Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

Sejarah Perkembangan Seni Keagamaan di Indonesia (Wayan Tantre Awiyane)

 1.  Menggali sumber historis seni keagamaan dalam membentuk  kepribadian yang estetis      Perkembangan seni keagamaan di Indonesia dari segi historisnya, khususnya pada zaman Hindu, diakui berasal dari budaya asing yang di bawa oleh negara lain, yaitu raja-raja yang  berkuasa  dan  pedagang-pedagang  luar  yang  datang  ke  Indonesia sehingga tersebar secara proses imitasi (peniruan), proses adaptasi (penyesuaian), proses  kreasi  (penguasaan). Indonesia  mulai  berkembang  pada  zaman  kerajaan Hindu berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh  seperti  India,  Tiongkok,  dan  wilayah  Timur  Tengah.  Agama  Hindu  masuk  ke Indonesia  diperkirakan  pada  awal   Masehi,  dibawa  oleh  para  musafir  dari  India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Buddha Pahyien.       Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu, yaitu ke

Tahapan Perkawinan dan Pernikahan (Wiwaha Menurut Suku Batak Karo) Wayan Tantre Awiyane

  Proses  pelaksanaan Wiwaha atau  adat  perkawinan  Hindu  di  Batak  Karo  dapat dipaparkan sebagai berikut: a.   Tahap Sebelum Upacara Perkawinan 1.   Ertutut   maksudnya   saling   memperkenalkan   diri   dari   pihak   laki-laki dari keturunan mana, dan pihak perempuan itu dari keturunan mana.   Hal ini penting untuk mengetahui : bebet, bobot, dan bibit. 2.   Naki-naki   maksudnya   kedua   belah   pihak   (mempelai   berdua)   saling berkenalan untuk   mengetahui sifat   pribadi   calon mempelai,   masingmasing pihak mempelai menyerahkan suatu benda atau uang yang di sebut Tagih-tagih. 3.   Nungkuni maksudnya   jika   pihak   pria   sudah   menyetujui   calon wanita maka pihak orang tua laki-laki mengadakan hubungan dengan keluarga pihak wanita, untuk menyampaikan keinginan anaknya dan mengusahakan agar perkawinan mereka dapat dilaksanakan. Demikian   tahap   awal   persiapan   tentang   rangkaian   upacara   perkawinan menurut adat Hindu menurut suku Batak Karo.   b.

Teologi Jawa dalam Ritual Kematian (Wayan Tantre Awiyane)

          Di samping sistem teologi Hindu juga akan diuraikan sistem teologi lokal Jawa yang melandasi pelaksanaan ritual kematian itu.Teologi masyarakat Jawa termuat dalam beberapa buku seperti buku Manunggaling Kawulo Gusti sebagai berikut : Sejatine wong anembah iku yayi wandan kuning  kadya anganing baita amot uyah iku nini  Kang kinarya pralambi alayar tengah ing laut  Baitane kawratan kerem tengah ing jeladri Ulihana uyah iku miring segara. (Sinom Kode 1795.I,hal 228). Artinya : Manusia yang melakukan penyembahan sejati seumpama sebuah kapal yang muatannya ialah garam. Ini suatu pralambang alam pelayaran di tengan laut, muatannya menjadi terlalu berat dan kapalnya tenggelam di tengah laut. Kembalilah garam ke laut (P.J Zoetmulder.2000 : 332). Malar reke kang baita antuk isi ring jeladri Mengkane rake panembah kang nyata ring suksma jati Saosiki kang pesti dadi sembah pujanipun Mengkana kang tan wikan dereng wruh ingkang sejati Panemkane anembah ing tawang tuwuhah. (Sinom Kode 179