut, maka sama saja dirimu telah menanam benih kemalangan bagi dirimu sendiri. Ladang semesta akan memelihara benih yang kamu tanam itu hingga nanti tumbuh menjadi besar dan berbuah. Setelah benih itu menghasiilkan buah, maka buahnya dengan serta-merta akan dilemparkan ke mukamu oleh semesta. Mau tidak mau, suka tidak suka, kamu sadari atau tidak kamu sadari, dirimu akan menikmatinya. Tak peduli dirimu dengan keras menyatakan memiliki Tuhan yang paling ajaib dan dahsyat, yang tak tertandingi di seluruh kolong langit dan yang konon sanggup menolongmu dari semua penderitaan. Tak peduli dirimu berteriak-teriak memanggil nama Tuhanmu itu hingga tenggorokanmu serak, suaramu habis, matamu sembab, manakala sudah tiba waktunya kamu harus menelan buah hasil perbuatanmu, maka kamu tetap harus mengunyahnya. Dan Tuhan yang kamu unggul-unggulkan akan membisu, mengabaikan dirimu, tak berdaya menolongmu. Ini yang dinamakan hukum tabur tuai, satu keniscayaan dari hukum semesta.

Dan jika kamu yang telah berlaku sebagai bajingan dalam hidupmu saat ini belum juga mencicipi buah hasil perbuatanmu, sesungguhnya masih ada rentang waktu lain bagimu untuk bisa menikmati buah perbuatanmu sepuasnya. Rentang waktu ketika dirimu kembali lagi ke dunia ini sebagai makhluk berdarah dan berdaging selepas kematianmu nanti. Yaitu waktu ketika dirimu beroleh kelahiran kembali sebagai makhluk fana.

Oleh karenanya, manakala buah hasil perbuatan bajinganmu ternyata cepat tumbuh dan cepat bisa kamu nikmati, maka syukurilah hal seperti itu karena senyatanya dirimu bisa menerima penderitaan tanpa harus bertanya-tanya dosa apa yang telah kamu perbuat sehingga harus menerima penderitaan sedemikian rupa. Menjadi berbeda jika buah hasil perbuatanmu harus kamu nikmati setelah kelahiran kembalimu nanti di kehidupanmu yang baru. Itu akan menjadi momentum yang sangat-sangat menyedihkan. Sebab tidak ada penderitaan yang paling menyedihkan lagi di kolong jagad ini kecuali menerima hukuman tanpa mengetahui kesalahan apa yang pernah diperbuat!

Hukum tabur tuai tidak mengenal agama. Tidak ada orang kuwalat kepada agama tertentu, yang ada kuwalat karena perbuatannya sendiri. Camkan itu, yo Le. Yo, Wuk!

*Damar Shashangka.*
10 Januari 2019.
Copy paste Dari grup WhatsApp

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Singkat Desa Balinuraga, Kec. Way Panji, Kalianda, Lampung Selatan.

          Pada jaman dahulu Desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan sebagai daerah tujuan Transmigrasi pada tahun 1963 dan pada tahun itu juga diberi nama Desa Balinuraga di bawah wilayah Kecamatan Kalianda. Pada tanggal 27 September 1967 Dinas Transmigrasi menempatkan 4 empat roambongan peserta Transmigrasi yang ditempatkan di Balinuraga. Rombongan tersebut adalah sebagai berikut: 1 Sidorahayu diketuai oleh Pan Sudiartana yang berjumlah 250 KK 2 Sukanadi diketuai oleh Pan Kedas yang berjumlah 75 KK 3 Pandearge diketuai oleh Made Gedah yang berjumlah 175 KK 4 Rengas diketuai oleh Oyok yang berjumlah 40 KK Dan tahun 1963-1965 wilayah ini belum mempunyai struktur Pemerintah Desa.            Segala administrasi masih ditangani oleh Jawatan transmigrasi. Mangku Siman, untuk mengordinir rombongan-rombongan trasnmigrasi Mangku Siman sebagai ketua rombongan seluruhnya. Pada tahun 1965 barulah perangk...

Catur Warna dalam Agama Hindu

  Pemahaman tentang Catur Varna dapat dijelaskan berdasarkan sastra drstha. Yang dimaksud pemahaman Catur Varna berdasarkan sastra drstha adalah pemahaman yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian tentang Catur Varna menurut yang tersurat dalam kitab suci, sebagai berikuti; Bhagavadgita IV.13  cātur-varṇyaḿ mayā sṛṣṭaḿ guṇa-karma-vibhāgaśaḥ tasya kartāram api māḿ viddhy akartāram avyayam Terjemahan: Catur Warna aku ciptakan menurut pembagian dari guna dan karma  (sifat dan pekerjaan). Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah  aku mengatasi gerak dan perubahan (Puja, 2000). Pengertian Catur Varna           Kata “Catur Varna” dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata ‘catur dan varna’. Kata catur berarti empat . Kata varna berasal dari akar kata Vri yang berarti pilihan atau memilih lapanagan kerja. Dengan demikian catur varna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang cocok untuk pribadiny...

Peresmian dan Launching Rumah Produksi BPH: Tonggak Baru Penyiaran Hindu di Era Digital

 Jakarta, 15 Oktober 2024 – Badan Penyiaran Hindu (BPH) mencatat sejarah baru dengan meresmikan dan meluncurkan Rumah Produksi BPH, sebagai bagian dari upaya mengembangkan media penyiaran yang berlandaskan nilai-nilai agama Hindu. Kegiatan peresmian ini berlangsung khidmat di Jakarta Selatan, dihadiri oleh sejumlah tokoh agama dan pemangku kepentingan umat Hindu. Dokumentasi Acara Peresmian tersebut diawali dengan sambutan dari Dr. I Wayan Kantun Mandara, Ketua BPH dan juga tokoh terkemuka di Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya keberadaan rumah produksi ini sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran dharma melalui media yang inovatif. "Rumah Produksi BPH ini akan menjadi pusat bagi kita untuk menciptakan konten yang tidak hanya mendidik tetapi juga mampu menginspirasi umat Hindu dalam menjalankan nilai-nilai agama di tengah tantangan zaman modern," ujar Dr. I Wayan Kantun Mandara. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sam...